Mohon tunggu...
Muhammad Lutfi
Muhammad Lutfi Mohon Tunggu... Penulis - Pengen Manfaat aje

Aku suka nulis, bagiku penulis dihargai, baik dari pikiran, harapan, jiwa, nurani, serta ide. Segala yg ada dalam tubuh kita, kita sampaikan. Aku nulis dan suka kayak hamka, apalagi bang pi'ie. Nulis, dan terus membela kebenaran. Kayak pendekar dan jago yang membela segala prinsip kebenaran. Celengireng yang berdosa dan banyak nyampah kayak aye juga bisa bergune nih. Celeng yang busuk dan bersiung mampu mengubah keadaan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elegi Suara Opera

23 Februari 2022   12:36 Diperbarui: 23 Februari 2022   12:52 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Henry semakin gelisah, dia kembali ke rumah kekasihnya dan ingin mencari darimana suara itu. Henry berjalan ke samping rumah, dia berdiri di samping jendela. Jendela itu masih diterangi cahaya lampu, semakin menambah gusar seorang lelaki yang berdiri di sampingnya. Dia menempelkan bola matanya ke dekat jendela. Seorang lelaki yang dia kenal sedang mencium dan memeluk kekasihnya. Henry tahu siapa lelaki itu, Rodriguez yang memberi uang saat dia kehilangan uangnya. Rodriguez sedang mencium Merry. Merry tidak menolak, dia begitu senang menerima ciuman bertubi-tubi dari Rodriguez. Henry berdiri tegang tak bisa berkata dan masih kaget. Sebagai seorang lelaki, air matanya keluar. Dia berlari tanpa menghiraukan siapa itu Merry dan Rodriguez.
***
Keesokan harinya, Merry yang telah mendapatkan ciuman dari Rodriguez, hendak keluar rumah untuk berlatih opera. Saat membuka pintu, sudah banyak wartawan yang memotret tubuh seorang lelaki tak bernyawa bergelantung di bawah selendang. Henry gantung diri dengan selendang yang dia beli untuk kekasihnya. Marry berlinang air mata dan memeluk tubuh lelaki itu. Dia tahu mengapa penyebab Henry mengakhiri hidupnya. Semenjak itu, tak ada lagi kehadiran Merry sang pemain opera. Entah kini hilang kemana.

Pati, 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun