Dengan menggunakan dimensi kekooperatifan, yang mengacu pada tingkat di mana salah satu pihak berupaya untuk memuaskan kepentingan pihak lain, dan ketegasan, yang mengacu pada tingkat di mana satu pihak berupaya untuk memenuhi kepentingan sendiri, kita dapat mengidentifikasi lima maksud penanganan konflik, yaitu:
- Bersaing.Â
Bersaing masalah adalah cara di mana individu atau pihak berusaha untuk mencapai tujuan pribadi mereka dengan mengungguli atau mengalahkan pihak lain yang terlibat dalam konflik atau situasi sulit. Ini mencerminkan keinginan untuk meraih keunggulan atas pesaing dan memenangkan pertarungan. Pendekatan ini sering ditandai dengan sikap agresif dan keinginan untuk menonjol di atas yang lain. Meskipun dapat membawa kemenangan dalam beberapa kasus, gaya bersaing juga berpotensi merusak hubungan antarpihak dan memperbesar konflik.
- Berkolaborasi.Â
Berkolaborasi adalah cara di mana individu atau kelompok yang berbeda bekerja sama aktif untuk mencapai tujuan bersama atau menyelesaikan tugas dengan memanfaatkan keahlian, sumber daya, dan pemahaman masing-masing. Dalam konteks ini, kolaborasi melibatkan pertukaran ide, pembagian tanggung jawab, komunikasi yang terbuka, dan kerja tim yang efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan. Namun gaya ini disinyalir memakan waktu, kompleksitas yang tinggi, kesulitan pengambilan keputusan, potensi pengorbanan yang tidak seimbang, potensi konflik internal dan ketergantungan berlebihan.
- Menghindar.Â
Menghindari masalah adalah cara di mana seseorang atau kelompok menghindari konflik atau situasi sulit dengan tidak menghadapinya secara langsung. Ini bisa berarti menghindari pertentangan, mengabaikan masalah, atau menunda pengambilan keputusan. Gaya ini umumnya dipilih ketika seseorang merasa tidak siap atau tidak nyaman menghadapi konflik atau ketidaksepakatan. Namun, penggunaan gaya ini bisa menyebabkan penundaan dalam penyelesaian masalah atau konflik, dan dalam beberapa kasus, memperburuk masalah seiring berjalannya waktu.
- Mengakomodasi.
Mengakomodasi masalah adalah cara di mana seseorang atau kelompok cenderung lebih memprioritaskan kepentingan orang lain daripada kepentingan mereka sendiri saat menyelesaikan konflik atau situasi sulit. Ini melibatkan pengorbanan atau penerimaan kebutuhan atau keinginan pribadi untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan orang lain. Gaya ini sering dipilih ketika hubungan jangka panjang atau kerjasama yang harmonis dianggap lebih penting daripada mempertahankan kepentingan pribadi secara eksklusif. Meskipun bisa menciptakan kedamaian sementara dan memperkuat hubungan, penggunaan berlebihan dari gaya ini dapat menyebabkan individu merasa dimanfaatkan atau merugikan secara tidak adil.
- Berkompromi.
Gaya berkompromi masalah adalah cara di mana individu atau pihak berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang terlibat dalam konflik atau situasi sulit. Ini melibatkan kesediaan untuk memberi dan menerima beberapa hal, dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama. Pendekatan ini menunjukkan sikap terbuka dan kolaboratif dalam menangani perbedaan, serta pengakuan bahwa kompromi seringkali diperlukan untuk memelihara hubungan yang baik dan mencapai tujuan bersama. Meskipun bisa menghasilkan solusi lebih cepat daripada gaya lain, seperti menghindari atau mengalahkan, kompromi juga dapat menyebabkan ketidakpuasan jika kompromi tidak merata atau jika kepentingan penting diabaikan.
Menurut Ross dalam Winardi (2013) Strategi dalam memecahkan konflik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Strategi Self – Help. Seringkali dianggap sebagai tindakan unilateral yang bersifat destruktif, strategi ini juga memiliki potensi untuk menjadi konstruktif. Pihak yang menggunakan strategi self-help dapat melakukan langkah-langkah seperti menarik diri, menghindar, tidak berpartisipasi, atau bertindak secara independen. Meskipun terkadang digunakan oleh pihak yang lebih kuat untuk menekan pihak yang lebih lemah, strategi self-help juga dapat digunakan untuk mencapai hasil yang positif dengan memberikan kesempatan bagi pihak yang terlibat untuk merenungkan situasi.
- Joint Problem Solving. Melibatkan kontrol bersama terhadap hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik. Setiap kelompok memiliki hak yang sama untuk menyuarakan pendapatnya dalam menentukan hasil akhir. Penyelesaian masalah seringkali dilakukan melalui pertemuan langsung, di mana pihak-pihak terlibat berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama. Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk terlibat aktif dalam proses penyelesaian konflik.
- Third-Party Decision Making. Melibatkan pihak ketiga yang netral dan independen yang dapat membawa perspektif baru dan solusi yang tidak bias. Pihak ketiga ini dapat berperan sebagai mediator, arbiter, atau fasilitator dalam membantu menyelesaikan konflik antara pihak-pihak yang terlibat. Pendekatan ini dapat membantu meredakan ketegangan dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk menemukan solusi yang memuaskan bagi semua pihak.
Urutan ini mencerminkan kebiasaan orang dalam mencari penyelesaian suatu masalah, dimulai dari cara yang tidak formal terlebih dahulu, kemudian beralih ke cara yang lebih formal jika strategi pertama tidak berhasil.
P. Tujuan Strategi Konflik
Dalam konteks sebuah organisasi atau lembaga, manajemen konflik yang dilakukan oleh lembaga atau karyawan melampaui sekadar pencarian solusi atau kesepakatan. Penyelesaian konflik tidak hanya bertujuan untuk mencapai kesepakatan, tetapi juga memiliki potensi untuk menghasilkan perkembangan positif dalam pengembangan pribadi bagi semua pihak yang terlibat. Kreitner dan Kinicki dalam Al – Qur’aniawan (2015) disebutkan beberapa hasil dari penyelesaian konflik sebagai berikut :
- Perjanjian atau kesepakatan
Perjanjian merupakan hasil kesepakatan bersama antara beberapa pihak yang terlibat dalam konflik dengan tujuan menyelesaikan ketidaksepakatan. Kesepakatan yang paling diinginkan untuk menyelesaikan permasalahan adalah yang adil dan merata bagi semua pihak yang terlibat. Sebaliknya, kesepakatan yang membuat salah satu pihak merasa dieksploitasi atau kalah dapat memperburuk konflik dan menumbuhkan rasa benci terhadap pihak lain.
- Â Hubungan yang lebih kuat
Kesepakatan yang efektif memfasilitasi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik untuk membangun hubungan komunikasi yang kuat dan memperoleh tingkat kepercayaan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesepakatan tersebut. Ini juga memungkinkan pihak-pihak yang bertikai untuk memiliki saling percaya, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan kesepakatan yang telah disepakati hingga penyelesaian akhir.
- Â Pembelajaran
Penyelesaian konflik yang berhasil dapat memberikan dampak positif bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap munculnya konflik dan mengembangkan keterampilan untuk mengatasi masalah konflik dengan cara yang kreatif. Seperti dalam prinsip manajemen, pengelolaan konflik yang berhasil bisa dipelajari melalui pengalaman dan introspeksi.
R. Definisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal menurut Wood (2013) komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi antara dua orang atau lebih, baik secara langsung tatap muka maupun melalui media, di mana umpan baliknya biasanya langsung terlihat atau diketahui. Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang terjadi dalam konteks interaksi sosial untuk memahami makna suatu pesan atau informasi dari stimulus tertentu (Maulana & H Gumelar, 2013).
Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi yang terjadi antara dua individu atau sekelompok kecil individu, di mana mereka saling berinteraksi dan memberikan umpan balik satu sama lain (Muchlisin, 2021). Dalam komunikasi interpersonal, terjadi perubahan dalam pemikiran, perasaan, dan sikap individu melalui interaksi, inspirasi, semangat, dan dorongan yang saling diberikan. Proses ini memungkinkan terjadinya komunikasi dialogis, di mana terdapat pergantian bersamaan (mutual understanding) dan empati antara pihak yang terlibat. Komunikasi interpersonal dianggap sebagai bentuk komunikasi yang paling efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku individu dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya.