Setelah berjalan pada triwulan kedua pada tahun 2020. Virus COVID-19 masih terus menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Negara dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia ini juga mengalami dampaknya. Terhitung pada (20/6) di Indonesia total sekitar empat puluh ribu orang yang divonis positif terserang virus. Korban yang meninggal dunia sekitar dua ribu orang. Mulai anak kecil hingga orang dewasa beresiko terkena virus.Â
Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah untuk menghentikan rantai penyebaran virus. Awal bulan Juni, pemerintah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), bagi daerah yang masuk kategori parah dalam penyebaran virus. Namun, upaya yang pemerintah masih belum maksimal. Hal itu ditandai dengan masih banyaknya penambahan kasus di daerah yang sudah diterapkan PSBB oleh pemerintah.
COVID-19 telah menyebabkan kelumpuhan berbagai lini kehidupan. Semua elemen masyarakat merasakan dampaknya. Sektor ekonomi, sosial, pariwisata, hingga pendidikan merasakannya imbasnya. Agar penanganan mampu berjalan dengan maksimal, upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah harus mendapatkan dukungan dari masyarakat. Harus ada sinergi dari kedua elemen tersebut.Â
Pemerintah harus memberikan informasi dengan gamblang mengenai perkembangan COVID-19. Informasi yang diberikan harus sesuai dengan yang terjadi di lapangan, agar kejadian awal bulan Maret, ketika pemerintah membohongi publik tidak terulang untuk kedua kalinya.
Pada saat ini pemberitaan yang dilakukan oleh media mempunyai andil besar terhadap perilaku yang dilakukan oleh masyarakat. Apalagi pada era seperti saat ini, di mana pola konsumsi media masyarakat lebih beragam dibandingkan dahulu.Â
Dahulu hanya melalui media cetak berupa koran, maupun melalui gelombang radio. Oleh sebab itu, pemerintah selaku pembuat kebijakan harus serius dalam menangani pemberitaan di media. Jangan sampai terjadi komunikasi yang salah antara pihak media dan pemerintah yang (lagi-lagi) dapat berakibat fatal.
Konsumsi berita orang Indonesia (saat ini) lebih banyak menggunakan media digital dibandingkan media cetak. Sudah menjadi rahasia umum, media digital lebih ganas dibandingkan media cetak. Informasi yang baru terjadi satu menit yang lalu dapat langsung dikonsumsi publik.Â
Selain itu keberadaan sosial media menambah ruang untuk beropini bagi setiap warga negara. Tidak jarang, sesuatu yang hangat dibicarakan selalu muncul pada kolom trending di sosial media. Agar situasi tetap terkontrol peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi semakin ruwetnya pemberitaan di media.
Pada (13/3/2020) masyarakat dibuat sedikit lega saat pemerintah membuat tim gugus tugas yang dikhususkan menangani persoalan COVID-19. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dalam hal pemberitaan, media lebih mudah untuk menyampaikan berita. Informasi yang diberikan, terutama mengenai data terbaru mudah untuk didapat.Â
Hampir setiap sore hari, masyarakat menunggu update terkini mengenai perkembangan data jumlah korban. Baik itu melalui layar gawai maupun televisi. Setiap media berlomba-lomba untuk memberitakan paling awal, agar mendapatkan atensi yang lebih dari pemirsa. Akhirnya simpang siur pemberitaan yang sering dialami masyarakat telah terobati.
Tinggal kebijakan mengenai penanganan yang perlu diperbaiki. Dan tak lupa yang masih menjadi momok bersama : pemberantasan berita bohong yang masih sering berkeliaran harus tetap dilakukan.
Dalam mengatasi berita bohong yang masih sering ditemukan, terutama mengenai COVID-19, pemerintah sudah seharusnya membuat ketegasan dalam membuat regulasi. Sehingga keberadaan berita bohong dapat diminimalisir. Regulasi yang diberikan dapat berupa : pembatasan media yang boleh memberitakan COVID-19. Sehingga hanya media tertentu yang mempunyai otoritas menyampaikan informasi.Â
Tujuannya adalah agar sosial media yang menjadi basis berita bohong dapat diatasi. Sejauh ini masih banyak ditemukan pesan teks menyebar di grup-grup WhatsApp yang isinya berisi kebohongan, sudah barang tentu membuat geger penghuni grup. Selain memberikan otoritas hanya kepada beberapa media, contact person tim gugus tugas harus lebih dioptimalkan lagi.Â
Yang selama ini terjadi, pengguna WhatsApp harus mengirimkan pesan terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai COVID-19. Selain itu informasi yang diberikan juga termasuk berita basi, sebab yang diberikan adalah informasi kemarin.Â
Seharusnya setiap nomor harus dikirimi pesan menyangkut COVID-19 setiap hari oleh contact person tim gugus tugas. Tanpa harus masyarakat mengirim pesan terlebih dahulu. Pesan yang dikirim juga harus update terbaru, jadi masyarakat tidak terlanjur mengonsumsi dari media lain.
Peran media digital sangat dibutuhkan sebagai sarana penyambung informasi dari pemangku kebijakan kepada seluruh warga negara. Informasi yang solutif lebih dibutuhkan dibandingkan informasi yang hanya memberitakan jumlah korban.Â
Digitalisasi akses informasi yang sedang terjadi sudah sepatutnya menjadi alat untuk mempermudah penanganan COVID-19. Pemerintah yang lamban ditambah masyarakat yang acuh tak acuh adalah kombinasi yang buruk apabila dibiarkan.Â
Namun sebaliknya, sinergitas yang dibangun dengan baik akan berpeluang besar mengatasi pandemi COVID-19. Semoga pandemi ini cepat berlalu, dan kehidupan dapat berjalan dengan normal seperti sedia kala. Panjang umur Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H