Di dalam kehidupan manusia, agar bisa mempertahankan hidup atau pun menambah pundi-pundi kekayaannya, manusia biasanya bekerja pada suatu perusahaan ataupun melakukan perputaran modal uang dengan berinvestasi mendirikan usaha baru maupun mengembangkan usaha yang sudah ada.
Perputaran modal uang tidak hanya terjadi pada dunia usaha sektor riil namun juga investasi secara tidak langsung pada emiten-emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan membentuk portfolio saham.
Motif dan cara berinvestasi seorang investor akan menentukan apakah suatu investasi itu mengandung unsur spekulasi atau kah justru mengandung unsur perjudian.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sudah secara jelas diterangkan bahwa dilarang berinvestasi yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian. Agar tidak terjebak pada investasi yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian, yuk ikuti tips dan strategy pada tulisan ini hingga akhir.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, dikutip dari https://kbbi.web.id/investasi, yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Contoh investor di bursa saham Indonesia seperti Sandiaga Uno, sebagai salah satu pemegang saham Saratoga, Anthoni Salim (Indofood), Lo Keng Hong (pemegang saham beberapa emiten) dll. Mereka berhasil mengumpulkan uang dan menjadi kaya raya karena emiten yang diinvestasikannya berhasil berkembang pesat sehingga menaikkan kapitalisasi pasarnya di bursa efek serta pendapatan dividen yang diterima pun juga jauh lebih besar dibandingkan pada awal berinvestasi.
Seorang investor tidak ubahnya seperti seorang pengusaha. Jika seorang pengusaha mendirikan suatu perusahaan atau melakukan ekspansi dengan membuka cabang baru atau membeli mesin baru misalnya, maka yang menjadi pertimbangan utama adalah usaha tersebut prospektif dan akan bertumbuh dimana diperkirakan akan balik modal dalam waktu sekian tahun dan sekian bulan misalnya. Butuh waktu yang lama untuk balik modal. Oleh karena itu dibutuhkan feasibility study (studi kelayakan) yang mendalam agar proyek tersebut dapat bertumbuh dan tidak gagal. Dan kalaupun gagal berapa toleransi resiko yang bisa ditanggung.
Kaitannya dengan berinvestasi di pasar saham dengan typical seperti seorang pengusaha maka harus memiliki pola pikir : butuh waktu berapa lama agar investasinya bisa balik modal (artinya bisa naik 100%). Ini memerlukan horizon investasi yang tidak pendek. Investor bisa melakukan riset kecil-kecilan (feasibility study) terhadap saham-saham yang yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sesuai dengan sektor yang menjadi kompetensinya. Jika sudah mengetahui kompetensinya kemudian secara short cut agar bisa balik modal lebih cepat maka carilah saham-saham yang sudah turun tajam dari level puncaknya. Ini akan memberikan peluang dimana probability turunnya sudah lebih kecil dibandingkan dengan probability naiknya.
Sementara itu spekulasi, dalam kamus besar bahasa Indonesia, dikutip dari https://kbbi.web.id/spekulasi, adalah 1) pendapat atau dugaan yang tidak berdasarkan kenyataan; tindakan yang bersifat untung-untungan; 2) (perihal) membeli atau menjual sesuatu yang mungkin mendatangkan untung besar.
Di Bursa Efek, contoh tindakan spekulasi ini seperti perilaku FOMO (fear of missing out) yakni tindakan ikut-ikutan dan merasa takut akan ketinggalan momentum. Bertransaksi berdasarkan rumor yang berkembang dan tidak sesuai dengan kenyataan. Selain itu juga berinvestasi akan menjadi spekulasi jika tidak berdasarkan dengan pertimbangan yang matang, dengan mengharapkan keuntungan yang besar serta akan menjadi kaya raya dalam waktu singkat.
Tindakan spekulasi akan memberikan peluang 50 : 50 untuk mendapatkan keuntungan atau kerugian dalam jangka pendek. Terkadang sinyal breakout (garis trend harga saham terkonfirmasi tertembus) belum tentu dikonfirmasi dengan berlanjutnya kenaikan harga saham keesokan harinya, bahkan banyak terjadi false break dimana harga saham justru turun walaupun sudah terkonfirmasi breakout seperti pada kasus saham Unilever pada bulan Februari 2023 yang berbalik arah melemah walaupun sudah terkonfirmasi breakout beberapa hari sebelumnya disebabkan rilis laporan keuangan kuartal ke-4 2022 yang mengecewakan.
Pada kasus yang lain bahkan ada pihak-pihak yang berkeinginan exit dari market dengan menggoreng berita dan sentimen yang positif seolah-olah emiten yang bersangkutan mempunyai business plan dan prospek yang menjanjikan dengan menggerakkan harga saham di pasar agar likuid dan terlihat aktif serta membuat trend harga saham bergerak naik. Setelah investor ritel terpancing dan terjebak mengakumulasi saham pada harga rata-rata yang tinggi maka pihak-pihak tersebut exit dari market sehingga investor ritel tinggal gigit jari karena memiliki floating loss yang besar. Ini bisa kita lihat pada emiten-emiten yang kepemilikan saham publiknya menjadi besar bahkan ada yang tidak memiliki pemegang saham pengendali, artinya kepemilikan saham publik hampir 100%. Berhati-hatilah.
Disini saya tidak bilang bahwa menggunakan analisa technical itu adalah spekulasi. Sama sekali Bukan!. Analisa technical digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan investasi karena bisa melihat demand-supply, inflow-outflow dan trend. Namun, menurut hemat saya, analisa technical bukan lah sebagai parameter utama dalam pengambilan suatu keputusan investasi karena dibelakang emiten ada bisnis yang sedang berjalan.
Berbeda halnya apabila investor memang sudah lama mengincar suatu saham dengan mempelajari model bisnisnya serta prospeknya dan yakin bahwa valuasinya masih wajar, namun karena harga sahamnya tidak mengalami pergerakan yang lama sehingga ragu untuk melakukan pembelian dan menunggu momentum terjadinya pembelian yang besar sehingga dari sisi grafik sudah terkonfirmasi breakout (tertembus) maka hal ini bukan lah termasuk spekulasi.
Sedangkan makna judi, dalam kamus besar bahasa Indonesia, dikutip dari https://kbbi.web.id/judi, adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu, kartu). Perjudian ini biasanya merupakan suatu permainan yang zero sum game yakni jika ada pihak yang menang pasti ada pihak yang kalah. Bisa dianalogikan dengan permainan menebak antara "angka" atau "gambar" yang muncul jika suatu mata uang logam Rupiah dilempar keatas. Apabila yang keluar adalah "angka" maka Pihak yang menebak "angka" akan menang sedangkan yang menebak "gambar" akan kalah.
Dalam transaksi di Bursa Efek, jika terdapat 2 pihak yang melakukan transaksi pada hari yang sama dimana kedua belah pihak tersebut harus menutup posisi beli atau jual pada hari itu juga yakni salah satu pihak memiliki motif beli lalu jual (memiliki view bullish) sedangkan pihak lainnya akan melakukan jual lalu beli (memiliki view bearish) bisa dianalogikan dengan pernyataan diatas. Hal ini karena pihak yang mendapatkan keuntungan atas transaksi tersebut berarti telah memberikan kedzaliman terhadap pihak lainnya yang mengalami kerugian karena harus "menutup posisi" sehingga harus jual rugi. Begitu pula sebaliknya.
Dalam fatwa DSN MUI No 80 tahun 2011 mengenai penerapan prinsip syariah dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar regular bursa efek menyatakan bahwa mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar regular di Bursa Efek boleh dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan khusus. Diantara point dalam ketentuan khusus tersebut menyatakan bahwa Pembeli boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah walaupun penyelesaian administrasi transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan dikemudian hari berdasarkan prinsp qabdh hukmi.
Pada ketentuan khusus tersebut, pada point yang lain, menyatakan bahwa pelaksanaan perdagangan efek harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulasi dan tindakan lain yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezaliman, taghtir, ghisysy, tanajusy/najsy, ihtikar, bai' al ma'dum, talaqqi al rukban, ghabn, riba dan tadlis.
Dalam fatwa diatas membolehkan melakukan beli - jual pada hari yang sama, namun harus memiliki batasan-batasan dalam bertransaksi diantaranya harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulasi dan tindakan lain yang didalamnya mengandung unsur riba, maisir (perjudian) dll seperti disebutkan diatas.
Bagaimana dengan investor yang sudah mengerti fundamental dan prospek suatu emiten kemudian ditransaksikan untuk mendapatkan capital gain memanfaatkan momentum dan sentiment dalam jangka pendek?. Hal ini bisa merusak psikologi investor dan keyakinan terhadap fundamental dan prospek emiten yang selama ini dibangun akan hancur jika misalnya dalam bertransaksi mengalami kerugian. Lebih baik memantau perkembangan kinerja emiten setiap kuartalan dan mencermati corporate action emiten untuk menentukan strategy selanjutnya apakah akan menambah bobot alokasi terhadap emiten tersebut atau kah memang harus jual rugi karena kinerja dan prospeknya tidak sesuai seperti yang diharapkan.
Lain cerita jika diluar dugaan ternyata harga saham tersebut naik tinggi misalnya 25% pada hari yang sama dan sudah mencapai target keuntungan sesuai dengan metode valuasi yang sudah dibikin maka sah-sah saja jika saham tersebut dijual. Atau misalnya ada kebutuhan mendesak dalam 1 pekan sejak melakukan pembelian dan sudah mendapatkan capital gain maka tidak masalah untuk dijual.
Jadi niat atau motif pada awal melakukan investasi akan menentukan apakah investasi pada suatu saham tersebut termasuk spekulasi ataukah judi. Pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri. Maka luruskan niat berinvestasi agar Halal, Berkah dan Manfaat.
Disclaimer : Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak ada unsur provokasi dan rekomendasi suatu saham tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H