sekitar pada abad ke-17 M, Pitu (7) Massenrempulu' berubah nama menjadi Lima Massenrempulu' karena Kerajaan Baringin dan Kerajaan Letta' tidak bergabung lagi ke dalam federasi Massenrempulu'.
Sejak abad ke-14 M, daerah ini disebut Massenrempulu yang artinya meminggir gunung atau menyusur gunung, sedangkan sebutan Enrekang dari Endeg yang artinya Naik Dari atau Panjat dan dari sinilah asal mulanya sebutan Endekan. Pada mulanya Kabupaten Enrekang merupakan suatu kerajaan besar bernama Malepong Bulan. Kerajaan ini kemudian bersifat Manurung (terdiri dari kerajaan-kerajaan yang lebih kecil) dengan sebuah federasi yang menggabungkan 7 kawasan/kerajaan yang lebih dikenal dengan federasi "Pitue Massenrempulu",
Pitu (7) Massenrempulu' ini terjadi kira-kira dalam abad ke-14 M. Tetapi sekitar pada abad ke-17, Pitu (7) Massenrempulu' berubah nama menjadi Lima Massenrempulu' karena kerajaan Baringin dan kerajaan Letta' tidak bergabung lagi ke dalam federasi Massenrempulu'.
Akibat dari politik Devide et Impera, pemerintah Belanda lalu memecah daerah ini dengan adanya Surat Keputusan dari Pemerintah Kerajaan Belanda (Korte Verklaring), dimana kerajaan Kassa dan kerajaan Batu Lappa' dimasukkan ke Sawitto. Ini terjadi sekitar 1905 sehingga untuk tetap pada keadaan Lima Massenrempulu' tersebut, maka kerajaan-kerajaan yang ada didalamnya yang dipecah.
Beberapa bentuk pemerintahan di wilayah Massenrempulu' pada masa itu.
Kerajaan-kerajaan di Massenrempulu' pada zaman penjajahan Belanda secara administrasi Belanda berubah menjadi Landshcap. Tiap Landschap dipimpin oleh seorang Arung (Zelftbesteur) dan dibantu oleh Sulewatang dan Pabbicara /Arung Lili, tetapi kebijaksanaan tetap ditangan Belanda sebagai Kontroleur.
 Federasi Lima Massenrempulu' kemudian menjadi: Buntu Batu, Malua, Alla'(Tallu Batu Papan/Duri), Enrekang (Endekan) dan Maiwa.
Pada tahun 1912 sampai dengan 1941 berubah lagi menjadi Onder Afdeling Enrekang yang dikepalai oleh seorang Kontroleur (Tuan Petoro).
KERAJAAN LETTA DAN KERAJAAN BONE
pada zaman Kerajaan Letta terkenal sebagai tanah subur sehingga apabila padinya rubuh, maka dua atau tiga petak sawah dapat tertutupi oleh padi yang rubuh itu. Berdasarkan kenyataan itu, maka raja Bone berminat mengambil bibit padi dari Letta yang terkenal itu untuk ditanam di wilayah Kerajaan Bone. Utusan pun diberangkatkan ke Letta untuk me-
nemui penguasa setempat (Raja Letta) untuk meminta benih padi khas Kerajaan Letta. Sesampainya di Letta, utusan dari Kerajaan Bone menyampaikan pesan Raja Bone untuk meminta benih (bine)