Pidato pembelaannya di pengadilan Den Haag tahun 1928 Â berjudul "Indonesia Merdeka" menginspirasi perjuangan menumpas kolonialisme di bumi Indonesia.Â
Demokrasi Kita, esai kritik yang ia tulis tahun 1960 dan dilarang cetak oleh Soekarno itu masih sangat relevan sebagai renungan jalannya demokrasi kita hari ini.Â
Sebagai ekonom, ia merupakan promotor utama ide-ide koperasi sebagai jalan rakyat mencapai kemandirian ekonomi sehingga ia didapuk sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Sejak muda, aktivitas politik Hatta selalu menekankan kepada pentingnya pendidikan dan kaderisasi untuk melahirkan generasi pemimpin baru.Â
Ia sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan gerombolan sirkus politik yang dengan sengaja memanipulasi rakyat demi mempertahankan kekuasaan.
Langkanya sosok Hatta juga ditunjukan dari sifatnya yang kokoh dalam berprinsip, ia bukanlah pemimpin yang kata-kata dan perilakunya seringkali berkebalikan.
Kita semua pasti sudah mengetahui kisah Hatta yang selalu diulang-ulang dalam pelajaran sejarah, tentang tekad Hatta yang baru akan menikah ketika Indonesia sudah merdeka, dan ia benar-benar menunaikan janjinya.
Ketika Singapura menghukum mati 2 marinir Indonesia, Hatta kecewa berat dan sampai akhir hidupnya ia selalu menolak untuk berkunjung ke negara tersebut. Bagi Hatta, ini soal prinsip.
Mengutip coretan Hatta di rumah pengasingannya di Pulau Bangka, "Pemimpin berarti suri tauladan dalam segala perbuatannya."
Inilah ketauladanan yang telah dicontohkan oleh Hatta, semoga dunia politik kita berubah dan memberikan jalan bagi lahirnya hatta-hatta lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H