Kita ini sebagai rakyat biasa di bawah tidak dapat berbuat apa-apa. Ya sudah kita berbuat untuk lingkungan kita masing-masing. Melakukan Contact Tracing sekadarnya, bersama-sama membatasi diri. Kita dapat membantu dengan melakukan itu. Karena tanpa gejala, maka siapapun yang berasal atau datang dari daerah zona merah misalnya, harus dianggap positif Covid19 sebelum bisa dibuktikan tidak. Memutus rantainya cuma isolasi minimal 14 hari. Karena kita tes-nya terbatas, jangan berharap dari tes. Apa mau berharap dari tes pakai Rapid Test yang ada 50 merk beredar di Indonesia mulai dari KW1, KW2, KW9, KW 10 ada semua disini?Â
2. Pendidikan Sosial
Bagaimana mendidik masyarakat untuk tidak men-stigmatisasi mereka yang positif Covid19? Waktu saya dan teman-teman diisolasi di Hotel Kesambi milik Pemerintah di Semarang itu, pikiran saya yang pertama  bahwa nanti tak akan ada orang mau menginap disitu, mungkin paling tidak sampai 1-2 tahun. Karena hotel dipakai menampung orang infeksi. Saat itu banyak penduduk sekitar hotel yang menolak. Dan contoh lain, ada beberapa SMA di Jakarta yang rencananya dipakai isolasi pasien Covid19, penduduk di sekitarnya juga menolak. Karena orang takut ketularan. Penjelasan ke masyarakat tidak tuntas. Bagaimana penularannya, siapa yang bisa ketularan.
Saat pertama kami datang, karena kami adalah rombongan pertama untuk fasilitas ini, semua karyawan hotel ketakutan. Jadi kami buat edukasi pada karyawan hotel. Kami di kamar di biarkan mengelola kamar kami sendiri. Kebersihan kamar kami kerjakan sendiri. Kami di beri sapu, sikat dan lainnya.Â
Kami mengganti seprei sendiri, semua kami lakukan sendiri tidak melibatkan karyawan hotel. Semua barang-barang kotor kami tidak ditangani karyawan hotel tapi dikumpulkan karyawan rumah Sakit, dicuci dan disterilkan oleh rumah sakit kemudian kembali kepada kami. Itu semua karena karyawan hotel takut.
 Lalu penduduk sekitar ramai mendatangi, RT, RW nya semua datang menanyakan tentang keberadaan kami. Hari pertama disana kami mau olah raga pagi, kami pun dilarang. Karena belum ada kesepakatan dengan Penduduk sekitar. Saya pribadi saat itu takutnya karena kami yang ketahuan positif jangan-jangan nanti kami dilempari batu sama mereka. Karena jenazah saja ditolak.
Sempat juga kami didatangi Penduduk, mereka protes gara-gara ada satu teman di hotel itu yang menjemur pakaian dalam di jendela. Dari kampung kelihatan, mereka takut virusnya terbang menghampiri mereka. Jadi banyak sekali penjelasan.Â
Kita butuh sosialisasi. Bahwa kami ini tenaga kesehatan, kami bisa menjaga diri agar tidak menulari orang lain. Kami kumpul di-isolasi di situ itu untuk memutus rantai. Kami tidak mengisolasi di rumah masing-masing karena kami takut jika nanti tiap hari akan ada petugas yang datang dengan pakaian "astronot" untuk memeriksa kami. Itu malah akan membuat geger satu kampung. Ada juga teman sejawat yang dipersoalkan tetangganya karena takut kalau ketularan. Dengan banyak fenomena ini, jangan menyalahkan pasien yang menutup informasi bahwa diri atau keluarganya positif Covid19.
Hindari Pendekatan Ancaman
Pendekatan pihak rumah sakit juga saya rasa kadang tidak benar. Kita lihat di Rumah Sakit Swasta, kalau mau berobat ke rumah sakit, baru sampai pintu sudah ada tulisan "Ancaman Pidana UU KUHP kalau tidak jujur dalam memberi informasi tentang Corona, tentang riwayat perjalanan, tentang riwayat test."Â
Pendekatannya pendekatan ancaman. Yang seharusnya adalah bagaimana usaha kita supaya justru kalau bisa ada orang yang terbuka mengatakan dirinya positif atau punya riwayat kontak dengan orang yang positif dan  Jadikan dia pahlawan supaya setiap lingkungan terbuka dan pada akhirya bisa mencegah penyebaran wabah. Sekiranya hal-hal ini yang dapat dilakukan di lingkungan masing- masing.