Mohon tunggu...
Muhammad Muslih Ridho
Muhammad Muslih Ridho Mohon Tunggu... mahasiswa -

Mahasiswa teknik sipil di salah satu PTN di Malang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Love in Autumn Part 2

5 Agustus 2018   07:23 Diperbarui: 5 Agustus 2018   08:26 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part sebelumnya klik disini

"Alexa, siapa nama wanita itu?" tanya Richard datar.

"Lauren. Lauren Stephanie, tuan"

Lauren mengerutkan dahi. Ia bingung mengapa Richard menanyakan namanya? Apakah Richard akan menuntutnya di pengadilan? Detak jantungnya tak karuan  saat ia melihat tatapan laki-laki itu. Tatapan itu terlihat menakutkan yang membuat  tubuhnya mengigil padahal cuaca hari ini begitu cerah. Entah kenapa ia merasa takut dan khawatir, apa yang   dipikirkannya  akan terjadi.

Richard berlalu meninggalkannya. Ia  tahu bahwa kejadian itu tidak sengaja. Bagaimana mungkin, Lauren sengaja melakukan jika  ikut jatuh bersama dengan laki-laki itu. Secara logika tidak masuk akal, bukan?

Alexa menyuruh Lauren keluar sebelum tindakan tegas ia lakukan. Lauren melangkah keluar sambil menundukkan kepala. Ya Tuhan! Serumit inikah hidup Lauren. 

Sial! Sial! Kenapa bisa terjadi? Apa yang harus kulakukan. Gumannya lirih.

Lauren terus melangkah. Entah kemana tujuan ia berjalan,  mencari pekerjaan untuk mengumpulkan sepersen demi sepersen. Ia harus bisa! Pasti bisa! Hanya butuh perngorbanan dan perjuangan. Hidup Lauren sepenuhnya hanya  untuk ibunya. 

Lauren berhenti melangkah dan menatap sebuah gedung  berdinding kaca. Pada papan nama yang tergantung diatas pintu yang bertulisan Waterfront Cokctail Bar  Circular Quay. Lauren berharap ia bisa diterima kerja disini. Lauren melangkah masuk ke dalam gedung dan berhenti di depan meja repsesionis. 

"Ada yang bisa saya bantu?" seorang wanita tersenyum dibalik meja repsesionis.

  "Apakah ada lowongan pekerjaan" Lauren membalas senyum. "Saya butuh pekerjaan."

 "Maaf, coba anda lihat." wanita itu menunjuk sebuah kertas yang menempel dipintu.

Lauren melihat kertas itu yang bertuliskan 'tidak ada lowongan pekerjaan'. Oh.. Astaga! Bagaimana  bisa aku tidak melihatnya? Pikirnya. Lauren keluar dari restoran itu. Ia mencari pekerjaan ditoko lain. Ia melamar pekerjaan  di sebuah toko kue, namun tetap tidak ada lowongan pekerjaan. Matahari sudah hampir tenggelam. Sepuluh toko sudah lauren masuki. Namun tidak ada hasil yang memuaskan.

 Lauren terus melangkah dipinggir jalan McDaugoll. Ia bingung kemana lagi mencari pekerjaan. Ia harus melakukan apa sekarang. Apakah yang harus kau lakukan jika kau belum juga mendapatkan pekerjaan? Sedangkan disisi lain kau sedang butuh uang untuk biaya berobat ibu. Mungkin hal pertama yang harus kau lakukan adalah tetap mencari pekerjaan hingga mendapatkannya. Ya, Lauren harus tetap berjuang!. 

Bagaimana kalau ujungnya tetap sama? 

Gagasan itu tiba-tiba menyelinap dibenak Lauren. Ya Tuhan! Semoga hal itu tidak terjadi. Dan Lauren......

"Minggir." teriakan yang amat keras. Lauren sepertinya mengenal suara itu.

Lauren terbangun dari lamunannya dan menoleh ke arah teriakan itu. Seketika itu mata Lauren terbelalak dan disusul suara teriakan kaget . Tubuhnya membeku, kakinya terasa berat tak dapat digerakkan. Untungnya! Mobil yang akan menabrak Lauren berhenti tepat didepannya. 

"Bodoh," Bentak Richard. "Apa yang kau lakukan, ha? Apa kau tidak memikirkan? Apakah kau tidak sadar apa yang kau lakukan itu mungkin aku yang akan disalahkan? Kalau emang kau ingin mati, terjun aja di laut. Tidak usah merepotkan ku."

Lauren tersentak dan tubuhnya terasa kaku. Wajah Lauren memucat pasi. Ia menatap mata biru Richard yang membara -bara. Jika saja tatapannya bisa membunuh. Mungkin Lauren sudah terkapar tak berdaya. 

"Lauren?" 

Lauren beralih menatap orang yang memanggil namanya. Ia mencoba berpikir seperti Lauren mengenalnya. Ia terkejut. Ternyata dia adalah David. Teman satu kelas saat masa SMA. 

"Hai! Davidkan?" Lauren tersenyum dan melambaikan tangan.

 "Ya," sahut David dan turun dari mobilnya dan menghampiri Lauren.

David  menarik Lauren dengan sentakan yang keras dan memeluk Lauren dengan erat-erat, membuat Lauren tidak bisa bernafas. Lauren membalas pelukan David, sudah lama ia tidak bertemu dengannya. Kepalanya bersandar di dada David. Sungguh hangat yang Lauren rasakan. Ia terbayang masa-masa indah bersamanya.

Richard sengaja batuk. "Kalau nostalgia jangan ditengah jalan."

Mereka melepaskan pelukan dan David menarik tangan Lauren membawanya ke dalam mobil Lexus biru metalik. 

"Kenapa kau membawa  dia?"

"Hm.. " jawab David datar. "Aku sudah lama tidak bertemu semenjak lulus Dari SMA. Kebetulan bertemu, aku ingin ngobrol dan cerita-cerita."

          ****

  "Kita mau ngapain disini?" tanya Lauren dengan nada heran ketika Ia memasuki Restoran Waterfront Cokctail Bar  Circular Quay yang dinobatkan sebagai deretan restoran terbaik.

"Mau olahraga,"  jawab Richard ketus dan berlalu duluan.

Lauren mengerutkan dahi dan diam terpaku melihat Richard meninggalkannya.

"Ayo kita masuk, Lauren" ajak David sambil memegang tangan Lauren.

Lauren menganggukan kepala.

Cahaya matahari sepenuhnya hilang silih berganti menjadi sinar rembulan menghiasi kota sydney . Suasana restoran cukup ramai. David membawa Lauren di sebuah ruangan. Yeah! Lauren menyadari ruangan ini sepertinya memang khusus untuk orang tertentu. Ruangan yang besar. Namun bukan di desain seperti restoran, lebih tepatnya tempat berkumpulnya kolega-kolega besar

"Kau mau makan apa, Lauren?" tanya David sambil tersenyum.

"Terserah."

Lauren duduk tepat dihadapan Richard. Detak jantung Lauren perpacu cepat. Sudah dua kali ia terjadi peristiwa yang tidak dinginkan bersama Richard. Ia harus berbuat sesuatu sebelum rasa salah ini menghantui Lauren.

 "Aku... Aku minta maaf atas kejadian tadi." ucapnya gugup mencoba tersenyum walau terpaksa.

Richard mengerutkan dahi dan berkata untuk memastikan  "Apa?" 

"Aku minta maaf," mencoba tersenyum lagi dan kemudian menunduk. "Aku tidak sengaja. Saat itu kakiku tersandung kakiku sendiri."

"Gara-gara itu presentasiku gagal total." jawab nya datar dan tenang. "Kau tahu? Berapa kerugian yang aku alami? Kau pasti tak akan sanggup menggantikannya."

Beberapa saat diam sejenak. Disaat Lauren membuka mulut untuk menjawab.

"Hai, kalian berdua kenapa? Sepertinya ada hal aneh pada kalian!" 

Aneh?" Richard mengerutkan dahi. "Kau yang aneh! Aku saja tidak kenal dia."

Lauren menatap Richard. Wajahnya tetap datar dan dingin. Tidak ada senyum dibalik wajahnya. Lauren heran. Mengapa laki-laki menutupi kejadian itu? Entahlah, apa yang dipikirkankan Richard. Semoga laki-laki ini tidak menyulitkannya

"Oh ya, ngomong-ngomong kenapa kamu tadi di tengah jalan?" tanya David menyugingkan senyum.

"Hm," gumam Lauren. "Entahlah, aku tidak tahu. Mengaja aku bisa di tengah jalan."

"Dasar aneh!" gerutu Richard.

Lauren tersentak dan menatap Richard. Lauren hanya diam aja, ia tak mau berurusan dengannya lagi. 

"Kau melamun ?" 

"Mungkin." bantah Lauren.

"Apa yang kau pikirkan, Lauren?" tanya David penuh harap. "Atau kau memikirkan ku, lauren?"

Lauren mendongak menatap David kemudian menatap Richard. "Tidak" jawabnya pendek.

"Tidak?"

"Eh.. Maksudku" jawab Lauren gugup. "Aku.. Aku mencari pekerjaan. Kau tahu sendirikan ibuku sakit Leukimia sejak aku SMA."

"Richard, bagaimana jika kau memberikan dia pekerjaan," gumam David. "Itu mudah kan bagimu. Sekalian bantu lah dia."

"Apa?" jawabnya cepet. Terlalu cepat.

"Berilah dia pekerjaan." ulang David.

"Itu tidak mungkin," desah Richard. "Aku tidak mungkin begitu memberikan pekerjaan. Aku juga harus melihat kemampuan dan kelebihannya. Aku harus adil."

David mendengus kesal. Ia menarik nafas panjang dan dikeluarkan pelan-pelan. Lauren menatap mata hitam lekat milih David, sepertinya David sedang memikirkan sesuatu.

"Bagaiman kalau dia bekerja disini, Richard? Tidak butuh kelebihan kan. Hanya butuh kerja keras. Bagaimana Richard?"

"Apa?" lauren terkejut. "Eh.... Maksudku aku bahkan sudah melamar pekerjaan tadi pagi. Tapi sudah ditolak. Jadi tidak mungkin bekerja disini."

David dan Richard tertawa. Lauren heran. Memang ada yang lucu hingga mereka tertawa? 

David menatap lekat dengan mata hitam pekatnya, "kau belum tahu? Restoran ini milik Keluarga Harrison."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun