Kedamaian dan persatuan yang pernah diajarkan oleh rasulullohu salallohu alaihi wassalam terhadap ummat kini sudah terpecah belah. Sebagian orang yang mengaku beragama islam sembarang menyesatkan dan mengkafirkan beberapa golongan bahkan ada yang membubarkan kajian jama'ah lainya. Akhirnya substansi kemurnian beribadah kepada sang pencipta terkikis oleh simbolitas, ingin disanjung atau riya dihadapan manusia.
Jika praktik beragama dikuasai oleh kepentingan maupun kepuasan pribadi. Menjadikan simbol islam sebagai popularitas, islam sekedar di gambar, islam sekedar di lembaga maka lunturlah nilai-nilai kemurnian yang terkandung dalam kitab sucinya sendiri.
Jika Qur'an Tinggal Catatan
Sejumlah kaum muslimin dan muslimah berlomba untuk menikmati hidup di dunia dengan beranekaragam pilihan. Ada yang memilih untuk hidup sederhana, bergelut dengan buku, membaca karya sastra, membaca novel karya penulis terkenal di perpustakaan. Tentu semua itu tidaklah salah dilakukan bagi seorang pembaca yang budiman. Asalkan kita tidak lupa dengan membaca kitab suci Al-Qur'an sebagai pegangan ummat islam.
Pengajaran yang dilaksanakan di dunia pendidikan atau sekolah-sekolah umum sesungguhnya belumlah cukup untuk bisa memahami Al-Qur'an yang hanya diberlakukan beberapa jam saja. Pesantrenpun belumlah cukup mengajarkan Al-Qur'an dengan cara menghafalkan dan melagukanya jika belum dibarengi dengan didikan akhlak dan amalan kebaikan sehari-hari.
Al-Qur'an yang selama ini jadikan sebagai pedoman hidup, seakan-akan mulai ditinggalkan dan hanya tersusun mati di rak lemari rumah. Ada yang biasa jadikan Al-Qur'an sebagai simbol mahar dalam pernikahan. Kitab suci ini juga kerap dijadikan sebagai kitab suci sakti saat pelantikan para pejabat. Setelah masa pelantikan selesai Al-Quran mulai dilupakan dan ditinggalkan lembaran-lembaranya.Â
Selain dibaca tekstual Al-Qur'an juga  digunakan untuk membimbing ummat dalam berdakwah, bisa dilakukan dengan cara berdiskusi dengan teman, sahabat, jama'ah atau kawan yang berfungsi mengingatkan ketika lupa dan yang akan menguatkan sekaligus mengimbangi dalam sebuah majelis ilmu. Berdakwah bukan sekedar di mimbar dan bukan hanya tugasnya para ustadz atau tugas para da'i. Tetapi bisa dilakukan oleh setiap muslim.
Ketika Dakwah Sekedar di Mimbar
Ajaran islam tidak hadir dengan sendirinya tanpa melalui perjuangan para nabi, sahabat, keluarga dan para ulama-ulama terdahulu yang telah mendahului kita. Nabi Muhammad berdakwah melalui dua tempat utama yaitu di Mekah dan Madinah. Periode Mekah dilakukan secara keseluruhan selama 13 tahun dan periode madinah selama 10 tahun.
Ada dua cara yang dilakukan oleh nabi Muhammad saat berdakwah saat itu. Pertama, dakwah dilakukan oleh nabi secara sembunyi-sembunyi kepada, keluarga, kerabat terdekat sekitaran beliau. Kedua dakwah dilakukan secara terang-terangan kepada masyarakat luas.
Dakwah nabi adalah melakukan kunjungan ketempat-tempat jamuan makanan yang mempertemukan masyarakat dari berbagai golongan. Tidak memandang seseorang dari suku, ras, pangkat, jabatan dan wibawa kepada sesama manusia.