Mohon tunggu...
Muhammad Israq
Muhammad Israq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ejapi na nikana doang

Belajar sepanjang waktu !

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Birokratisasi Kemerdekaan

29 Agustus 2021   16:33 Diperbarui: 29 Agustus 2021   17:00 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka belajar - kampus merdeka menjadi terma yang cukup populer belakangan ini, terkhusus bagi para pemerhati dan pemikir pendidikan. Tidak jarang juga, masyarakat awam mengangkat tema tersebut sebagai objek kajian mereka di sela-sela diskusi. Dari segi istilah, merdeka belajar menjadi kabar yang cukup menggembirakan, namun punya kelainan yang mendasar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pekikan kata "Merdeka" dapat mengandung beberapa makna, diantaranya : Bebas (dari penghambaan, penjajahan dan sebagainya); tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat atau tidak bergantung kepada orang.

Jika tidak diberi penjelasan lebih komprehensif mengenai kata "Merdeka", akan muncul interpretasi yang berbeda dari tiap masyarakat. Boleh jadi kata "Merdeka", dimaknai bebas tanpa syarat, artinya kita boleh melakukan apa pun sesuai dengan yang kita inginkan.

Berbeda misalnya jika kita menggunakan kata "Mandiri", yang notabene mempunyai maksud yang sama dengan kata merdeka. Bedanya, kata "Mandiri", terkesan lebih halus dan juga dapat ditafsirkan sebagai pola perilaku yang bebas namun tetap terbimbing.

Saat pertama kali disosialisasikan oleh Mendikbud Nadiem Makarim, pada bulan Januari, 2020. Merdeka belajar -- kampus merdeka menuai sorotan dari berbagai kalangan. Dalam suatu acara Talk Show yang membahas persoalan merdeka belajar, Rocky Gerung  mengatakan, secara konseptual, merdeka belajar sudah kacau. 

Merdeka belajar seharusnya mampu memberi kebebasan bagi tiap peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka, akan tetapi pikiran mereka terus disuapi oleh negara.

Tidak luput juga Bagja Hidayat dalam opini yang dipublikasikan oleh Tempo yang berjudul "Salah kaprah kampus merdeka ala Nadiem Makarim". Ia mengatakan bahwa kabar menggembirakan seharusnya datang dari merdeka belajar, yakni para mahasiswa tidak lagi mati suri, artinya mereka akan lebih merespon wacana publik yang ada di sekitar mereka. 

Akan tetapi merdeka belajar yang diaktualisasikan oleh Nadiem Makarim hanya berdasar pada hal-hal mikro, misalnya hanya pada akreditasi kampus, program magang, pertukaran pelajar dan menghapuskan ujian nasional.

Dalam pidato Nadiem Makarim yang dipublikasikan oleh Kemendikbud RI pada tanggal 26 -- Januari -- 2020. Nadiem Makariem mengatakan bahwa "Inovasi hanya bisa dilakukan jika ruang gerak tidak dibatasi". Akan tetapi, dalam perkembangannya, konsep merdeka belajar ini secara tidak langsung telah membatasi pergerakan kita. 

Kita diharapkan mampu beradaptasi pada era industri, artinya kita hanya dipersiapkan sebagai pekerja di berbagai jenis bidang industri yang telah disediakan. Bagaimana misalnya jika kita di arahkan untuk menciptakan inovasi baru ?

Idealnya, jika kampus ingin mengembalikan eksistensinya, maka hal yang paling dasar untuk dilakukan ialah menjamin keberlangsungan kebebasan akademik. Ironinya, kampus merdeka hanya menawarkan pembukaan program studi baru, sistem akreditasi Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi berbadan hukum dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun