Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ariansyah
Muhammad Irfan Ariansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lambung Mangkurat

Belajar Nulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Paradoks Tiongkok: Negara Komunis yang Kapitalis

17 Juni 2024   08:47 Diperbarui: 17 Juni 2024   08:47 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Gambaran umum Tiongkok

Tiongkok merupakan sebuah negara yang memiliki peradaban yang sangatlah tua, dan dapat diketahui bahwa Tiongkok yang kita kenal sekarang tidak serta-merta langsung muncul seperti yang ada. Negara Tiongkok mengalami berbagai gejolak perang berkepanjangan bahkan sangat sering berganti-ganti kekuasan, perpacahan wilayah menjadi berbagai dinasti, bahkan setelah lepas dari sistem monarki pun masih tetap mengalami perang saudara antar partai komunis dan partai nasionalis komitan. Selain itu sampai akhir tahun 80-an negara Tiongkok masih miskin yang bahkan lebih maju negara kita Indonesia. Tapi sekarang Tiongkok sudah memiliki basis perkonomian yang kuat, jadi apa rahasia dan cara pemerintah Tiongkok dapat memajukan negaranya.

Tiongkok menempati posisi unik di kancah global, secara resmi mendukung ideologi komunis sambil secara bersamaan menerapkan kebijakan ekonomi kapitalis. Sikap paradoksal ini telah menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, menjadikan Tiongkok salah satu ekonomi terkemuka di dunia. Memahami dualitas ini memerlukan eksplorasi konteks sejarah Tiongkok, kerangka ideologis, reformasi ekonomi, serta tantangan dan kritik yang dihadapi.

Konteks Historis

Sejarah kebijakan ekonomi Tiongkok ditandai oleh pergeseran signifikan, dimulai dengan revolusi komunis Mao Zedong pada tahun 1949, yang mendirikan Republik Rakyat Tiongkok. Era Mao ditandai dengan perencanaan terpusat, kolektivisasi, dan kepemilikan negara, yang mengakibatkan gejolak sosial dan ekonomi yang signifikan, termasuk Lompatan Jauh ke Depan dan Revolusi Kebudayaan. Kebijakan ini awalnya bertujuan mengubah Tiongkok menjadi masyarakat tanpa kelas yang mandiri, tetapi berujung pada stagnasi ekonomi dan kemiskinan yang meluas.

Titik balik terjadi pada tahun 1978 ketika Deng Xiaoping memprakarsai kebijakan "Reformasi dan Keterbukaan". Pendekatan pragmatis Deng bertujuan memodernisasi ekonomi Tiongkok melalui reformasi berorientasi pasar sambil mempertahankan kendali politik Partai Komunis. Era ini menandai dimulainya penerapan praktik ekonomi kapitalis oleh Tiongkok, yang mengarah pada pergeseran signifikan dalam kebijakan dan perkembangan ekonomi.

Ideologi Komunis vs. Praktik Kapitalis

Ideologi komunis, yang didasarkan pada prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme, menganjurkan masyarakat tanpa kelas di mana alat produksi dimiliki secara kolektif. Ideologi ini menekankan perencanaan terpusat, distribusi kekayaan yang merata, dan penghapusan kepemilikan pribadi. Sebaliknya, kapitalisme mendorong kepemilikan pribadi, persaingan pasar, dan usaha yang berorientasi pada keuntungan, yang sering kali menghasilkan kesenjangan kekayaan yang signifikan. Sistem politik Tiongkok tetap berakar kuat pada ideologi komunis, dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) mempertahankan kendali politik yang ketat. Namun, secara ekonomi, Tiongkok telah mengadopsi banyak praktik kapitalis, seperti memungkinkan bisnis swasta, investasi asing, dan kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Perpaduan komunisme politik dan kapitalisme ekonomi ini telah menciptakan model sosial-ekonomi yang unik dan sulit dikategorikan.

Reformasi Ekonomi dan Pertumbuhan

Sejak akhir abad ke-20, Tiongkok telah melaksanakan serangkaian reformasi ekonomi yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Reformasi utama meliputi:

1. Dekolektivisasi Pertanian

Pada akhir 1970-an, Tiongkok memperkenalkan sistem tanggung jawab rumah tangga (household responsibility system) yang memungkinkan petani mengelola lahan mereka sendiri dan menjual hasil surplus. Sistem ini menggantikan kolektivisasi pertanian yang sebelumnya diberlakukan di bawah kepemimpinan Mao Zedong. Reformasi ini secara signifikan meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan petani. Menurut data dari Bank Dunia, produktivitas pertanian di Tiongkok meningkat secara drastis pada tahun 1980-an. Produksi biji-bijian, misalnya, meningkat dari sekitar 305 juta ton pada tahun 1978 menjadi lebih dari 407 juta ton pada tahun 1984 . Reformasi ini membantu mengurangi kemiskinan di pedesaan dan meningkatkan ketersediaan pangan.Pengenalan sistem tanggung jawab rumah tangga memungkinkan petani mengelola lahan mereka sendiri dan menjual hasil surplus, yang secara signifikan meningkatkan produktivitas pertanian.

2. Zona Ekonomi Khusus (SEZ)

Pembentukan Zona Ekonomi Khusus (SEZ) merupakan langkah penting dalam menarik investasi asing dan teknologi. SEZ pertama didirikan di Shenzhen pada tahun 1980, diikuti oleh beberapa zona lainnya. SEZ dirancang untuk memberikan insentif ekonomi, termasuk kebijakan pajak yang lebih rendah dan regulasi yang lebih fleksibel, untuk menarik investasi asing dan mendorong ekspor. Data dari Kementerian Perdagangan Tiongkok menunjukkan bahwa SEZ telah berhasil menarik miliaran dolar investasi asing langsung (FDI). Sebagai contoh, Shenzhen, yang dulu merupakan desa nelayan kecil, telah berkembang menjadi kota metropolis dengan PDB melebihi $400 miliar pada tahun 2020 . Keberhasilan SEZ telah menjadi model bagi reformasi ekonomi yang lebih luas di Tiongkok.

3. Reformasi Perusahaan Milik Negara (BUMN)

Reformasi Perusahaan Milik Negara (BUMN) dimulai pada 1990-an, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing melalui restrukturisasi dan privatisasi parsial. Pemerintah Tiongkok mengizinkan BUMN untuk beroperasi lebih otonom dan menyesuaikan diri dengan mekanisme pasar. Langkah ini termasuk mengurangi ukuran BUMN yang tidak efisien dan meningkatkan pengelolaan melalui penerapan standar bisnis yang lebih modern. Menurut laporan dari Dana Moneter Internasional (IMF), reformasi ini membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional BUMN. Sekitar 50% dari total BUMN telah diprivatisasi sebagian atau sepenuhnya sejak reformasi dimulai . Reformasi ini juga memungkinkan BUMN untuk lebih berorientasi pada pasar dan meningkatkan kontribusi mereka terhadap ekonomi nasional.

4. Liberalisasi Sektor Keuangan

Reformasi di sektor perbankan dan keuangan telah memainkan peran kunci dalam memfasilitasi investasi dan diversifikasi ekonomi. Tiongkok telah membuka sektor keuangannya untuk investasi asing dan mengizinkan bank swasta beroperasi di pasar domestik. Langkah-langkah ini termasuk liberalisasi suku bunga, pengembangan pasar modal, dan peningkatan regulasi perbankan untuk memastikan stabilitas finansial. Data dari People's Bank of Tiongkok menunjukkan bahwa liberalisasi sektor keuangan telah membantu meningkatkan arus masuk investasi asing dan mendiversifikasi sumber pembiayaan bagi perusahaan Tiongkok. Pada tahun 2020, total aset perbankan di Tiongkok mencapai sekitar $40 triliun, menjadikannya salah satu sistem perbankan terbesar di dunia . Reformasi ini telah memperkuat sektor keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Perpaduan unik Tiongkok antara kendali politik komunis dan praktik ekonomi kapitalis telah menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa, tetapi tidak tanpa tantangan dan kritik yang signifikan. Reformasi ini menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, mengangkat ratusan juta orang dari kemiskinan dan mengubah Tiongkok menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia. PDB Tiongkok tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata hampir 10% selama tiga dekade, suatu prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah ekonomi modern. Masa depan ekonomi Tiongkok bergantung pada kemampuannya menavigasi kompleksitas ini dan melaksanakan reformasi yang diperlukan. Bagi negara komunis lain yang mempertimbangkan praktik kapitalis, pengalaman Tiongkok menawarkan pelajaran berharga dalam menyeimbangkan ideologi dengan strategi ekonomi yang praktis. Implikasi pendekatan Tiongkok akan terus membentuk dinamika ekonomi dan politik global di tahun-tahun mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun