Mungkin semua orang setuju kalau rebahan adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada hambanya yang berjiwa lelah. Masing-masing orang memiliki berbagai tipe rebahan yang berbeda beda; ada yang rebahan sambil main hp/laptop, ada yang rebahan sambil baca novel kesayangan, ada yang rebahan sambil denger musik yang lagi hit, ada juga yang niatnya rebahan eh malah molor.
Bukan tanpa alasan, rebahan dilakukan orang karena banyak faktor dan keperluan; Lelah setelah kuliah dengan tugas segudang, lelah karena dikejar target kerjaan, lelah karena mencari pekerjaan tapi enggak kunjung dapat, bahkan lelah menunggu kepastian hubungan yang menggantung.
Tubuh butuh istirahat makanya rebahan.
Tidak ada yang melarang rebahan, silakan saja. Asal sesuai kebutuhan, jangan satu hari penuh digunakan untuk rebahan, karena yang berlebihan itu enggak baik (Termasuk mencintai dia berlebihan, tapi ujung-ujungnya ditikung teman seperjuangan).
Lalu kenapa kita lebih senang rebahan? Karena zaman sudah canggih, apa saja tinggal klik di gawai, ini itu ada di gawai, tinggal klik bayar dan apa yang diinginkan datang ke rumah tanpa buang tenaga. Dan satu lagi yang menjadi alasan; karena diberikan waktu luang. Kita dikasih bonus jam kosong untuk kita gunakan sebaik mungkin. Ingat pepatah "Waktu adalah uang".
Namun, persoalan utamanya, apakah setiap jam kosong harus kita gunakan untuk rebahan saja? Saya rasa tidak. Banyak hal yang bisa kita lakukan, contohnya; jalan-jalan dengan keluarga, nongkrong bareng sahabat, lari sore sambil menikmati indahnya senja, menghabiskan waktu untuk introspeksi diri, bahkan berkarya.
Tapi di antara semua yang saya sebutkan, berkarya adalah fokus utama untuk mengisi kekosongan. Kenapa? Berkarya merupakan suatu anugerah juga, sama seperti rebahan. Tidak semua orang bisa atau punya waktu untuk berkarya.
Hanya segelintir orang saja yang mau berkarya sejak muda, bahkan enggan berkarya karena menganggap "Enggak ada duitnya" benar juga sih, tapi rebahan juga kan enggak ada duitnya?
Pendahulu kita saja banyak yang berkarya.Â
Orang dulu berkarya untuk bangsanya, beliau menggunakan keahliannya untuk membangkitkan semangat perjuangan untuk bangkit dari penjajahan. Contohnya Bung Hatta, beliau gunakan kecerdasannya untuk menulis buku mengenai pentingnya kebangsaan, Affandi menggunakan lukisannya untuk menggambar poster semangat perjuangan bersama Chairil Anwar yang bertuliskan "Boeng, Ajo Boeng!" sebagai pembakar semangat para pejuang bangsa kala itu.
Mereka berkarya demi tanah air, walau karya yang mereka buat kadang dirampas, atau disita oleh para penjajah, tapi mereka tidak pernah patah semangat, mereka tetap berkarya. Bukan karena uang, tapi karena hati memanggil mereka demi tanah air.
Bersyukurlah kalian yang punya karya walau waktu yang kalian punya sempit.
Walau sebuah karya tidak bisa menjanjikan apa-apa, tidak menjanjikan kita akan sukses atau juga kaya raya di masa depan, tapi karya bisa menumbuhkan rasa bangga terhadap diri sendiri. Seorang penyanyi akan bangga kalau lagu yang dia nyanyikan disambut baik oleh khalayak ramai, seorang penulis akan bangga ketika melihat bukunya dibaca oleh orang lain, seorang pelukis akan bangga bisa orang lain bisa menerjemahkan apa yang sudah ia tuangkan dalam kanvas.
Kalau kata para seniman Berkarya itu "bahagia layaknya melahirkan anak" walau saya pribadi belum tahu rasanya punya anak karena masih jomblo. Tapi, saya bisa membaca air muka para orang tua yang diberi kabar kalau anaknya sudah lahir. Bahagia yang teramat sangat. Mereka akan tersenyum sembari membayangkan "Pasti anakku akan menjadi orang sukses nantinya".
Mungkin sekarang anak (karya) kita tidak bisa menghasilkan apa-apa, tapi setiap anak pasti akan tumbuh menjadi dewasa. Bisa saja dia tumbuh besar lalu membanggakan orang tuanya. Kalau kata Prof. Sapardi Djoko Damono "Karya itu punya ruh, dia bisa hidup sampai usia yang panjang dan bisa saja dia mati di usia muda. Karya bisa menjadi berarti atau mati, semua punya nasibnya sendiri".
Karya itu indah dan banyak macamnya. Apakah kalian tidak pernah membayangkan saat masa tua mulai menjelang, rasa sepi mulai menggerogoti jiwa dan hati, dan tiada lagi lawan bicara yang siap mendengarkan celoteh kita.
Kita masih punya karya; Kita putar lagu yang waktu dulu kita buat, memutar ulang film yang pernah kita garap dan sempat viral pada masanya, membaca buku best seller yang bertuliskan nama kita sebagai penciptanya, ditemani oleh lukisan-lukisan yang menempel di dinding ruang tamu, kamar, dan ruang tengah yang pernah kita tumpahkan cat di kanvas pada masa muda. Walau sepi, kita masih ditemani "anak" yang begitu setia.
Namun kalau sepi masih melanda?
Ya berkarya lagi. Tua atau muda bukan acuan untuk berkarya, siapa saja bisa. Orang akan melihat kualitas karya kita, bukan seberapa tua usia kita, bukan dari ras mana kita, bukan juga dari rahim siapa kita dilahirkan. Karya tumbuh dari siapa saja dan dinikmati oleh siapa pun juga. Satu lagi pengandaian "Karya tumbuh bagai pohon beringin yang menjulang tinggi lalu melindungi penciptanya dari hujan kesepian".
Masih ragu berkarya dan masih mengikuti bisikan setan untuk rebahan sepanjang hari? Mulailah berkarya melalui apa yang kita suka. Suka nyanyi? Suka film? Suka nulis? Suka melukis? Semua bisa jadi karya. Kalau sudah berusaha sekeras mungkin untuk karyamu tapi hasilnya jelek? Tidak ada karya yang jelek, hanya kurang jam terbang saja, terus saja berusaha untuk lebih baik, lebih bagus, dan "sedikit lebih beda" kalau kata Panji Pragiwaksono.
Ingat karya seperti anak! Karya ada masanya, mungkin sekarang tidak punya apa-apa, siapa tahu esok dia akan jaya, dan esok lusa bisa saja dia mati. Berkaryalah untuk dirimu sendiri, untuk menghadirkan kepuasan serta kebanggaan dirimu sendiri.
Jangan berkarya untuk menjadi terbaik dibandingkan orang lain, agar kamu tidak patah ketika orang lain mencela maha karyamu, dan jangan juga berkarya untuk kaya, agar kamu tidak kecewa ketika tahu kalau karyamu tidak laku di pasaran.
Jangan banyak rebahan, banyakin karya. Selamat berkarya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H