Kedua, kewenangan memutus perkawinan cukup dilakukan oleh hakim. Dalam perkara cerai talak, hakim hanya memiliki kewenangan untuk memberikan izin kepada suami untuk mengucapkan ikrar talak terhadap istrinya, sementara dalam cerai gugat, hakim memiliki kewenangan untuk menjatuhkan talak suami terhadap istri.
Hal terakhir yang dibahas dalam perkembangan Hukum Perdata Islam kontemporer adalah nilai pembuktian saksi perempuan dalam hukum islam, ketentuan yang mensyaratkan dua orang saksi perempuan sebagai pengganti satu orang saksi laki-laki, dengan kata lain bahwa nilai pembuktian saksi perempuan adalah separuh saksi laki-laki lebih merupakan ketentuan yang bersifat kondisional dan temporal, bukan ketentuan yang bersifat universal. Hal ini disebabkan karena kaum perempuan pada saat itu masih kurang berpengalaman dalam urusan publik, karna saat itu budaya yang berlaku menempatkan perempuan untuk hanya berperan dalam wilayah domestik.
Seiring dengan perubahan sosial di masyarakat saat ini, kaum perempuan kemudian memungkinkan untuk terjun di urusan publik, termasuk untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi, bekerja di berbagai sektor pekerjaan, bahkan untuk menjabat sebagai kepala negara, dengan demikian maka nilai kesaksian seorang perempuan seharusnya diakui sama dengan kesaksian seoarang laki-laki.
Kesimpulan
 Hukum perdata Islam di Indonesia masih memiliki beberapa aturan yang tidak berbentuk undang-undang, sehingga kekuatan hukumnya lemah. Untuk itu, diperlukan penyempurnaan dan pengesahan aturan-aturan tersebut menjadi undang-undang. Saat ini, RUU HMPA sedang diajukan untuk menyempurnakan KHI dan meningkatkan kekuatan hukumnya. Di sisi lain, MA RI juga sedang menyusun Draft HAES untuk memperkuat KHES.
 Pendekatan ushul fikih terhadap hukum Islam menawarkan tiga metode: interpretasi linguistik, perluasan makna, dan penyelarasan. Interpretasi linguistik berfokus pada makna teks (nash) Al-Qur'an dan Hadist, dengan konsep tafsir untuk menjelaskan makna dan ta'wil untuk makna tersembunyi. Klasifikasi nash berdasarkan kejelasan, ketidakjelasan, cakupan makna, penggunaan, formula taklif, dan dalalah (cara penujukkan makna) membantu dalam interpretasi. Dua metode lainnya, perluasan makna dan penyelarasan.
RUU HMPA Bidang Perkawinan bertujuan untuk menyempurnakan aturan hukum perkawinan bagi umat Islam di Indonesia. Beberapa ketentuan dalam RUU ini perlu dikaji ulang, seperti rukun perkawinan, usia perkawinan, wali nikah, kedudukan anak, waktu tunggu, dan harta bersama. Pendekatan kontemporer terhadap hukum perdata Islam juga membahas tentang status anak di luar perkawinan, poligami, itsbat pengangkatan anak, ahli waris, putusan perceraian Pengadilan Agama, dan nilai pembuktian saksi perempuan. Diperlukan penyesuaian aturan hukum perkawinan dengan perkembangan sosial dan budaya masyarakat saat ini, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai Islam.
Daftar Pustaka
Wahyudi, Muhammad Isna. Pembaharuan Hukum Perdata Islam. Bandung: Mandar Maju, 2014.
Haika, Hj. Ratu, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Analisis Terhadap Buku ll Kompilasi Hukum Islam), dalam jurnal Mazahib, Vol. IV, No. 2, Desember 2007, 1-13.
Mu'allim, Amir dan Yusdani, Ijtihad dan Legislasi Muslim Kontemporer,cet. I, Yogyakarta: UII Press, 2005.