Mohon tunggu...
Muhammad Ilyas
Muhammad Ilyas Mohon Tunggu... Guru - Pelajar

TukangTuru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Etika Pejabat Publik Kasus Korupsi

4 Mei 2024   08:59 Diperbarui: 4 Mei 2024   08:59 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelanggaran etika pejabat publik dalam melakukan tugas dan wewenangnya sebagai administrator di administrasi publik merupakan hal yang merugikan pemerintah dan masyarakat. Kasus suap jual beli jabatan dan korupsi bupati nonaktif probolinggo merupakan salah satu bentuk pelanggaran etika pejabat publik, sehingga perlunya penguatan pengawasan pada badan pemerintahan.

Dari kasus tindak pidana korupsi pada bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana tersebut dapat kita amati pula bahwa masih rendahnya integritas para ASN yang ada di tata kelola pemerintahan ini dalam mentaati etika dan norma-norma yang berlaku. Penulisan ini digunakan pendekatan kualitatif melalui metode deskriptif. Sumber data dan informasi sekunder menjadi data yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini dimana data tersebut telah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain, data literasi tersebut antara lain yaitu: jurnal, laporan hasil penelitian, sumber elektronik, dan buku yang relevan dengan kasus yang diangkat.

Tujuan penulisan ini dibuat untuk dapat menganalisis kasus korupsi dan jual beli jabatan Bupati Nonaktif Probolinggo yang terbukti melanggar etika dan kode etik pejabat publik.

Kata kunci: administrasi; etika; korupsi; pejabat publik

Analisis Kasus Korupsi Berdasarkan Profesi

Korupsi yang merugikan masyarakat dan negara ini terus berkembang di lingkungan pemerintahan, sehingga perlu adanya pengawasan yang optimal, tindakan preventif didukung oleh berbagai pihak, hingga tindakan represif yang ketat dan memberikan efek jera. Salah satu kasus korupsi yang sedang dibicarakan oleh masyarakat akhir-akhir ini adalah kasus korupsi Bupati Probolinggo Puput Tantriana. Sebagai pejabat publik, Puput Tantriana melanggar etika pejabat publik dengan korupsi jual beli jabatan.

Dari data resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 1 Juni 2020, jumlah total korupsi berdasarkan profesi/jabatan sejak tahun 2004 sampai dengan 2020 mencapai 1207 orang. Dari jumlah yang ada, posisi tertinggi dipegang oleh swasta sebanyak 308 orang (26%), kemudian anggota DPR dan DPRD 274 orang (23%), eselon I/II/III 230 orang (19%), lainnya 157 orang (13%), sampai di posisi ke lima yaitu Walikota/Bupati 122 orang (10%), dan disusul oleh lembaga/kementerian, hakim, gubernur, jaksa, pengacara, komisioner, korporasi, duta besar, serta polisi.

Pada data di atas, terlihat bahwa kaum elite khususnya aparatur negara dan pejabat publik berpotensi besar dalam melakukan tindakan korupsi. Sebagai bupati yang dalam prosesnya melewati pemilihan umum oleh masyarakat, Puput Tantriana telah mematahkan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat dan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya. Kasus korupsi yang kian merajalela, dalam konteks ini melibatkan para pemimpin lokal dan keluarga mereka harus menjadi catatan tersendiri untuk pemerintah dalam memerangi tindakan tercela korupsi dan menanamkan jiwa anti korupsi sejak dini.

Kronologi Kasus Korupsi Bupati Nonaktif Probolinggo Puput Tantriana

Berawal dari kemunduran agenda Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tahap II di Kabupaten Probolinggo yang seharusnya diselenggarakan pada tanggal 27 Desember 2021. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, menerangkan bahwa di Kabupaten Probolinggo terhitung sebanyak 252 kepala desa dari 24 kecamatan telah menyelesaikan masa tugasnya sejak tanggal 9 September 2021. Akibatnya, kursi jabatan kepala desa mengalami kekosongan sementara.

Untuk mengatasi hal tersebut, para pejabat dari ASN Pemkab Probolinggo dengan usulan camat dipilih sebagai kepala desa. Namun dalam prosesnya, terdapat persyaratan khusus bahwa nama yang diajukan oleh camat harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Hasan Aminuddin yaitu salah satu Anggota DPR RI dan juga merupakan suami dari Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari. Persetujuan tersebut berupa paraf Hasan Aminuddin sebagai representasi Bupati Puput Tantriana yang diberikan pada nota dinas pengusulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun