Maaf tuan, saya tidak bisa menemani tuan seperti biasanya. Orang tua saya sedang sakit dan saya harus merawatnya tuan. Sekali lagi maaf tuan.
     Kali ini, Richard tidak bisa berbuat apa-apa. Bagai seekor ular tanpa bisa. Ia benar-benar bingung. Dadanya sesak. Ubun-ubun terasa terpanggang di tungku pemanggangan dan membanting handphone  ke sofa. Ia frustasi. Akhirnya, Richard memutuskan tidur sebelum otaknya  menguap secara penuh dan meledak.
     Sementara  nan jauh disana, Lauren sedang sibuk merawat ibunya, menyiapkan makanan dan memberikan obat. Ia merawat dengan penuh kasih sayang, penuh perhatian. Sungguh indah pemandangan itu.
     Mrs. Stephani mengerutkan dahi melihat wajah Lauren dan berkata "Dari tadi aku melihatmu penuh senyuman."Â
     "Ah, Mom biasa aja. Seperti tidak pernah lihat lauren tersenyum saja."
     "Tapi kali ini, kamu beda sekali, nak!"
     "Mommy  memang paling pintar deh melihat raut wajahku. Memang benar Mom, aku mendapatkan dua keberuntungan. Mommy harus tahu. Keberuntungan yang pertama, mommy tidak perlu resah lagi karna aku sudah mendapatkan pekerjaan." Lauren diam sejenak mengambil nafas panjang sambil tersenyum lebar.
     "Keberutungan yang kedua apa? Kok kamu senyum-senyum. Penasaran!"
     "Keberutungan kedua, keberutungan yang sungguh indah. Keberuntungan yang ku ingin sejak bertahun-tahun. Keberuntungan itu adalah bertemu dengan malaikat penolongku. Laki-laki yang kucintai hingga saat ini. Laki-laki yang membuat jantungku berdebar saat bertemu ...."
     Mrs. Stephani memotong pembicaraan Lauren, "David."
     Lauren mengangguk dan senyuman itu masih melekat di bibirnya.