Perbudakan dimaknai Mahmud Yunus dengan beberapa lafaz yaitu ma malakat aimanukum, riqab, raqabah. Melalui lafaz ma malakat aimanukum mahmud yunus menjelaskan mengenai anjuran dan peraturan mengenai bagaimana menikahi hamba sahaya atau budak. Misalnya di Q.S An-Nisa ayat 24-25 beliau menerangkan dalam ayat ini diharamkan seorang laki-laki menikahi perempuan yang telah mempunyai suami, terkecuali perempuan tersebut merupakan budak jarimah karena mempertahankan ataupun juga membela agama bukan yang lainnya. Berbeda dengan budak-budak perempuan yang telah ada sekarang, mereka diperbudak dikarenakan adanya tipu daya. Hal ini selaras dengan fenomena saat ini, perempuan di zaman sekarang banyak yang dijadikan budak untuk memperpuas hawa nafsu karena tipu daya dan masalah ekonomi.
At-TabariÂ
Perbudakan dalam pandangan at-Thabari Allah telah menghalalkan Nabi untuk menikahi wanita yang diberi mahar. Dihalalkan juga bagi Nabi menikahi budak wanita yang dimilikinya yang berasal dari tawanan perang, dan juga wanita beriman yang dengan keinginannya sendiri untuk bersama Nabi jika Nabi pun menginginkannya. Sebab halal hal tersebut justru dikhususkan untuk Nabi saja, dan bukan yang lainnya. At-Thabari memaknai kata ma malakat yaminuka dengan kata al-ima yaitu "budak-budak wanita" sedang ma malakat ,aimanuhum yang diartikan sama dengan istilah, yang telah disebutkan tanpa ,adanya perubahan.
Wahbah al-ZuhailiÂ
Para mufassir berbeda pendapat mengenai pemaknaan perbudakan begitu pula dengan wahbah az-zuhaili, beliau mengatakan jika seseorang tidak atau belum mampu untuk menikahi seorang wanita, maka ia tidak diperkenankan menikahi wanita tersebut beliau juga memaknai milk al aiman sebagai budak perempuan, budak perempuan disini adalah budak yang didapatkan dari tawanan perang.
Cara islam menghapus perbudakan
Islam mensyariatkan beberapa cara untuk memerdekakan budak diantaranya sebagai berikut :
Al-Quran memberikan hukuman kepada orang yang melanggar sumpahsumpahnya dengan sengaja, maka kafaratnya denda pelanggaran sumpah) ialah memberikan makanan kepada sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa diberikan kapada keluarganya, atau memberikan pakaian, memerdekakan seorang hamba sahaya (budak), barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari berturut-turut. Itulah kafarat (denda pelanggaran sumpah) apabila melanggar sumpahnya.
Orang yang membunuh orang lain dengan sengaja atau tanpa sengaja, maka ia harus menyerahkan diri untuk dibunuh atau membayar diyat (denda). Adapun kafarat pembunuhan yaitu dengan cara memerdekakan hamba sahaya (budak) atau dengan puasa dua bulan berturut-turut.
Al-Quran memberikan hukuman kepada orang yang melakukan hubungan suami istri pada waktu siang hari pada bulan puasa Ramaadhan dengan hukuman kafaratnya, yaitu dengan cara memerdekakan budak sebagai kafarat atas doa dan kesalahannya, berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak bisa melaksanakannya maka dengan cara memberikan makanan kepada 60 orang miskin. Ditambah harus mengqodho puasa pada hari ia berhubungan suami istri tersebut.
Cara lain yang dilakukan Islam dalam memerdekakan budak yaitu dengan cara mukatabah, yaitu memberi pernyataan tertulis bagi budak atas dasar permintaan budak tersebut, yang diberikan oleh sang tuan sebagai imbalan atas sejumlah uang tertentu yang disetujui oleh kedua belah pihak.