Food estate adalah konsep pengembangan pangan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan peternakan dalam satu kawasan. Dari hulu ke hilir dilakukan secara mandiri. Proyek ini merupakan super perioritas nasional. Dalam peta industri NTB berada dalam cluster tersendiri selain  pertambangan, dan Industri Kecil Menengah (IKM). Atau  Sederhananya begini:
Dalam Kawasan food estate; Sisa ampas pertanian, perkebunan, dijadikan makanan ternak (sapi). Lalu kotoran sapi menjadi bahan pupuk organic dan bio gas selanjutnya menjadi bahan bakar produksi hasil pertanian, perkebunan dan peternakan tadi.
Semua yang dijual dari kawasan ini sudah dalam bentuk olahan. Ada diversifikasi dan ada nilai tambah secara ekonomis (added value) yang tinggi.  Energi yang digunakan pun  adalah energi ramah lingkungan.
Tahun 2020 lalu hanya ada lima wiayah yang ditetapkan. Salah satunya di Labangka, Kabupaten Sumbawa. Tahun ini kabarnya akan bertambah lagi. Memang program pemerintah pusat. Â Tetapi pemerintah daerah memperjuangkannya, mengajukan proposal rasional berbasis data, ternyata disetujui.
Tahap pertama 200 sapi diturunkan tahun lalu sisanya tahun 2021 ini 800 ekor lagi.  Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan serta sejumlah OPD terkait secara khusus ditugaskan Gubernur Zulkieflimansyah  mengawal dan berkordinasi dengan pemerintah pusat.
Ini adalah proyek jangka Panjang bersinambungan, tidak langsung nampak seperti orang bangun jalan. Â Sapi-sapi itu perlu waktu untuk digemukkan. Perlu waktu untuk dikawinkan, Â dan beranak atau diambil susunya. Jumlah yang diptong dan digemukkan diatur sedemikian rupa. Â Pertanian pun perlu waktu merencanakan, pengairan pemupukan dan rekayasan lahan, Â agar hasilnya jauh di atas rata-rata.
Ibarat sebuah kota mandiri, food estate Labangka seluas 10.000 hektar , di masa depan adalah kawasan seperti propinsi tersendiri, akan menjadi lumbung pangan Nasional. Indonesia setidaknya bergantung pada suplai makanan dari Labangka. Akan menjadikan kelompok2 tani dan peternak di sini lebih roduktif. Kasus covid yang datang tiba-tiba akhir 2019 lalu, memang menganggu  banyak hal termasuk focus perhatian dan penggunaan anggaran daerah.
CLUSTER PERTAMBANGAN dan IKM
Masih dalam cluster industri besar, bergeser ke sepanjang wilayah selatan P. Sumbawa, mulai Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), ada industri National Corporation pertambangan (AMNT). Setidaknya di Kabupaten ini ada dua industri besar tambang satu lagi sedang persiapan.
Kemudian agak ke tengah di 'tubuh" P. Sumbawa ada Elang Dodo (pengembangan AMNT), ada  PT Sumbawa Juta Raya (SJR) industri emas tembaga sekala besar terus ke arah timur di Kabupaten Dompu ada PT Sumbawa Timur Mining (STM) yang segera mengeksekusi rencana industri tambang kelas dunia di wilayah Hu'u.
Perlu diketahui, selain emas dan tembaga di hampir sekujur tibuh Pulau Sumbawa bagian selatan dari KSB hingga Bima deposit pasir besi (iron sand) dengan kwalitas terbaik sangat besar. Ada puluhan ijin tambang/SIUP hingga puluhan ribuan hektar yang dikeluarkan pemerintah kemudian ditarik kembali karena tidak ada aktivitas.
Smelter/pabrik pengolahan khusus besi memang belum ada di Indonesia (?), (setidaknya di pulau Jawa atau Sumatera). Dalam Blue Print industry NTB KSB dipusatkan untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pertambangan.
Industri tambang memang khusus porsi perusahaan bersala besar. Namun kebutuhan sandang papan pakaian dan kebutuhan bahan makanan sehari-hari belum sepenuhnya bisa disuplai dari dalam P. Sumbawa. Masih sangat bergantung dari wilayah lain.
Desain hubungan saling menguntungkan dan saling membutuhkan antara IKM/UMKM dengan industri besar mendesak untuk segera disusun. Seperti diketahui IKM merupakan cluster tersendiri dalam peta jalan pengembangan industri NTB. Berbeda dengan industri kayu putih terbesar di dunia di kaki Tambora/Bima sebagian menyerap hasil perkebunan rakyat di samping kebun sendiri untuk menjaga ritme kesinambungan produksi.
Ada pun mesin-mesin industri sederhana ramah lingkungan yang disiapkan IKM selama ini masih dalam tahap  mendukung produksi  masyarakat umum termasuk nelayan. Ke depan harus mampu menjadi penopang utama kebutuhan industri besar, sehingga efek ganda (multiplier effect) kehadiran mereka dapat menciptakan titik-titik pertumbuhan baru. Apalagi Gubernur Zul telah mendirikan Science Technology, Industrial Park (STIP) Banyumulek, Lombok Barat sebagai inkubasi bisnis. (M. Mada Gandhi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H