Mohon tunggu...
Muhammad hatta Abdan
Muhammad hatta Abdan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Hatta Abdan

FB : Muhammad Hatta IG : mhattaabdan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tragedi di Maba Selatan

31 Oktober 2022   22:42 Diperbarui: 31 Oktober 2022   22:49 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jangan diam, mari gabung kita turun untuk berjuang. Duka dan luka yang terjadi sudah berulang, maka mari saling rangkul kita serang.

Tragedi kelam dan tragis kala itu, kini terjadi lagi. Tangisan dan darah mengalir tanpa henti diatas tanah Halmahera yang ramah.

Dari kali waci sampai gowenle darah ini masih mengalir dan air mata belum sepenuh kering, sebab semua hanya lah janji.

Kami menolak lupa.!!

Angin selatan dari arah Timur Halmahera bawa kabar perihal nyawa yang direnggut habis dengan busur panah dan parang. Sontak air mata dan kemarahan memuncak.

Weda, Patani, dan Maba kini makin terluka, setelah satu nyawa diakhir tahun kembali terbunuh oleh mereka orang-orang biadab.

Tahun demi tahun kita selalu disuguhkan dengan darah dan air mata. Entah berapa lagi nyawa yang akan kalian habisi dengan keji.?

Adakah sedikit rasa kasihan untuk kami.? adakah toleransi Kemanusiaan untuk kami.?, Hentikan kekejaman ini, kalau tidak, tanah Halmahera akan banjir dengan darah

Anak muda Fagogoru angkat bicara desak pemerintah dan aparat, meski nanti akan dihadang dengan senapan.

Satu harapan di pagi hari yang cerah, dengan parang dan saloi mereka pergi tanpa sarapan. Banting tulang ditengah hutan demi anak-anak dimasa datang.

Lewati jalan dan terjalnya gunung, mereka melangkah berharap pulang dengan selamat. Tapi, orang-orang biadab itu datang dan menghunus parang ditubuhnya dengan keji tanpa kasihan.

Astgaaa...

Dibawa pohon kelapa yang rindang, tubuh kekarnya tergelatak. Darah dan tangisan Istrinya pecah, angin seketika berhenti berembus menangisi nyawa yang tak bersalah.

Pemrintah harus dengar dan jangan diam, sebab ini sudah keterlaluan. Ambil langkah dan bijaki ini dengan sungguh, bukan takut apalagi ragu.

Ini soal darah dan air mata para petani di selatan. Masa depan mereka ada ditengah belantara hutan, maka pemerintah harus lihat dan kawal hingga tuntas kasus ini.

Semoga pemerintah masih waras, meski terkadang hilang rasa dan sadar. Semoga aparat terus perkasa, memihak dan melindungi hak-hak rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun