Mohon tunggu...
Muhammad Ilham Assafiq
Muhammad Ilham Assafiq Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa IAIN Salatiga

Hobi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketentuan Putusnya Ikatan Pernikahan

3 Juni 2022   16:43 Diperbarui: 3 Juni 2022   16:50 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketentuan Tentang Putusnya Ikatan Perkawinan

A. Pengertian Putusnya Perkawinan

Putusnya perkawinan merupakan istilah hukum yang sering digunakan dalam Undang-Undang Perkawinan untuk menjelaskan berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang selama hidup menjadi sepasang suami istri. Istilah yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah perceraian.
1. Pengertian Putusnya Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan.

Istilah "perceraian" terdapat dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang memuat ketentuan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Perceraian menurut hukum Agama Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mencakup perceraian dalam pengertian cerai talak dan perceraian dalam pengertian cerai gugat. Perceraian karena talak adalah perceraian yang diajukan oleh suami kepada Pengadilan Agama. Sedangkan perceraian karena cerai gugat ialah perceraian yang diajukan oleh istri kepada Pengadilan Agama.

2. Pengertian Putusnya Perkawinan Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam.

Perkawinan dapat putus karena tiga hal yaitu karena kematian, perceraian dan atas putusan Pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. Talak merupakan ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat 5 jenis talak antara lain Talak Raj'I, Talak Ba'in Shughraa, Talak Ba`in Kubraa, Talak sunny dan Talak bid`I.

3. Pengertian Putusnya Perkawinan Berdasarkan Pendapat Ahli.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, putusnya perkawinan karena kematian di sebut dengan "cerai mati", sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian terdapat dua istilah yaitu, cerai gugat (khulu') dan cerai talak. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan di sebut dengan istilah "cerai batal"

Menurut Subekti, perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu perkawinan, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.

Menurut R. Soetojo Prawiroharmid jojo dan Aziz Saefuddin, perceraian berbeda dengan pemutusan perkawinan, karena sesudah perpisahan meja dan tempat tidur yang didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari suami maupun dari istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada perselisihan antara suami dan istri.

B. Faktor Penyebab Putusnya Ikatan Perkawinan

Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan Pengadilan. Putusnya perkawinan karena kematian maksudnya adalah apabila apabila salah seorang dari kedua suami istri itu meninggal dunia, maka perkawinannya putus karena adanya kematian. Sementara putusnya perkawinan karena perceraian antara suami istri maksudnya apabila suami istri itu bercerai. Perceraian ini dapat terjadi langsung atau dengan tempo dengan menggunakan kata talaq atau kata lain yang senada. Sedangkan putusnya perkawinan karena putusan Pengadilan terjadi karena pembatalan perkawinan, dengan demikian perkawinan itu harus memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Syarat-syarat yang tidak dapat dipenuhi dalam suatu perkawinan, maka perkawinannya dapat dibatalkan.

Referensi
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 108
Pasal 14 sampai Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 20 sampai Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Azis Safioedin, Hukum Orang Dan Keluarga, Bandung: Alumni, 1986, hal. 109
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermassa, 1996, hal. 42

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun