Kok judul lagunya Iwan Fals diganti mas ?.
Benci sama Iwan Fals ya ?
Di telinga orang yang lahir di awal abad ke 21 mungkin nama Iwan Fals belum begitu familiar. Mungkin yang kenal beliau hanya segeluntir. Itupun karena melihat iklan produk kopi yang memenuhi ruang-ruang di media yang dikonsumsi publik. Salah satu faktor mengapa jarang diminati adalah musisi kalau sudah kuno dianggap tak menarik lagi untuk didengarkan.
Mungkin mereka belum mengetahui kalau segala sesuatu yang berbau kuno itu harganya mahal (sebut saja motor)
Begitu juga dengan masalah pengganjal perut. Makanan dengan konsep kuno sudah jarang diminati. Saya menyukai makanan bakso sejak kecil. Tidak lain dan tidak bukan karena pentolnya. Selain karena rasanya yang enak, bentuk bulat dari pentolnya bikin saya tergoda. Alasan yang kedua mungkin terdengar seperti menonton film dewasa.
Tetapi akhir-akhir ini secara perlahan kesukaan terhadap bakso mulai pudar.
Saya tidak tahu maksud dari penjual bakso di zaman sekarang. Ada-ada saja tingkahnya. Masa ada bakso yang diberi nama bakso mercon.
Jangan-jangan saat masih kecil si penjual suka bermain petasan. Selain itu harganya juga relatif lebih mahal. Anehnya banyak sekali yang makan di tempat itu.
Dan yang bikin amat sangat kesal sekali.
Si penjual merasa dirinya lebih jenius dari Albert Einsten. Penjual bakso menganggap onde-onde sama seperti pentol bakso. Dengan berani dan percaya diri penjual menambahkan sesuatu di dalam isi pentol. Sehingga strukturnya mirip dengan onde-onde. Pentol yang rasanya enak berubah menjadi pedas. Kita akan sering-sering mendengar orang paruh baya akan mual setelah makan bakso mercon karena merasa didustai.
Sepertinya akan lebih lucu lagi kalau di bagian luar pentol diberi wijen selayaknya onde-onde. Atau bentuk pentolnya dibuat seperti bentuk petasan pada umumnya.
Rasanya gatal sekali ingin melaporkan penjual bakso kepada pihak kepolisian dengan beberapa pasal tuduhan. Pasal pemerasan dan pasal penipuan.
Ada hal yang lebih menarik lagi. Satu atau dua tahun lagi kita akan menjumpai bakso dengan perkembangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Mereka akan membangun sebuah jaringan dari tingkat pusat hingga tingkatan ranting. Saya berharap kehadiran bakso dengan keberagamannya tidak mengganggu ekosistem dunia makanan.
Sekadar beropini. Sebentar lagi negara ini nampaknya akan mengalami kepunahan masal dalam hal makanan.
Bagaimana tidak, makanan-makanan klasik yang sering ditemui di pagi hari sudah seperti barang langka. Getuk, tiwul dan kawanannya sudah tergerus makanan yang lebih cepat dalam penyajiannya. Kita akan lebih sering menjumpai anak sekolah yang belum sempat makan akan memilih pergi ke minimarket dibandingkan pergi pasar.
Selain itu hanya sebatas khayalan di kamar kita bisa menemui driver ojek mengantarkan makanan klasik.
Nampaknya kita harus memberikan saran kepada pembuat getuk dan tiwul untuk menonton acara masak-memasak di televisi agar mereka punya inovasi. Agar dagangannya bisa selaku bakso mercon. Satu lagi, penjual harus membuat kejutan yang bisa mengejutkan pembeli.
Tulisan di atas hanya bersifat guyonan, tidak bermaksud menjelek-jelekkan atau merendahkan pihak yang berkaitan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H