Mohon tunggu...
Muhammad Imron
Muhammad Imron Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Buruh Tulis

Jika tidak ada kuasa untuk bicara, tulislah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia: Sebuah Kapal Tua dengan Tujuh Nakhoda

17 Agustus 2020   18:14 Diperbarui: 17 Agustus 2020   19:15 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya ilustrasi (kumparanMOM, 2018)

Kilas balik sejarah spesial HUT Republik Indonesia yang ke-75

Indonesia, sebuah negara yang kini telah berusia 75 tahun. Entah ini usia yang masih tergolong muda ataupun dapat dikatakan sudah tua. Usia 75 tahun memang usia yang masih cukup muda apabila disandingkan dengan Brazil, yang kini telah berusia 198 tahun dan masih tetap memiliki julukan negara berkembang.

Di sisi lain, Indonesia juga dapat dikatakan sebuah negara tua apabila disandingkan dengan Singapura, yang masih berusia 55 tahun tetapi sudah menjadi negara maju. Singapura hanya negara kecil, tidak banyak penduduk, juga tidak banyak masalah di sana, begitu sebagian besar rakyat Indonesia menganggapnya. Anggapan yang sebenarnya tidak membangun sama sekali.

Kini yang dapat kita lakukan hanya berlari, untuk secepat mungkin mengejar mereka, berjalan di tempat hanya akan membuat kita terus terlambat. Abdur Arsyad (Stand Up Comedian) pernah berkata dalam penampilannya, "Indonesia itu ibarat sebuah kapal tua, yang berlayar tak tau arah." Sajak yang sepertinya cocok untuk menggambarkan negara kita ini. Indonesia itu ibarat sebuah kapal tua, yang kini telah berganti tujuh nahkoda, tapi belum juga sampai ke titik yang dituju. Entahlah, belum sampai, atau memang kita sebenarnya tidak sama sekali memiliki tujuan. Sila persepsikan sendiri jawabannya.

Seorang Proklamator bersama Hatta dan pahlawan lainnya, memimpin rangkaian perjuangan. Mereka telah mengorbankan apapun yang dimilikinya, mulai dari harta, hingga nyawa. 75 tahun berselang.

Saat ini, kemudi itu telah 'pulang-pergi' diberikan kepada seseorang dari Solo, Jawa Tengah, yang menamai rekan kerja se-timnya dengan sebutan Kabinet kerja (I dan II), yang berkali-kali dalam kampanye hingga kepemimpinannya berkata akan menghapuskan stigma jawasentris (pembangunan yang ke-jawa-jawa-an).

"Indonesia kini tak lagi jawa-sentris", begitu kata Presiden Joko Widodo (nakhoda ke-7) saat berpidato dalam acara peringatan Hari Pahlawan, 5 tahun silam, di Surabaya. Pembangunan kini mulai terjadi di setiap sudut negeri yang 'katanya' begitu menyeluruh, mulai dari jembatan, hingga pikiran.

1. Soekarno

Dr. Ir. H. Soekarno, Sang Fajar, begitu beliau dijuluki. Seorang anak laki-laki yang dilahirkan tepat pukul setengah enam pagi, disaat fajar mulai menyingsing menunjukkan keindahannya. Tepat pada lembaran kertas baru, di abad yang baru, meninggalkan abad sembilan belas yang gelap gulita, menuju abad ke dua puluh yang terang benderang, dibuktikan dengan menaiknya pasang revolusi kemanusiaan (Cindy Adams, 1965, h.10).

Tanggal enam bulan enam tahun seribu sembilan ratus nol satu memang menjadi sebuah tanggal yang istimewa bagi bapak proklamator tersebut. Pada tanggal itulah sang proklamator dilahirkan atas hubungan perkawinan antara Raden Soekami Sostrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben. 

Perkawinan yang membuktikan adanya sebuah heterogenitas dan harmonisasi yang indah antar suku dan agama, yang di mana Raden Soekami Sastrodiharjo merupakan seorang keturunan suku jawa dan beragama Islam, sedangkan sang istri, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben merupakan seorang bangsawan dari Bali yang juga penganut agama Hindu. Soekarno merupakan anak bungsu dari dua bersaudara.

Seorang Polikus muda, begitu Sang Proklamator dapat juga disebut. Usia 20 tahun merupakan tahun emas untuknya, karena di usia itulah beliau mulai diilhami oleh ilmu-ilmu politik. Keinginan kuatnya untuk menyejahterahkan dan membangkitkan gelora semangat masyarakat di berbagai sektor, terutama di sektor ekonomi, sosial dan politik, selalu dia gaungkan. 

Maka dari itu, didirikannya Partai Nasional Indonesia (PNI) bersama enam kawannya dari Algemeene Studie Club, sebuah kelompok kuliah umum di Bandung. Partai tersebut sebagai wadah untuk Soekarno dan kawan-kawannya dalam merealisasikan keinginan kuatnya tersebut.

Teramat panjang apabila cerita dan pengalaman hidup beliau diceritakan semua, tetapi satu hal yang dapat kita serap dari nasihat beliau, yakni slogan "Jas Merah" yang memiliki arti, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Beliau memang selalu memberi peringatan kepada rakyatnya jika mengetahui dan mengenal sejarah itu merupakan suatu hal yang wajib, karena sejarah merupakan salah satu bagian dari kehidupan bangsa Indonesia.

Pada akhirnya, di usianya yang tepat menginjak 44 tahun, beliau memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada kediamannya yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, pada pukul sepuluh pagi, tahun 1945. Pembacaan teks proklamasi tersebut bermakna sebagai titik puncak kebebasan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan, serta diakui secara resmi sebagai sebuah negara yang merdeka.

Sehari kemudian, diangkatlah Ir. Soekarno menjadi Presiden pertama Indonesia, didampingi oleh Moh. Hatta sebagai wakilnya.

Perjalanan panjang dilakukannya dalam memimpin Indonesia yang saat itu masih berada pada pergolakan-pergolakan di berbagai daerah, hingga akhirnya Putera Sang Fajar itu runtuh pada tanggal 20 Februari 1967 ditandai dengan ditandatanganinya surat pernyataan penyerahan kekuasaan di Istana Merdeka.

2. Soeharto

Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto, seorang jendral tua yang selama 32 tahun berdiri kokoh di puncak tampuk pemerintahan negara Indonesia (A. Yogaswara, 2007, h.8). Seorang anak desa yang terlahir di Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, sebelah barat Kota Yogyakarta atas perkawinan antara Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu (pengatur pembagian air) dengan Sukirah.

Soeharto, Seorang pemimpin yang terkenal dengan sifatnya yang keras kepala dan suka menentang membuatnya memimpin selalu di dalam situasi yang serba pro dan kontra. Tetapi, di balik sifatnya yang keras kepala, dia adalah salah satu pemimpin yang sangat memperhatikan nasib rakyatnya yang dijelaskan melalui semboyan yang dibuatnya "Piye Kabare? Iseh Penak Jamanku Toh?". Soeharto, namanya pun tak terlepas dari sebuah makna, Soe yang berarti lebih baik dan Harto yang berarti kekayaan (Retnowati Abdulgani-Knapp, 2007, h.20).

Terlahir dari sebuah keluarga miskin tidaklah mematahkan semangatnya untuk menjadi seorang jenderal. Setelah resmi diangkat menjadi bagian dalam militer Republik Indonesia, berbagai pertempuran telah dia lalui mulai dari penyerbuan Kotabaru pada tanggal 7 Oktober 1945, hingga peristiwa G30S PKI yang telah membuat namanya melambung layaknya seorang rising star. 

Setelah terjadinya Gerakan 30 September yang terjadi antara bulan Oktober 1965 hingga Maret 1966, terjadilah masa perebutan pengaruh antara Presiden Soekarno yang saat itu cahayanya telah memudar, dengan the rising star, Soeharto. 

Masa inilah yang kemudian mengantarkan bangsa Indonesia memasuki sebuah lembaran baru yang bernama Orde Baru (A. Yogaswara, 2012, h.144) yang pada akhirnya, terbayar sudah semua perjuangan yang telah dilakukan olehnya, memiliki latar belakang militer, dia diangkat menjadi presiden ke-2 menggantikan Ir. Soekarno pada tanggal 12 Maret 1967.

"Jika sudah duduk, lupa berdiri," ungkapan skeptis itu yang mungkin cocok digunakan untuk 32 tahun kepemimpinan yang dikuasai oleh Soeharto. Berbagai permasalahan terjadi di masa itu, mulai dari Pertamina yang penuh dengan tindakan korupsi pada tahun 1970an, hingga terjadinya reformasi 1998 yang menjadi akhir dari jatuhnya sang raja.

Peristiwa reformasi yang diawali dengan krisis ekonomi yang dimulai sejak pertengahan tahun 1997, lalu mahasiswa menutut penurunan harga yang sering pula diplesetkan menjadi Harto dan Keluarga dan adanya reformasi pemerintahan yang bebas dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Kerusuhan demi kerusuhan terjadi pada akhir kepemimpinan Soeharto, tercatat kerusuhan yang terjadi di Jakarta saja pada tanggah 13-15 Mei telah menelan sedikitnya 500 orang tewas, 4.939 bangunan rusak dibakar, 1.119 mobil hangus, dan 1.026 rumah penduduk hancur. (2012, h.209).

Tetapi, di balik kontroversi sepanjang masa kepemimpinannya, Soeharto memang pantas dijuluki Bapak Pembangunan yang pada tahun 1983 diberikan kepadanya. Pelita (Pembangunan Lima Tahun), menjadi program yang saat itu menjadi unggulan dan memberikan banyak dampak kepada penghidupan masyarakat.

Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto membacakan naskah pengunduran diri yang sebelumnya telah dibuat oleh Yusril Ihza Mahendra dan secara resmi meletakkan jabatannya sebagai presiden, yang kemudian B.J. Habibie yang sebelumnya menjadi wakil dari Soeharto diangkat sumpahnya untuk menggantikan posisi Soeharto sebagai kepala negara.

3. B. J. Habibie

Prof. Dr. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng. Bapak pesawat terbang Indonesia, seperti itulah ingin aku menyebutnya. Sebutan itu bukanlah hanya sekedar julukan untuknya, tetapi memang dibuktikan dengan kehidupannya yang kini telah memiliki 46 hak paten di bidang aeronautika (Imam Solehudin, 2016). 

Berbagai pengakuan dan penghargaan telah diraihnya, mulai dari diterimanya sebagai anggota kehormatan Gesselschaft Fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman Barat pada tahun 1983 (A. Makmur Makka, 2008, h.3) hingga satu-satunya orang dari Asia yang meraih Edward Warner Award dari International Civil Aviation Organization (ICAO) pada tahun 1994 (Imam Solehudin, 2016).

Seorang anak yang lahir dan dibesarkan di kota Pare Pare, Sulawesi Selatan. Anak ke-empat dari delapan bersaudara atas perkawinan antara Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Apabila diperhatikan dari garis keturunan sang ibu, dia adalah generasi keempat dari Tjitrowardojo, seorang terdidik yang telah meraih gelar dokter dalam usia 19 tahun. (A. Makmur Makka, 2008, h.23).

B.J. Habibie pun menceritakan keheranannya tersebut didalam bukunya, Detik-Detik Yang Menentukan, B.J. Habibie (2006), dia mengatakan kepada Soeharto "Mengapa saya? Banyak orang yang lebih senior, lebih pintar, lebih pandai dan lebih berpengalaman dari diri saya." Tetapi seorang Soeharto yang terkenal dengan ketegasan dan keras kepalanya tetap saja memberikan kepercayaannya kepada B.J Habibie untuk memegang jabatan yang akan ditinggalkannya.

Dilantiklah B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998 untuk menjadi Presiden RI yang ketiga menggantikan pak Harto. Sulit bukan main mengendalikan kembali negara yang sebelumnya telah dikelilingi oleh berbagai masalah didalam maupun diluar negeri. Seratus hari yang cukup berat untuk Presiden RI ketiga kita menghadapi masalah multikompleks dan multidimensi. Menamakan kabinetnya dengan sebutan Kabinet Reformasi Pembangunan, B.J. Habibie bersama jajaran menterinya terus berupaya mengembalikan citra Pemerintah di mata dunia ataupun di mata rakyat.

Walaupun umur jabatannya hanyalah dapat dikatakan seumur jagung karena memang B.J. Habibie hanyalah memimpin Indonesia selama kurang lebih 17 bulan, tetapi setidaknya, B.J. Habibie sudah dapat setidaknya mengembalikan citra baik Indonesia dan Pemerintah seperti dahulu. Sebelum nantinya dinyatakan turun jabatan pada tanggal 20 Oktober 1999 yang kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid, seorang Kyai dari Jombang.

4. Gus Dur

Dr. K.H. Abdurrahman Wahid, seorang kiai besar dari Jombang, Jawa Timur. Cucu dan anak dari salah seorang pahlawan perjuangan Indonesia, yakni Hasyim Asy'ari dan Wahid Hasyim. Anak sulung dari 6 bersaudara atas perkawinan Wahid Hasyim dan Solichah. Gus Dur adalah seorang tokoh yang sangat dipandang enteng, tetapi juga sangat dihormati, dan sekaligus seorang tokoh yang sangat popular.

Seorang tokoh yang pada saat itu dijuluki sebagai tokoh yang "kesehatannya rapuh dan setengah buta." (Greg Barton, 2003, h.19). Walaupun kesehatan dan kondisi tubuhnya selalu dikeluhkan oleh banyak orang, tetapi tidak dikeluhkan olehnya, bahkan dia telah membuktikan bahwa dia tetap bisa memimpin sebuah negara yang notabene adalah sebuah negara besar. Dia pun membuktikan bahwa buta matanya tidak membuat buta pula hatinya, dia tetap memberikan yang terbaik kepada rakyatnya selama kurang lebih 2 tahun.

Selain menjadi presiden keempat Republik Indonesia, Gus Dur (sebutan untuk Abdurrahman Wahid) juga gemar menulis, bukunya yang cukup terkenal satu diantaranya adalah "Islamku, Islam Anda, Islam Kita" yang terbit pada tahun 2006.

Gus Dur, Salah satu pemimpin organisasi islam terbesar di dunia, itulah yang membuat Gus Dur sangatlah berwawasan luas dan memiliki banyak pengalaman. Tetapi, Gus Dur pun tak luput dari kekurangan, layaknya seorang manusia, satu diantaranya adalah dia seorang yang tidak teliti dan cenderung ceroboh dalam membuat pernyataan didepan umum. (2003, h.20).

Bahkan, sebelum pemilihan presiden yang saat itu dilakukan oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat, Gus Dur adalah calon yang tidak dijagokan sebagai pemenang apabila melihat dari segi pesaingnya, yang saat itu adalah B.J Habibie, calon Presiden petahana dan Megawati Soekarnoputri, ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 

Tetapi, saat itu, beberapa hari menjelang pemilihan presiden, B.J Habibie memutuskan untuk mengundurkan diri dari kompetisi yang membuat suara miliknya terpecah. Lalu, tersisa persaingan antara Megawati dan Gus dur. Pada akhirnya, Gus Dur lah yang memenangkan persaingan tersebut yang tidak disangka-sangka sebelumnya.

Terpilihlah Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia yang keempat menggantikan B.J. Habibie, dan terpilihlah Megawati Soekarnoputri sebagai wakilnya untuk membantu Gus Dur memimpin negara ini. Setelah terpilihnya Megawati sebagai wakil presiden, Gus Dur segera memilih orang-orang yang berkompetensi untuk mengisi slot-slot di kabinetnya, kegiatan ini disebut kegiatan "dagang sapi" oleh Gus Dur itu sendiri. (2003, h.376).

Walaupun masih terdapat banyak gejolak di daerah yang masih belum didamaikan oleh kabinet ini, seperti contohnya masalah yang ada di Papua dan pemberontakan yang ada di Aceh serta masalah yang paling terkenal pada zamannya yakni masalah Brunei Gate dan Bulog Gate. 

Tetapi, kabinet ini dapat dikatakan kabinet yang penuh dengan toleransi antar umat beragama, suku dan ras, karena dipimpin oleh seseorang yang dikenal sebagai bapak Pluralisme Indonesia. Sebelum akhirnya Abdurrahman Wahid lengser pada tanggal 23 Juli 2001 dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri, seorang wanita yang merupakan putri Sang Fajar.

5. Megawati Sukarnoputri

Dr. Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau yang sering disebut Megawati Soekarnoputri, putri sulung sang proklamator, Soekarno atas perkawinan dengan Fatmawati, penjahit pertama bendera Merah Putih. Seorang wanita yang tergolong nekat dan selalu memiliki banyak ambisi. Keputusannya untuk bergabung kedalam dunia politik sebenarnya tidak sesuai dengan keinginan keluarganya.

Dengan bergabungnya Megawati ke kancah politik, berarti dia telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik (Otto Ismail, 2012, h.2). Bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) telah membuatnya mengenali dunia politik lebih jauh. Kepribadiannya yang dapat dibilang tidak piawai di dunia poltik, tetapi berkat kerja kerasnya dan tekadnya untuk kelangsungan hidup yang lebih baik, akhirnya namanya semakin melambung di dalam internal partai.

Terpilihlah Megawati sebagai anggota DPR/MPR RI pada tahun 1987-1992 sebagai pekerjaan profesional pertamanya di bidang pemerintahan. Selain itu, namanya juga semakin melambung di dalam internal partai ketika beliau juga diangkat sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Dimulai sejak itulah, namanya mulai semakin dikenal dan diakui, walaupun kondisi politik pemerintahan yang saat itu dapat dibilang sedang buruk, tetapi beliau tetap melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut (2012, h.2).

Beberapa jabatan pun mulai diduduki olehnya setelah itu, mulai dari ketua umum DPP PDI pada tahun 1993 hingga akhirnya menjadi ketua umum PDI mengungguli Budi Hardjono. Setelah itu pun terjadi perebutan kursi ketua umum PDI antara Megawati dan Soerdjadi yang nantinya membuat partai tersebut pun terpecah menjadi dua kubu, yakni kubu PDI pimpinan Megawati dan kubu PDI pimpinan Soerjadi.

Berbagai permasalahan dihadapi oleh Megawati, hingga partai yang dipimpinnya tidak diakui oleh Pemerintah yang berujung tidak diikutsertakannya dalam pemilu 1997. Namun Megawati tidak patah semangat. Akhirnya beliau menyatakan keluar dari Partai Demokrasi Indonesia yang kemudian membuat partai baru yang dinamakannya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang masih bertahan hingga saat ini.

Kegigihannya pun membuat hasil, mulai dengan kembalinya beliau menduduki jabatan dalam DPR/MPR RI pada tahun 1999, menjadi Wakil Presiden mendampingi Gus Dur pada tahun 1999-2001, hingga pada akhirnya beliau diakui sebagai orang nomor satu di negara ini setelah dipilih oleh MPR untuk menduduki jabatan sebagai Presiden RI kelima menggantikan Abdurrahman Wahid pada tahun 2001. Kurang lebih 3 tahun beliau menjabat dari tahun 2001 hingga 2004 didampingi oleh Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden sebelum nantinya beliau digantikan oleh seorang Jenderal TNI bernama Susilo Bambang Yudhoyono

6. Susilo Bambang Yudhoyono

Jenderal TNI Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Seorang Jenderal yang dapat bermanuver memenangkan pertarungan di medan politik. Anak dari R. Soekotjo, seorang tentara sekaligus seorang pahlawan dan Siti Habibah, putri pendiri pondok pesantren Salafiyah. 

Tak banyak orang yang menyangka seorang SBY yang sebelumnya masih dipandang sebelah mata oleh lawan politiknya karena dianggap masih 'anak bawang' dalam memimpin negara, tetapi pada akhirnya dibuktikan ketika dirinya terpilih sebagai seorang Presiden, bahkan 2 periode, yakni pada tahun 2004 berpasangan dengan Jusuf Kalla dan 2009 berpasangan dengan Boediono.

Memang, tiada usaha yang tidak membuahkan hasil, itulah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan seorang Susilo Bambang Yudhoyono, yang jika dikutip dalam buku Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono (2009), "Ia (SBY) seperti percikan-percikan gelombang di tengah hening gelombang laut yang ganas" (Garda Maeswara, 2009, h.10). kariernya memang dilaluinya sedikit demi sedikit, beliau bukanlah orang yang tiba-tiba langsung besar namanya.

Beliau mengawali kariernya di bidang militer sebelum nantinya beliau terjun ke dunia politik. Namanya pun melambung ketika dia mejadi juru bicara dan ketua Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 dan Sidang Istimewa MPR 1998. Perjudian pun dilakukannya ketika menerima tawaran dari Presiden Gus Dur untuk menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi.

Kebimbangan saat itu melandanya, pilihan antara bertahan untuk mereformasi TNI atau bergabung menjadi Menteri di kabinet Persatuan Nasional dan melanjutkan kariernya dibidang politik. Namun, keputusan yang dibuat oleh SBY untuk bergabung dengan pemerintahan Gus Dur bukanlah keputusan yang salah. Akhirnya SBY Membuka sebuah lembaran baru pada hidupnya di bidang politik.

Setelah menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, karier politiknya mulai berjalan mulus. Selepas beliau menjabat di masa pemerintahan Gus Dur, beliau kembali ditunjuk untuk mengisi posisi di kabinet tersebut sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan. (2009, h.11).

Ketika era Pemerintahan Gus Dur lengser dan berganti dengan era Megawati, SBY kembali ditunjuk untuk mengemban tugas sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan di dalam kabinet Gotong Royong. Nama SBY pada era ini mulai bersinar. Berbagai aksi militer Pemerintah mulai dipimpinnya, mulai dari pemberantasan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), penanganan konflik Maluku dan sebagainya. (2009, h.59).

Sebuah pengalaman pertama di Indonesia ketika seorang Presiden dipilih langsung oleh rakyatnya, yakni era SBY-JK. Dua periode yang tidak terasa untuk seorang Susilo Bambang Yudhoyono, periode pertama ditemani oleh Jusuf Kalla dan periode kedua ditemani oleh Boediono.

Era kepemimpinan SBY pun tidak terlepas dari yang namanya pro dan kontra. Kegagalan ataupun keberhasilan adalah suatu hal yang wajar ketika siapapun pemimpinnya. Pembangunan pun banyak terjadi pada era ini, seperti pembangunan 293 waduk, 1.221 embung, 7,29 juta hektar lahan irigasi serta peningkatan kapasitas listrik di Indonesia. selain itu, sektor keuangan pun juga menjadi sasaran perbaikan pada era ini. Produk domestik bruto dan cadangan devisa Indonesia pun pada saat itu menjadi 15 besar dunia, saat melonjak hingga menjadi 10.063 triliun (Elza Astari Retaduari, 2016).

Tetapi pada era ini, masalah pun tetap terjadi dengan gagalnya persempit jurang kaya-miskin. Faisal Basri, seorang ekonom Universitas Indonesia pun pernah berpendapat, "Dari data 2008-2012 ini, ketimpangan kita bahkan lebih buruk dari India. Jadi makin kaya Anda, makin gencar kemajuannya. Makin miskin, semakin lambat perkembangan Anda." (Dwi Narwoko, 2014). Terbukti bahwa ketimpangan pada era ini pun sulit dihindarkan.

Selain itu, pemerataan ekonomi pun gagal dilakukan. Kegiatan pembangunan lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa saja, pulau-pulau lain sering dilupakan. Maka dari itu, banyak yang memberi stigma bahwa era ini adalah era Jawasentris. SBY memimpin selama 10 tahun. Mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2014, sebelum nantinya digantikan oleh Joko Widodo, seorang keturunan Jawa yang memiliki latar belakang seorang pengusaha kayu.

7. Joko Widodo

Ir. H. Joko Widodo, seorang pengusaha kayu dengan latar belakang lulusan kehutanan yang mulai memasuki dunia politik dengan si Banteng sebagai kendaraannya. Tidak banyak orang yang mengenal beliau sebelumnya. Namanya baru melambung saat beliau menjadi orang nomor satu di Kota Solo.

Terlahir dari keluarga sederhana tidak menjadi hambatan beliau untuk terus menggapai cita-citanya dan menjadi orang sukses. Beliau seorang anak sulung dari 4 bersaudara atas perkawinan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi (Fiddy Anggriawan, 2012).

Pandji Pragiwaksono pun pernah berkata yang dikutip dari buku Selamat Datang Presiden Jokowi, "Saya kaget bisa hidup di era ketika rakyat kembali mencintai pemimpin politiknya. Lihat bagaimana warga Jakarta begitu mencintai Jokowi dan Ahok..." terlihat sudah bahwa Joko Widodo terpilih menjadi seorang Presiden murni karena beliau dicintai oleh rakyatnya, bukan hanya rakyat Jakarta saja, tetapi seluruh rakyat Indonesia.

Pemilu 2014 sebagai sebuah peristiwa bersejarah bagi Joko Widodo. Beliau membuktikan bahwa meninggalkan Jakarta untuk memimpin Indonesia bukan suatu keputusan salah yang telah diambil. Walaupun pemilu pada tahun itu dapat dianggap sebagai sebuah pemilu yang cenderung brutal, terjadi banyak isu sara dan kampanye hitam.

Joko Widodo pun akhirnya keluar sebagai pemenang ditemani oleh Jusuf Kalla sebagai wakilnya mengalahkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa. Tiga tahun sudah Joko Widodo menjabat menjadi orang nomor satu di negeri ini. Ya, seperti biasanya, terdapat keberhasilan dan kegagalan pada suatu kepemimpinan. Evaluasi pun telah dilakukan untuk menilai kinerja pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam memimpin negara ini.

Menurut hasil survei CSIS (Centre for Strategic and International Studies) menilai tingkat kepuasan masyarakat pada pemerintahan ini terus meningkat. Pada tahun 2017, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah mencapai 68,3%. Hasil tersebut terus berkembang sejak tahun 2015.

Itulah hasil yang telah dibuat bersama dengan timnya yang dinamakan "Kabinet Kerja". Kepuasan tersebut dinilai dari berhasilnya Pemerintah menyetarakan semua pulau yang ada Indonesia dan telah menghapus anggapan bahwa Pemerintah hanya berpihak pada Pulau Jawa yang kemudian dikenal dengan stigma Jawasentris. Tetapi, dari sisi ekonomi belum ada perubahan yang signifikan. Maka dari itu, Pemerintah harus terus berusaha untuk memperbaiki perokonomian Indonesia baik itu yang bersifat internal maupun eksternal.

Kita sebagai rakyat Indonesia sudah sepatutnya mendukung siapapun pemimpin kita, tidak memandang siapapun beliau, baik dari agama, suku atau ras apapun. Bagi kita, yang terpenting adalah Pemerintah yang senantiasa mengutamakan rakyatnya, bangsanya dan negaranya. 

Pemimpin yang berhasil itu adalah pemimpin yang saat kepemimpinannya disukai dan dicintai oleh rakyatnya. Djarot Saiful Hidayat pun pernah berpesan dalam seminarnya, "kita harus berpuasa saat berkuasa." Kata kata itu dapat dimaknai, apabila nantinya kita memimpin, kita harus berpuasa dari sisi ego dan nafsu kita. Kita tidak boleh semena-mena menggunakan jabatan ataupun wewenang. 

Maka dari itu, siapapun pemimpinnya kelak, dukung dan bantulah beliau untuk Indonesia, karena tanpa kita, beliau tidak akan bisa. Jayalah Indonesiaku, jayalah bangsaku.

Sumber:
1. Abdur Arsyad. (2014) Grand Final Stand Up Comedy Indonesia Season 4, Komika [tampil pada 26 Juni 2014, Kompas TV, Jakarta]

2. Mohamad Anas dkk (2017) Pancasila Dalam Diskursus: Sejarah, Jalan Tengah, dan Filosofi Bangsa. Sleman, Ifada Publishing.

3. Makmur Makka (2008) The True Life of Habibie: Cerita Dibalik Kesuksesan. Depok, Pustaka IIMaN.

4. Greg Barton (2003) Biografi Gus Dur: The Authorized Bioghraphy of Abdurrahman. Yogyakarta, LKiS Yogyakarta.

5. Cindy Adams (1966) Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (cetakan pertama dan versi Bahasa Indonesia). New York, The Bobbs-Merrill Company, Inc.

6. Yogaswara (2012) Biografi Daripada Soeharto: Dari Kemusuk Hingga Kudeta Camdessus. Yogyakarta, MedPress Digital.

7. Bacharuddin Jusuf Habibie (2006) Detik-Detik Yang Menentukan. Jakarta, THC Mandiri.

8. Imam Solehudin (2016) Daftar Prestasi Fenomenal Habibie di Dunia Internasional. Jawapos [Internet], 24 Juni 2016. Tersedia pada: [dilihat pada 20 November 2017]

9. Otto Ismail (2012) Biografi Presiden Megawati Soekarnoputri [Internet], 5 Desember 2012. Tersedia pada: http://mukinews.com/tokoh/309-biografi-presiden-megawati-soekarnoputri.pdf > [dilihat pada 24 November 2017]

10. Garda Maeswara (2009) Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono. Yogyakarta, Penerbit NARASI.

11. Elza Astari Retaduari (2016) SBY Beberkan Keberhasilan Pimpin Indonesia 10 Tahun, ini Detailnya. Detik.com [Internet], 28 Maret 2016. Tersedia pada: [dilihat pada 29 November 2017]

12. Dwi Narwoko (2014) Daftar kegagalan SBY di bidang ekonomi selama 10 tahun berkuasa. Merdeka.com [Internet], 4 Juli 2014. Tersedia pada: [dilihat pada 29 November 2017]

13. Fiddy Anggriawan (2012) Jokowi Kenalkan Adik dan Ibu Kandungnya ke Publik. News.okezone.com [Internet], 20 September 2012. Tersedia pada: [dilihat pada 29 November 2017]

14. Pandji Pragiwaksono, dkk. (2014) Selamat Datang Presiden Jokowi. Yogyakarta, Bentang Pustaka.

15. Ridho Insan Putra (2017) 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Kepuasan Masyarakat Meningkat. News.liputan6.com [Internet], 19 Oktober 2017. Tersedia pada: [dilihat pada 29 November 2017]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun