Mohon tunggu...
M. Mada Gandhi
M. Mada Gandhi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Karena hidup adalah fana maka menulis menjadi sangat berguna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemiskinan & Pengangguran di Tambang Emas, 1/4 Abad NNT-AMNT di Sumbawa Barat

17 Oktober 2024   08:26 Diperbarui: 17 Oktober 2024   08:40 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumlah kemiskinan 2005 s/d 2023 Sumber BPS NTB (diolah)

Menjelang ditinggalkan kontribusi pertanian, pehutanan dan perikanan terhadap PDRB KSB hanya 3,68%. Pariwisata 0,31% (2023). Tahun 2010 posisinya 0,16% setelah 14 tahun belum juga masuk dalam satu digit. Nyaris tidak ada lompatan berarti.

Ketergantungan PDRB pasca 2030 hingga 85% akan hilang tiba-tiba tanpa mitigasi yang cukup mengganti tulang punggung utama ekonomi. Selama seperempat abad perusahaan tambang emas bercokol, kabupaten ini gagal meningkatkan kontribusi SDA terbarukan.

Setelah tidak lagi menjadi daerah penghasil pasca habisnya sumber daya mineral di KSB, maka satu-satunya harapan dari pemasukan sejumlah efek dari smelter (jika ada). Seperti diketahui pabrik pengolahan yang baru dibangun PT AMNT dan akan beroperasi 2025 bahan bakunya dari Sumbawa bagian Selatan.

Bukan hanya KSB tetapi provinsi NTB pun sangat menggantungkan ekonomi pada tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara berupa Kontribusi nomor dua serta berkah Dana Bagi Hasil (DBH) mendapatkan 16% serta semua kabupaten dan kota kecipratan 10%. (UU  No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 113)

Ekspor NTB pun masuh didominasi (95%) pada konsenrat tambang sebagai penambah devisa. Artinya PT AMNT "batuk" saja maka seluruh ekonomi NTB ikut meriang.

Inilah yang terjadi ketika pada pertengahan 2023 ijin ekspor konsentrat AMNT terlambat keluar dari pemerintah sehubungan dengan progres smelter. Apa yang terjadi? Pertumbuhan ekonomi langsung jatuh ke titik nadir.  BPS mencatat dari posisi menengah jatuh pada urutan ke 3 dari belakang di antara provinsi lain di Indonesia.

Begitu ijin dibuka lagi langsung melambung ke posisi menengah. (Sebelum beroperasi smelter masih berlaku eksport pengolahan row material tambang di negara lain). Betapa rentan denyut nadi NTB terhadap naik turunnya bisnis PT AMNT.

Komoditas eksport belum mampu digenjot, padahal provinsi ini salah satu lumbung pangan Nasional. Bahan-bahan mentah yang dihasilkan pertanian, peternakan dan perikanan tidak memberikan nilai tambah baik pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun ekonomi setempat karena tidak ada proses pengolahan.

Sektor pengolahan atau hilirisasi/industrialisasi  terhadap PDRB selama puluhan tahun NTB dan KSB, kontribusinya hanya 0,22 % di KSB dan 3,86% di NTB. Tidak mudah menjadikan tulang punggung lain pengganti tambang. Pemerintah daerah seperti enggan beranjak dari zona nyaman, padahal segera akan berakhir.    

Ironi lain, di tengah tingginya PDRB dari roda bisnis pertambangan,  dalam dunia nyata, justru jauh dari angka-angka statistik. Ketidak adilan dan kesenjangan. Kinerja dan output tambang menjulang tinggi tetapi pada saat yang sama masih banyak orang miskin, pengangguran dan bayi stunting. (M. Mada Gandhi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun