"Hai sayang, temenin aku makan malam."
    Richard berhenti naik tangga, ia tahu siapa yang berbicara itu dan menatap datar gadis itu. Entah kenapa gadis itu mencintainya, padahal Richard tidak pernah menanggapi gadis itu.
    "Aku tidak akan pernah makan denganmu, lagian aku ada urusan yang lebih penting, Angel!!" ucap Richard datar dengan tatapan dingin.
    Richard mendengar dengusan kesal Angel, ia tidak menanggapinya dan menaiki tangga. Setelah memasuki apartemen, ia mencantelkan jas dan mengganti dengan kaos hitam polos. Ia melangkah ke dapur mungkin saja ada sesuatu yang bisa dibuat mengganjal perut. Disaat membuka kulkas, ia terperangah tidak ada satupun makanan didalamnya. Yah! Ia sudah memecat asisten rumah tangga sebanyak 23 kali. Bahkan jasa yang menyalurkan tidak sanggup lagi.
   Ia duduk di sofa dan hanya membawa segelas air putih. Richard meneguk segelas air putih itu sampai habis. Disaat punggungnya bersandar di sofa. Ia terbayang dimana saat pertama kali bertemu dengannya. Ah.. Siapa  ya namanya. Entahlah, saat mata Richard dengan mata wanita itu bertemu. Hatinya berdesir tak kuruan. Jantung berdegup kencang.Â
    Ia seakan tersihir hanya dengan tatapan wanita itu. Sebuah tatapan yang dapat menusuk relung jiwa yang paling dalam. Padahal semenjak ia dilahirkan di dunia ini, ia tidak pernah merasakan seperti ini.Â
    Richard menarik kata-kata itu. Ia tidak percaya jika ia jatuh cinta hanya sekali tatap, hanya satu kejadian, hanya satu kebencian. Oh.. Tidak mungkin!! Richard mengingkari apa yang ada di hatinya.Â
     Richard bersyukur,  bunyi deringan handphone  membuyarkan lamunan yang tidak ia inginkan, yang tidak ia harapkan bahkan ia benar-benar tidak mau menerima ini.
     Maaf tuan, 2 hari tuan ada jadwal pertemuan rekan kerja. Saya sarankan tuan membawa pasangan.
     Richard terperanjak saat membaca pesan dari Alexa. Richard bingung mencari pasangan dimana. Emang semudah membalikkan telapak tangan! Bagi Richard sesulit mencari koin di samudra, bagai mencari krikil di air yang penuh lumpur.
     Ketika Richard hendak membalas, Alexa sudah mengirim pesan lagi.
     Maaf tuan, saya tidak bisa menemani tuan seperti biasanya. Orang tua saya sedang sakit dan saya harus merawatnya tuan. Sekali lagi maaf tuan.
     Kali ini, Richard tidak bisa berbuat apa-apa. Bagai seekor ular tanpa bisa. Ia benar-benar bingung. Dadanya sesak. Ubun-ubun terasa terpanggang di tungku pemanggangan dan membanting handphone  ke sofa. Ia frustasi. Akhirnya, Richard memutuskan tidur sebelum otaknya  menguap secara penuh dan meledak.
     Sementara  nan jauh disana, Lauren sedang sibuk merawat ibunya, menyiapkan makanan dan memberikan obat. Ia merawat dengan penuh kasih sayang, penuh perhatian. Sungguh indah pemandangan itu.
     Mrs. Stephani mengerutkan dahi melihat wajah Lauren dan berkata "Dari tadi aku melihatmu penuh senyuman."Â
     "Ah, Mom biasa aja. Seperti tidak pernah lihat lauren tersenyum saja."
     "Tapi kali ini, kamu beda sekali, nak!"
     "Mommy  memang paling pintar deh melihat raut wajahku. Memang benar Mom, aku mendapatkan dua keberuntungan. Mommy harus tahu. Keberuntungan yang pertama, mommy tidak perlu resah lagi karna aku sudah mendapatkan pekerjaan." Lauren diam sejenak mengambil nafas panjang sambil tersenyum lebar.
     "Keberutungan yang kedua apa? Kok kamu senyum-senyum. Penasaran!"
     "Keberutungan kedua, keberutungan yang sungguh indah. Keberuntungan yang ku ingin sejak bertahun-tahun. Keberuntungan itu adalah bertemu dengan malaikat penolongku. Laki-laki yang kucintai hingga saat ini. Laki-laki yang membuat jantungku berdebar saat bertemu ...."
     Mrs. Stephani memotong pembicaraan Lauren, "David."
     Lauren mengangguk dan senyuman itu masih melekat di bibirnya.
     "Tapi kamu jangan terlalu berharap kepadanya. Jangan sampai kau terlalu jatuh hati padanya."
     "Kenapa Mom aku sangat mencintainya, dialah malaikat penolongku, sejak itu aku sangat menyayanginya."
      "Kamu harus tahu, Lauren. Kita ini siapa dan dia siapa. Jangan sampai kamu jatuh disaat posisi dipuncak tertinggi. Itu sungguh penyakitkan, Lauren. Kita hanya orang biasa, kita harus tahu Lauren. Jangan sampai kita merendahkan harga diri kita."
      Lauren  diam dan menunduk.Â
      "Tapi Mom, putri Mary dan pangeran frederik. Padahal putri Mary hanya perempuan biasa menikah dengan pangeran dari Denmark. Seperti halnya juga, Putri Mette-Marit menikah dengan pangeran Haakon. Putri Matte-Marit hanya seorang pelayan dan single parent."
      Mrs. Stephani menatap Lauren, mata lauren berkaca-kaca. Ait mata mendesak keluar. Akhirnya satu tetes keluar dari sudut matanya kemudian derai air mata tak bisa dibendung.
      "Apakah salah jika orang miskin jatuh cinta? Apakah cinta mengenal kasta? Jika memang cinta mengenal kasta, apakah arti cinta sesungguhnya?"      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H