Mohon tunggu...
Muhammad Lazuardian Fauzy
Muhammad Lazuardian Fauzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Menyukai isu isu internasional dan perkembangan teknologI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Otoritarianisme Digital China pada Sektor Ekonomi: Study Kasus Sistem Kredit Sosial China

3 Desember 2023   18:49 Diperbarui: 3 Desember 2023   19:03 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otoritarianisme digital merujuk pada penggunaan teknologi dalam mengontrol dan memanipulasi penduduk baik di dalam maupun di luar negeri. China menerapkan otoritarianisme digital melalui sistem kredit sosial yang bertujuan untuk mengontrol perilaku masyarakat dan meningkatkan keamanan. Kebijakan tersebut diusulkan oleh Partai Komunis Cina melalui pertimbangan dari aktor politik lainnya di Cina. 

Kebijakan Sistem Kredit Sosial ditujukan untuk mengukur tingkat ketaatan dan kepatuhan warga Cina melalui poin yang berkisar dari 0 hingga 950. Sistem ini memberikan skor kredit sosial berdasarkan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari seperti membayar tagihan tepat waktu, mematuhi aturan lalu lintas, dan lain sebagainya. Poin tersebut akan menentukan akses warga Cina terhadap fasilitas-fasilitas negara. 

Warga negara dengan poin yang tinggi akan mendapatkan kemudahan dalam mengakses fasilitas negara, begitu pula sebaliknya. Pelaksanaan Sistem Kredit Sosial dilakukan dengan pemantauan warga melalui fasilitas cctv yang telah disebar ke berbagai wilayah publik. Poin skor kredit sosial ini selanjutnya digunakan oleh pemerintah China untuk memberikan insentif atau hukuman kepada masyarakat. 

Sistem kredit sosial pertama kali diluncurkan oleh pemerintah China pada tahun 2014. Sistem ini awalnya dikembangkan untuk mendorong perilaku yang dianggap positif, seperti membayar pajak tepat waktu dan menyumbangkan darah. Namun, seiring berjalannya waktu, sistem ini juga digunakan untuk mengontrol perilaku masyarakat dan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah. 

Pada tahun 2017, pemerintah China mengeluarkan undang-undang yang mengatur sistem kredit sosial. undang-undang tersebut menetapkan bahwa sistem kredit sosial dapat digunakan untuk menentukan berbagai hak dan akses yang dimiliki individu, seperti akses ke layanan publik, pinjaman, dan pekerjaan.

Sistem kredit sosial di China diatur oleh beberapa undang-undang, diantaranya China Cybersecurity Law dan China Social Credit Law. China Cybersecurity Law memberikan dasar hukum bagi pemerintah China untuk mengumpulkan data pribadi masyarakat China dan memantau aktivitas online masyarakat China. 

Sementara itu China Social Credit Law menjadi dasar hukum bagi pemerintah China untuk mengumpulkan data tentang perilaku masyarakat China dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga menjadi patokan pemerintah China untuk memberikan insentif atau hukuman kepada masyarakat berdasarkan skor kredit sosial mereka.

Jika ditinjau dari sejarah konsep sistem kredit sosial sudah mulai didiskusikan dalam pemerintahan pada tahun 2003. Komite sentral menyatakan bahwa sistem kredit sosial harus dibentuk dengan menggunakan moralitas sebagai penunjangnya, hak milik sebagai landasannya, dan hukum sebagai penjaminnya. Selanjutnya pada tahun 2003-2007 dilakukan pencatatan kredit keuangan di berbagai wilayah di Cina yang dikumpulkan dalam bentuk registrasi kredit publik. Melalui kebijakan tersebut, bank yang akan memberi pinjaman terlebih dahulu memeriksa kelayakan pinjaman melalui registrasi kredit publik. 

Pada tahun 2007, terjadi pendefinisian yang lebih spesifik terhadap sistem kredit sosial ketika dewan negara menyatakan kredit sosial sebagai komponen lembaga dari ekonomi yang berfokus pada catatan kredit, pembayaran pajak, hingga catatan kontrak kinerja. 

Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat pada periode tahun 2007 hingga 2013, pengumpulan data finansial semakin berkembang dengan kemunculan perusahaan teknologi yang mampu mengelola data dalam jumlah masif. Beberapa perusahaan ternama seperti Alipay dan Sesame Credit bekerja sama dengan bank sentral untuk mengevaluasi kelayakan peminjaman individu.

Pada tahun 2009, dilakukan beta testing sistem kredit sosial di tiga kota besar Cina, yaitu Beijing, Shanghai, dan Guangzhou. Proyek tersebut bertujuan sebagai tahap pengetesan awal untuk mengevaluasi kekurangan dari sistem kredit sosial yang telah ada. Pada tahun 2014, konsep sistem kredit sosial Cina mengalami perubahan yang cukup signifikan. 

Hal ini dikarenakan peningkatan kasus kriminal yang mengakibatkan krisis kepercayaan dalam lingkungan masyarakat Cina. Kasus-kasus tersebut meliputi penghindaran pajak, penipuan, pemalsuan barang, keamanan makanan dan obat-obatan, hingga kecelakaan di berbagai pabrik. 

Meskipun begitu sistem kredit sosial ini mendapat protes yang keras dikarenakan digunakan secara menyimpang oleh pemerintah China untuk membungkam rakyatnya. Hal ini sangat jauh berbeda dari tujuan awal untuk menciptakan kontrol dan keamanan, bukan untuk membatasi suara dan kepedulian warga China kepada negara.

Pada tahun 2017, Li Wenzu, istri dari seorang aktivis hak asasi manusia yang ditahan oleh pemerintah China, ditangkap oleh polisi dan skor kredit sosialnya diturunkan. Hal ini membuat Li Wenzu kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan untuk menggunakan layanan publik. 

Satu tahun berikutnya yakni pada tahun 2018, seorang wanita bernama Zhang Ziyue ditangkap oleh polisi karena menggunakan media sosial untuk mengkritik pemerintah. Skor kredit sosial Zhang Ziyue kemudian diturunkan, dan dia dilarang menggunakan layanan publik selama satu tahun. 

Kemudian pada tahun 2019, Chen Qiushi, jurnalis independen yang meliput protes di Hong Kong, ditangkap oleh polisi dan skor kredit sosialnya diturunkan. masih pada tahun yang sama, seorang pria bernama Liu Xiaobo ditangkap oleh polisi karena menulis artikel yang kritis terhadap pemerintah. 

Selanjutnya Pada tahun 2020, seorang pria bernama Wang Quan Zhang ditangkap oleh polisi karena membela hak-hak minoritas di China. Skor kredit sosial Wang Quan Zhang kemudian diturunkan, dan dia dilarang bepergian.

Terakhir Kasus Zhang Chen yang merupakan seorang pengusaha yang memiliki peringkat kredit sosial yang tinggi. Namun, peringkat kredit sosialnya tiba-tiba turun setelah ia mengkritik pemerintah Tiongkok di media sosial. Akibatnya, Zhang Chen kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, tidak dapat membeli tiket pesawat atau kereta api serta dilarang memasuki beberapa tempat umum.

Kasus-kasus tersebut menjadi cerminan tentang sistem kredit sosial China yang menjadi seperti 2 bilah mata pisau. Satu sisi hak dan keamanan investasi terjamin sehingga melancarkan arus dana dari para investor. Namun disisi lain hak ekonomi warga negara menjadi terancam akibat penyalahgunaan sistem oleh pemerintah, bahkan kalangan pengusaha dan investor pun tetap dapat menjadi korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun