Mimpi Negara Islam Bersatu: Jalan Panjang Menuju Persatuan Dunia Muslim
Oleh:
Muhammad Jibril
Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
Jurusan Bahasa dan Sastra Aarab
Latar Belakang
Pada 19 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto menghadiri KTT D-8 di Kairo, Mesir. Dalam pidatonya, ia menekankan pentingnya persatuan negara-negara Islam. Ia juga menyoroti isu-isu global yang dihadapi umat Muslim.
Prabowo menyoroti lemahnya solidaritas antarnegara Muslim dalam isu perdamaian. Ia mengajak negara-negara Islam untuk bersatu mendukung Palestina. Populasi Muslim dunia mencapai dua miliar, potensi besar untuk persatuan.
Selain itu, Prabowo menekankan pentingnya mempromosikan Islam moderat. Hal ini disampaikan dalam pertemuannya dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi. Mereka membahas upaya bersama dalam melawan ekstremisme.
Indonesia akan menjadi Ketua D-8 periode 2026---2027. Keketuaan ini dimulai pada 1 Januari 2026. Hal ini menunjukkan peran strategis Indonesia dalam organisasi tersebut.
Seruan Prabowo mendapat respons positif dari berbagai pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung ajakan persatuan negara Muslim. Mereka menekankan pentingnya solidaritas dalam menyelesaikan isu global.
Urgensi Topik
Persatuan negara-negara Islam sangat penting dalam menghadapi tantangan global. Dengan bersatu, umat Muslim dapat memperkuat posisi di kancah internasional. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 10: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara."
Perpecahan di antara negara-negara Islam dapat melemahkan kekuatan kolektif umat. Oleh karena itu, menjaga persatuan menjadi kewajiban bersama. Rasulullah SAW bersabda: "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhaliminya dan tidak menyerahkannya kepada musuh."
Selain itu, persatuan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Kerja sama antarnegara Muslim membuka peluang pembangunan yang lebih merata. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Mu'minun ayat 52: "Sesungguhnya ini adalah umat kalian, umat yang satu, dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku."
Menjaga persatuan juga merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Dalam Surah Ali Imran ayat 103, Allah berfirman: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai."
Dengan demikian, memperkuat persatuan negara-negara Islam adalah langkah strategis. Hal ini tidak hanya memenuhi perintah agama, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan umat secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya untuk mewujudkan persatuan harus menjadi prioritas bersama.
Analisis Tantangan Persatuan Negara-Negara Islam
Perbedaan Politik dan Ideologi
Perbedaan politik dan ideologi di antara negara-negara Islam menjadi tantangan signifikan bagi upaya persatuan. Setiap negara memiliki sistem politik yang dipengaruhi oleh sejarah, budaya, dan interpretasi Islam yang berbeda. Misalnya, beberapa negara menerapkan sistem monarki, sementara yang lain berbentuk republik dengan berbagai tingkat demokrasi. Perbedaan ini menciptakan keragaman dalam pendekatan terhadap pemerintahan dan hukum.
Selain itu, interpretasi ideologi Islam yang beragam menambah kompleksitas hubungan antarnegara Muslim. Beberapa negara mengadopsi pendekatan Islam moderat, sementara yang lain condong ke arah konservatif atau bahkan fundamentalis. Perbedaan ini mempengaruhi kebijakan domestik dan luar negeri masing-masing negara. Akibatnya, koordinasi dalam isu-isu internasional menjadi lebih sulit.
Perbedaan ideologi politik juga tercermin dalam sikap terhadap hubungan agama dan negara. Sebagian negara memisahkan agama dari politik, sementara yang lain mengintegrasikan keduanya secara erat. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam penerapan hukum syariah dan hak-hak sipil. Perbedaan ini dapat menimbulkan ketegangan dalam kerjasama regional.
Selain itu, perbedaan dalam kebijakan luar negeri memperumit upaya persatuan. Beberapa negara memiliki aliansi dengan kekuatan Barat, sementara yang lain menentang pengaruh Barat. Perbedaan ini menciptakan blok-blok politik yang saling bersaing. Akibatnya, solidaritas dalam organisasi internasional seperti OKI menjadi terfragmentasi.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan dialog yang intensif dan saling pengertian. Negara-negara Islam perlu mencari titik temu dalam nilai-nilai universal Islam. Pendekatan inklusif dan toleran dapat menjadi dasar untuk membangun kerjasama yang lebih erat. Dengan demikian, perbedaan dapat dijadikan kekuatan dalam keragaman.
Konflik Internal dan Regional:
Konflik internal dan regional di dunia Islam merupakan tantangan signifikan bagi persatuan umat. Perbedaan etnis, sektarianisme, dan kepentingan politik sering memicu ketegangan. Misalnya, konflik antara Sunni dan Syiah di beberapa negara menyebabkan perpecahan mendalam. Selain itu, intervensi asing sering memperparah situasi, seperti yang terjadi di Suriah dan Yaman.
Di Yaman, konflik antara pemerintah dan kelompok Houthi telah menyebabkan krisis kemanusiaan. Situasi ini dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis seperti Al-Qaeda dan ISIS untuk memperluas pengaruh mereka. Kehadiran mereka menambah kompleksitas konflik dan menghambat upaya perdamaian.
Selain itu, konflik internal di negara-negara Islam sering kali dipengaruhi oleh warisan sejarah dan perbedaan pemahaman agama. Perbedaan ini dapat menyebabkan fragmentasi dan klaim kebenaran yang saling bertentangan, memperburuk konflik yang ada.
Penindasan terhadap minoritas Muslim di beberapa negara juga menambah daftar konflik yang dihadapi dunia Islam. Kasus Muslim Uighur di Xinjiang, China, misalnya, telah menarik perhatian internasional. Keterlibatan negara lain dalam penyelesaian konflik ini menjadi penting untuk menjaga perdamaian dan keadilan.
Untuk mengatasi konflik-konflik ini, diperlukan upaya resolusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Pendekatan yang menekankan pada penghormatan terhadap perbedaan, dialog, dan kerjasama antarnegara Muslim sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam Islam yang mendorong perdamaian dan persatuan umat.
Kepentingan Nasional vs. Kepentingan Ummah
Dalam konteks hubungan internasional, negara-negara Muslim sering dihadapkan pada dilema antara kepentingan nasional dan kepentingan umat Islam secara keseluruhan. Kepentingan nasional merujuk pada prioritas yang ditetapkan oleh suatu negara untuk kesejahteraan dan keamanan warganya. Sementara itu, kepentingan ummah (umat) mencakup kesejahteraan dan solidaritas seluruh komunitas Muslim di dunia. Ketegangan antara kedua kepentingan ini dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan diplomatik antarnegara Muslim.
Islam mengajarkan pentingnya persatuan dan solidaritas di antara umat Muslim. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 10: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara." Ayat ini menegaskan bahwa semua Muslim adalah saudara, sehingga kepentingan bersama seharusnya diutamakan. Namun, dalam praktiknya, negara-negara Muslim sering kali menghadapi situasi di mana kepentingan nasional mereka mungkin bertentangan dengan kepentingan ummah.
Misalnya, dalam isu konflik di negara-negara Muslim tertentu, beberapa negara mungkin memilih untuk tidak terlibat atau bahkan mendukung pihak yang berbeda berdasarkan pertimbangan politik dan ekonomi nasional mereka. Hal ini dapat menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam dan melemahkan solidaritas yang diajarkan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda: "Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam." Hadis ini mengilustrasikan betapa pentingnya solidaritas dan kepedulian terhadap sesama Muslim.
Untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan ummah, diperlukan kebijakan yang bijaksana dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam. Negara-negara Muslim perlu mengedepankan dialog dan kerjasama dalam menyelesaikan perbedaan, serta memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak merugikan umat Islam secara keseluruhan. Dengan demikian, kepentingan nasional dapat selaras dengan kepentingan ummah, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan keadilan dan persatuan.
Peluang dan Manfaat Persatuan Negara-Negara Islam
Kekuatan Ekonomi Kolektif
Kekuatan ekonomi kolektif negara-negara Islam memiliki potensi besar dalam perekonomian global. Dengan populasi Muslim yang mencapai sekitar 2 miliar, konsumsi produk halal diperkirakan mencapai 3 triliun dolar AS.
Namun, saat ini, industri makanan dan minuman halal masih didominasi oleh negara-negara non-Muslim seperti Brasil, India, Amerika Serikat, Rusia, dan China. Sementara itu, Indonesia menjadi konsumen terbesar produk halal, menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi di negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Untuk mengatasi ketidakseimbangan ini, diperlukan sinergi dan kerja sama yang erat antara negara-negara OKI. Pembangunan ekonomi syariah secara kolektif dapat meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi umat Islam. Dengan melibatkan minimal 57 negara anggota OKI, potensi pasar yang besar dapat dimanfaatkan secara optimal.
Selain itu, pengembangan sektor keuangan syariah, industri halal, dan pariwisata Islami dapat menjadi pilar penting dalam memperkuat ekonomi kolektif. Inovasi dan diversifikasi produk serta layanan yang sesuai dengan prinsip syariah akan menarik minat tidak hanya dari umat Muslim, tetapi juga dari komunitas global yang mencari sistem ekonomi yang etis dan berkeadilan.
Dengan demikian, melalui kolaborasi dan komitmen bersama, negara-negara Islam dapat membangun kekuatan ekonomi kolektif yang mampu berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan umat dan stabilitas perekonomian dunia.
Pengaruh Geopolitik
Pengaruh geopolitik negara-negara Islam memainkan peran signifikan dalam dinamika politik global. Dengan populasi Muslim yang mencapai sekitar 2 miliar jiwa, negara-negara ini memiliki potensi besar dalam membentuk arah kebijakan internasional. Sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak dan gas, menambah kekuatan ekonomi dan politik mereka. Namun, perbedaan ideologi dan kepentingan nasional sering kali menjadi hambatan dalam membangun solidaritas yang kuat di antara mereka.
Dalam konteks geopolitik kontemporer, negara-negara Islam tersebar di berbagai belahan dunia dan menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan dalam kancah perpolitikan global. Gerakan politik di negara-negara Islam memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan geopolitik saat ini. Namun, kelemahan dalam soliditas membuat Islam mudah dimasuki dan disusupi oleh pengaruh luar, sehingga terciptanya konflik antar Islam.
Selain itu, geopolitik juga berhubungan erat dengan konsep kekuatan dan pengaruh. Negara-negara dengan kekuatan militer yang besar atau sumber daya alam yang melimpah cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar dalam urusan internasional. Faktor-faktor politik seperti ideologi, sistem pemerintahan, dan kebijakan luar negeri juga dapat mempengaruhi pengaruh suatu negara dalam skala global.
Untuk memaksimalkan pengaruh geopolitik, negara-negara Islam perlu memperkuat kerjasama dan mengatasi perbedaan internal. Pendekatan yang menekankan pada penghormatan terhadap perbedaan, dialog, dan kerjasama antarnegara Muslim sangat diperlukan. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam Islam yang mendorong perdamaian dan persatuan umat.
Dengan demikian, melalui kolaborasi yang erat dan pemahaman bersama, negara-negara Islam dapat meningkatkan pengaruh geopolitik mereka. Hal ini tidak hanya akan membawa manfaat bagi umat Muslim, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas dan perdamaian dunia secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama di antara negara-negara Islam harus menjadi prioritas dalam agenda politik internasional.
Strategi Mewujudkan Persatuan
Mewujudkan persatuan di antara negara-negara Islam memerlukan strategi yang komprehensif dan terstruktur. Salah satu langkah awal adalah memperkuat dialog dan diplomasi antarnegara Muslim untuk menjembatani perbedaan politik dan ideologi. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Islam yang mendorong kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan.
Selain itu, penting untuk menekankan pendidikan yang mempromosikan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman. Pendidikan agama Islam memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan pola pikir umat Muslim, sehingga dapat memperkuat persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman.
Penguatan organisasi internasional seperti Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menjadi kunci dalam memfasilitasi kerja sama dan persatuan. OKI memiliki peran strategis dalam penguatan diplomasi Islam dan secara rutin mengadakan pertemuan untuk merespons permasalahan yang melibatkan negara-negara anggota.
Selain itu, meneladani ajaran Rasulullah SAW dalam memperkuat persaudaraan dan persatuan dapat menjadi inspirasi bagi upaya mewujudkan persatuan di antara negara-negara Islam. Rasulullah SAW melakukan berbagai upaya untuk merajut persatuan, seperti mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, serta menghilangkan rasisme dan fanatisme kesukuan.
Dengan menerapkan strategi-strategi tersebut, diharapkan negara-negara Islam dapat membangun persatuan yang kokoh, sehingga mampu menghadapi tantangan global secara bersama-sama dan efektif.
Kesimpulan
Persatuan negara-negara Islam adalah cita-cita yang berakar kuat pada ajaran agama dan memiliki relevansi strategis dalam konteks modern. Tantangan besar seperti perbedaan politik, konflik internal, dan dilema antara kepentingan nasional serta ummah tidak dapat disangkal menjadi penghalang serius. Namun, potensi kekuatan ekonomi kolektif dan pengaruh geopolitik negara-negara Muslim memberikan harapan untuk peran yang lebih signifikan di panggung internasional. Untuk mewujudkan persatuan ini, diperlukan pendekatan strategis melalui dialog diplomatik, pendidikan yang menanamkan nilai toleransi, dan penguatan peran organisasi internasional seperti OKI.
Allah SWT berfirman, "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai" (QS. Ali Imran: 103). Selain itu, Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam" (HR. Muslim). Dengan menjadikan prinsip persaudaraan dan solidaritas Islam sebagai landasan, negara-negara Muslim dapat membangun kerja sama yang kokoh, memperkuat kesejahteraan umat, dan memberikan kontribusi nyata bagi perdamaian dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H