Mohon tunggu...
Muhammad Imron
Muhammad Imron Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Buruh Tulis

Jika tidak ada kuasa untuk bicara, tulislah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia: Sebuah Kapal Tua dengan Tujuh Nakhoda

17 Agustus 2020   18:14 Diperbarui: 17 Agustus 2020   19:15 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya ilustrasi (kumparanMOM, 2018)

Beliau mengawali kariernya di bidang militer sebelum nantinya beliau terjun ke dunia politik. Namanya pun melambung ketika dia mejadi juru bicara dan ketua Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 dan Sidang Istimewa MPR 1998. Perjudian pun dilakukannya ketika menerima tawaran dari Presiden Gus Dur untuk menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi.

Kebimbangan saat itu melandanya, pilihan antara bertahan untuk mereformasi TNI atau bergabung menjadi Menteri di kabinet Persatuan Nasional dan melanjutkan kariernya dibidang politik. Namun, keputusan yang dibuat oleh SBY untuk bergabung dengan pemerintahan Gus Dur bukanlah keputusan yang salah. Akhirnya SBY Membuka sebuah lembaran baru pada hidupnya di bidang politik.

Setelah menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, karier politiknya mulai berjalan mulus. Selepas beliau menjabat di masa pemerintahan Gus Dur, beliau kembali ditunjuk untuk mengisi posisi di kabinet tersebut sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan. (2009, h.11).

Ketika era Pemerintahan Gus Dur lengser dan berganti dengan era Megawati, SBY kembali ditunjuk untuk mengemban tugas sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan di dalam kabinet Gotong Royong. Nama SBY pada era ini mulai bersinar. Berbagai aksi militer Pemerintah mulai dipimpinnya, mulai dari pemberantasan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), penanganan konflik Maluku dan sebagainya. (2009, h.59).

Sebuah pengalaman pertama di Indonesia ketika seorang Presiden dipilih langsung oleh rakyatnya, yakni era SBY-JK. Dua periode yang tidak terasa untuk seorang Susilo Bambang Yudhoyono, periode pertama ditemani oleh Jusuf Kalla dan periode kedua ditemani oleh Boediono.

Era kepemimpinan SBY pun tidak terlepas dari yang namanya pro dan kontra. Kegagalan ataupun keberhasilan adalah suatu hal yang wajar ketika siapapun pemimpinnya. Pembangunan pun banyak terjadi pada era ini, seperti pembangunan 293 waduk, 1.221 embung, 7,29 juta hektar lahan irigasi serta peningkatan kapasitas listrik di Indonesia. selain itu, sektor keuangan pun juga menjadi sasaran perbaikan pada era ini. Produk domestik bruto dan cadangan devisa Indonesia pun pada saat itu menjadi 15 besar dunia, saat melonjak hingga menjadi 10.063 triliun (Elza Astari Retaduari, 2016).

Tetapi pada era ini, masalah pun tetap terjadi dengan gagalnya persempit jurang kaya-miskin. Faisal Basri, seorang ekonom Universitas Indonesia pun pernah berpendapat, "Dari data 2008-2012 ini, ketimpangan kita bahkan lebih buruk dari India. Jadi makin kaya Anda, makin gencar kemajuannya. Makin miskin, semakin lambat perkembangan Anda." (Dwi Narwoko, 2014). Terbukti bahwa ketimpangan pada era ini pun sulit dihindarkan.

Selain itu, pemerataan ekonomi pun gagal dilakukan. Kegiatan pembangunan lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa saja, pulau-pulau lain sering dilupakan. Maka dari itu, banyak yang memberi stigma bahwa era ini adalah era Jawasentris. SBY memimpin selama 10 tahun. Mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2014, sebelum nantinya digantikan oleh Joko Widodo, seorang keturunan Jawa yang memiliki latar belakang seorang pengusaha kayu.

7. Joko Widodo

Ir. H. Joko Widodo, seorang pengusaha kayu dengan latar belakang lulusan kehutanan yang mulai memasuki dunia politik dengan si Banteng sebagai kendaraannya. Tidak banyak orang yang mengenal beliau sebelumnya. Namanya baru melambung saat beliau menjadi orang nomor satu di Kota Solo.

Terlahir dari keluarga sederhana tidak menjadi hambatan beliau untuk terus menggapai cita-citanya dan menjadi orang sukses. Beliau seorang anak sulung dari 4 bersaudara atas perkawinan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi (Fiddy Anggriawan, 2012).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun