Sistem pendidikan bagaimanapun seringkali tidak mengikuti prinsip pemberdayaan, terutama untuk kelompok terpinggirkan. Pendidikan gaya bank, sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed (1970) adalah salah satu konsep yang sangat relevan untuk memahami keterbatasan sistem pendidikan yang ada. Freire mengkritik pendidikan karena hanya berfokus pada transfer pengetahuan dari guru ke siswa dan tidak melibatkan siswa dalam proses berpikir kritis.
Saat ini, masalah pendidikan gaya bank masih sangat relevan dalam diskusi pendidikan global, terutama dalam hal pendidikan bagi kaum tertindas dan ketidaksetaraan sosial. Dalam Pedagogy of the Oppressed, Freire mengatakan bahwa pendidikan gaya bank memperlakukan siswa sebagai penerima informasi yang tidak bergerak. Dalam model ini, guru dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang memiliki kendali atas seluruh proses pendidikan. Hal ini sangat membatasi kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mengajukan pertanyaan, dan merefleksikan pelajaran mereka dalam konteks sosial mereka. Freire melihat sistem pendidikan seperti ini sebagai kontrol yang mempertahankan status quo tanpa memberikan ruang bagi kaum tertindas untuk mengubah situasi mereka.
Meskipun dunia telah mengalami perubahan besar dalam pendidikan, terutama dengan meningkatnya akses teknologi dan informasi, banyak sistem pendidikan masih menggunakan model yang mirip dengan model bank. Sistem pendidikan di banyak negara berkembang, seperti di Afrika dan Asia Selatan, masih berfokus pada hafalan dan transfer pengetahuan. Ini seringkali tidak relevan dengan kebutuhan sosial dan ekonomi siswa. Namun, pendidikan sangat penting bagi kelompok tertindas seperti perempuan, komunitas miskin, dan komunitas marginal lainnya. Pendidikan harus mengajarkan mereka cara berpikir kritis dan mengubah situasi sosial mereka.
Analisis
Sebagaimana dijelaskan oleh Freire, pendidikan gaya bank memiliki efek yang sangat merugikan bagi kaum tertindas karena mengurangi peluang mereka untuk berkembang secara kritis dan berpikir kritis. Guru bertindak sebagai "deposito" pengetahuan dalam sistem ini, yang kemudian diberikan kepada siswa yang bertindak sebagai penerima pasif. Akibatnya, siswa tidak dianjurkan untuk menanyakan, menganalisis, atau mengkritisi materi yang diajarkan. Hal ini membuat situasi kaum tertindas menjadi lebih buruk, karena mereka sudah terperangkap dalam ketidakadilan sosial dan ekonomi.
UNESCO (2020) melaporkan bahwa sekitar 258 juta anak dan remaja di seluruh dunia tidak memiliki akses yang memadai ke pendidikan dasar dan menengah. Orang-orang yang tidak menerima pendidikan formal atau terjebak dalam sistem pendidikan berkualitas rendah seringkali tidak diberi kesempatan untuk memperoleh keterampilan berpikir kritis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan. Ketidaksetaraan yang ada justru diperburuk oleh pendidikan bank yang berpusat pada hafalan dan penerimaan informasi tanpa berpikir kritis.
Selain itu, laporan World Bank (2018) menunjukkan bahwa pendidikan yang tersedia di banyak negara berkembang seringkali tidak relevan dengan kebutuhan ekonomi dan sosial siswa. Banyak sekolah terus mengajarkan keterampilan dasar yang tidak sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang terus berubah, sementara siswa yang berasal dari keluarga miskin atau daerah terpencil tidak memiliki akses yang cukup ke pendidikan berkualitas. Bukan untuk mendorong siswa untuk berubah, sistem pendidikan ini memperkuat ketidaksetaraan.
Panduan Pendidikan
Paulo Freire mengusulkan pedagogi kritis sebagai alternatif untuk pendidikan gaya bank. Metode ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk menjadi lebih cerdas dengan menumbuhkan kesadaran kritis atau kesadaran. Siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga terlibat dalam proses refleksi tentang realitas sosial di mana mereka hidup. Siswa dan guru bekerja sama untuk menemukan dan menganalisis masalah sosial, ekonomi, dan politik yang berkaitan dengan kehidupan mereka.
Sebagai contoh, model pembelajaran kritis telah terbukti meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan sosial dan politik dalam banyak program pendidikan berbasis komunitas di negara-negara berkembang. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Giroux (2011) pendidikan kritis dapat membantu siswa memahami hubungan antara pendidikan dan struktur kekuasaan. Selain itu, pendidikan kritis dapat memberi mereka kemampuan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial. Pendidikan memberikan pengetahuan teoretis dan kemampuan untuk mengatasi ketidakadilan dengan memasukkan konteks sosial siswa dalam pembelajaran.
Studi tambahan oleh McLaren (2003) menunjukkan bahwa pembelajaran kritis juga dapat membantu siswa beradaptasi dengan perubahan dunia yang cepat. Ketika siswa terlibat dalam proses berpikir kritis dan analitis, mereka tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi juga keterampilan yang dapat membantu mereka menjadi agen perubahan di masyarakat mereka. Mereka dapat menggunakan pengetahuan ini untuk membuat rencana yang berguna untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kritis sangat bermanfaat bagi kaum tertindas karena memberikan mereka alat untuk memahami dan mengatasi ketidakadilan sosial yang mereka hadapi. Pendidikan yang berbasis kesadaran kritis memungkinkan siswa untuk menganalisis posisi mereka dalam struktur sosial yang lebih luas dan memungkinkan mereka untuk berkontribusi pada perubahan sosial yang lebih adil.
Menurut data World Bank (2018) pendidikan berbasis kesadaran kritis mengurangi ketidaksetaraan dan kualitas hidup. Negara-negara seperti Kanada dan Finlandia, yang telah lama menerapkan pendidikan inklusif dan berbasis pemikiran kritis, menunjukkan penurunan ketimpangan sosial dan peningkatan kualitas hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara sosial dan melibatkan mereka dalam proses tersebut dapat menghasilkan perbaikan sosial dan ekonomi secara keseluruhan.
Pendidikan kritis juga berfungsi sebagai alat untuk menantang dan mengubah struktur sosial yang tidak adil dalam masyarakat yang tidak adil. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya cara untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga alat untuk merubah dunia. Ini adalah proses yang sangat penting bagi kaum tertindas karena mereka dapat memahami kapasitas mereka untuk mengubah masyarakat melalui pendidikan kritis.
Untuk mewujudkan pendidikan yang memberdayakan, paradigma pendidikan harus digeser ke arah pembelajaran yang lebih berpartisipasi dan berbasis kesadaran kritis. Pendidikan berbasis bank tidak hanya memperburuk ketidaksetaraan sosial, tetapi juga menghalangi orang-orang yang tertindas untuk memperoleh kesadaran yang diperlukan untuk mengubah hidup mereka. Sebaliknya, pendidikan kritis memungkinkan siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang keadaan sosial mereka dan memberi mereka alat untuk menjadi agen perubahan.
Kesimpulan
Pendidikan yang memberdayakan seharusnya menghindari model pendidikan gaya bank yang pasif dan tidak melibatkan siswa dalam proses berpikir kritis. Menurut saran Paulo Freire, sistem pendidikan yang lebih partisipatif dan kritis memungkinkan siswa untuk tidak hanya menerima pengetahuan, tetapi juga untuk menganalisis dan merefleksikan kondisi sosial mereka. Hal ini sangat penting bagi kelompok terpinggirkan, yang seringkali terjebak dalam ketidakadilan sosial dan ekonomi. Pendidikan kesadaran kritis membantu siswa memahami tempat mereka dalam struktur sosial dan menjadi agen perubahan. Pendidikan yang didasarkan pada kesadaran kritis memiliki potensi untuk mengurangi ketimpangan, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan kemampuan untuk mengatasi ketidakadilan yang ada. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus diubah ke arah pendekatan yang lebih inklusif dan berfokus pada pemikiran kritis. Pendekatan ini akan membantu memperbaiki keadaan individu dan mendorong perubahan sosial yang lebih adil.
Catatan Kaki
Freire, Paulo. Pedagogy of the Oppressed (Herder and Herder, 1970), 72-75.
UNESCO, Global Education Monitoring Report 2020: Inclusion and Education: All Means All (UNESCO, 2020), 17-20.
World Bank, World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise (World Bank, 2018), 4-10.
Giroux, Henry A., On Critical Pedagogy (Continuum, 2011), 102-107.
McLaren, Peter, Life in Schools: An Introduction to Critical Pedagogy in the Foundations of Education (Pearson, 2003), 34-38.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H