Mohon tunggu...
muhammad idhan
muhammad idhan Mohon Tunggu... Buruh - biasa

tinggal di makassar

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ketika Sesaat di Manado

3 Agustus 2010   05:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu waktu masih di tingkat sekolah dasar, seingatku ada dua hal yang berkaitan dengan Manado. pertama ketika pak guru menugaskan untuk menghapal nama-nama propinsi lengkap dengan ibukotanya masing masing. kemudian yang kedua adalah makanan. Meski saya tinggal di kota makassar, namun ibuku sering juga membuat makanan yang disebutnya sebagai bubur manado.

Barulah menjelang usia kepala tiga saya ditakdirkan untuk menjejakkan kaki di ibukota propinsi sulawesi utara ini. itupun agak tak terduga sebenarnya. suatu ketika seorang kawan punya hajatan di kota nyiur melambai itu. Tujuan utama bukan Manado sebenarnya, tapi Taman Nasional Bunaken. Namun kalau ke Bunaken mestilah singgah dulu di Manado karena untuk menyeberang ke pulau wisata itu, fasilitas kapal penyeberangan berada di kota Manado.

[caption id="attachment_214267" align="alignleft" width="300" caption="pulau manado tua (dok: pribadi)"][/caption]

Wikipedia menuliskan bahwa  Manado  kadang disebut Manado. Penamaan Manado diambil dari nama sebuah pulau yang terletak di sebelah pulau bunaken yakni pulau manado tua. Kata manado sendiri berasal dari bahasa Minahasa yakni Mana rou atau Mana dou yang berarti ” di jauh”. Dari pusat kota manado, pulau manado tua terlihat sangat jelas karena jaraknya relatif dekat. Saya semula mengira pulau itu adalah gunung, mengingat bentuknya  nampak meninggi dan menyempit pada ujungnya.

Bubur Manado

ummm..nyamanna..

sebenarnya saya sudah lumayan sering mencicipinya, karena makanan ini gampang saja cara buatnya. cukup bikin bubur lalu tambahkan sayur-sayuran dan jangan lupa sambal, maka jadilah bubur manado.

Mumpung sedang di Manado, terbersit keinginan untuk menjajal bubur manado di asalnya. konon rasa bubur manado di daerah asalnya ini sangat berbeda kalau diracik oleh bukan orang manado. Maka berbekal informasi dari seorang karyawan hotel, kami lalu menuju jalan wakeke. Disana menurut karyawan tadi, banyak terdapat warung yang menyediakan bubur manado.

Jalan Wakeke sepertinya menjadi salah satu sentra bubur manado. ada beberapa warung yang berjejeran dan seluruhnya menjajakan bubur manado. ketika sampai disana, warung-warung itu nampak ramai.

Singkat cerita kami masuk warung, duduk dan memesan. Pesanannya apalagi kalau bukan BUBUR MANADO !!! :-)

Mencicipi bubur manado di daerah asalnya memang beda. begitulah kesimpulan saya. meski pedasnya begitu menonjol tapi tetap saja nikmat. entah bagaimana si pemasak meraciknya. kami semua bercucuran keringat saat itu, tapi segar rasanya.

kelak ketika perjalanan pulang ke makassar, rasa pedas ala manado membuatku gelisah di pesawat.

Kota Pariwisata

tengah malamnya manado

Saat berada di manado, nampak jelas kota ini sedang berbenah. beberapa spanduk dan tulisan menjelaskan alasan pembenahan itu. tahun 2010 ini, manado mendeklarasikan dirinya sebagai kota pariwisata dunia. bekal deklarasi itu sebenarnya sangat jelas yakni pesona Taman Nasional laut Bunaken yang banyak digemari oleh wisatawan domestik dan mancanegara.

Meski jualan utama wisata adalah Bunaken, namun pusat kota manado juga ikut berhias. selintas nampak mereka telah siap. jalan-jalan beraspal mulus, orang-orang yang ramah dan lain sebagainya.

Saat World Ocean Conference (WOC) di gelar di Manado pada tahun 2009, ribuan pendatang membanjiri kota ini. mereka berasal dari berbagai negeri. masyarakat dan pemerintah kota manado mempersiapkan banyak hal saat itu termasuk fasilitas jalan dan akomodasi serta etika masyarakat. ibarat putri, manado saat itu bersolek sedemikian rupa.  dan hasilnya adalah kepuasan para pengunjung. banyak teman yang datang ke manado saat WOC memberikan jempol bagi tuan rumah.

meski saya ke sana paska WOC, namun kecantikan sang putri masih ada. setidaknya itu terlihat dari masih relatif bagusnya sarana jalan yang sempat kami lalui. semoga saja demikian seterusnya, karena kebetahan seorang wisatawan lebih kurang juga ditentukan oleh bagus tidaknya fasilitas pendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun