Pada masa ini, terdapat empat badan peradilan yaitu:
- Al-Qadha, hakimnya bergelar Al-Qadhi. Bertugas mengurus perkara yang berhubungan dengan agama pada umumnya. Al-Qadha adalah lembaga yang berfungsi memberi penerangan dan pembinaan hukum, menyelesaikan perkara sengketa, perselisihan, dan masalah wakaf.
- Al-Hisbah, hakimnya bergelar Muhtasib, bertugas menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan masalah-masalah umum dan tindak pidana yang memerlukan pengurusan segera. Tugas pejabat Al Hisbah adalah amar ma’ruf nahi munkar.
- Wilayat al-Mazhalim, hakimnya bergelar Qadhi Al Mazhalim, yaitu kekuasaan pengadilan yang lebih tinggi dari kekuasaan Al-Qadhi dan Muhtasib, yang bertugas memeriksa kasus-kasus yang tidak masuk dalam wewenang hakim biasa, tetapi pada kasus-kasus yang menyangkut penganiayaan yang dilakukan oleh penguasa terhadap rakyat biasa.
- Al-Mahkamah Al-Askariyah, hakimnya bergelar Qadhi Al-‘Askar atau Qadhi Al-Jund. Ini adalah peradilan militer. Badan ini sudah ada sejak zaman Sultan Shalahuddin Yusuf bin Ayub. Tugasnya adalah menghadiri sidang ketika persidangan tersebut menyangkut anggota militer atau tentara.
        Periode selanjutnya adalah dinasti Utsmaniyyah. Daulah Utsmaniyyah dirintis oleh Ertugrul Ghazi di kota Syukud, Turki pada tahun 1230-1924 M, setelah tumbangnya Kesultanan Saljuk oleh bangsa Mongol. Setelah ia wafat, ia digantikan oleh Putranya Bernama Utsman bin Ertugrul (Utsman I). Beliau lah yang mendirikan Daulah Utsmaniyyah pada tahun 1299 M. Hingga pada akhirnya daulah Utsmaniyyah di masa Sultan Abdul Majid II resmi dibubarkan pada tahun 1924 M. Sumber hukum pada masa ini diambil dari 3 sumber, yaitu Fiqih, Iradah Saniyah (keputusan Khalifah/Sultan) Qanun (Keputusan rapat Menteri-Menteri yang disahkan oleh khalifah/sultan).
        Pada masa dinasti Utsmaniyyah, kelembagaan dalam bidang hukum dan peradilan terbagi ke dalam 2 fase: Fase sebelum Tandhimat (perubahan) dan setelah Tandhimat. Pada masa sebelum Tandhimat, Terdepat 2 lembaga yaitu:
Al-Qadhi: Berwenang dalam pelaksanaan hukum syariah. Tidak hanya ada di ibukota kerajaan, namun juga di daerah-daerah. Dikepalai oleh Qadhi Al-Qadhat.
Syurthah: Berwenang dalam pelaksanaan hukum non-syariah seperti mencegah tindak kriminal, pelanggaran HAM, dll. Â Menggunakan hukum adat setempat. Dikepalai oleh Shahibul Syurthah.
Pada masa ini, peranan Syaikhul Islam (Mufti) sangat besar. Mufti menetapkan hukum tidak hanya bagi Muslim, namun juga non-muslim dalam segala aspek hukum.
        Pada masa setelah Tandhimat, Daulah Utsmani yang mengalami penurunan karena kekalahan dan ketertinggalan dari Eropa menganggap hukum yang berlaku harus diperbaharui. Oleh karena itu, porsi wewenang Mufti dikurangi hanya pada ranah hukum syariah dan keluarga. Sementara hukum ekonomi dan politik negara diserahkan kepada Dewan  Perancang Hukum yang berkiblat pada hukum eropa. Maka ditetapkanlah Piagam Gulhane (1839) dan Piagam Hamayun (1856) yang mendorong dibentuknya undang-undang; seperti undag-undang anti korupsi, penjaminan kebebasan beragama, dan kesempatan bagi warga negara non muslim untuk bisa duduk di posisi pemerintahan.
        Pada hukum era modern, negara-negara timur tengah yang mayoritas bersistem kerajaan, mulai berubah menjadi republik, walaupun masih ada juga yang teetap menganurt sistem kerajaan. Sebagai contoh adalah Saudi Arabia, yang keputusan tertingginya ada di tangan raja. Sumber hukum peradilan yang pertama dan paling utama di kerajaan Saudi Arabia adalah al-Qur’an dan hadist. Sumber lainnya adalah kitab Syarh Muntaha al-Iradat Al-Matn, Kitab Syarh al-Iqna’, Khassyaf al-Qina’ an Matni al-Qina’, dan Al-Matn Li Al-Buhuti. Namun kitab ini hanyalah sebagai rujukan dan kerangka acuan. Hukum kerajaan Arab Saudi berlandaskan madzhab Hanbali. Pengadilan di kerajaan Saudia Arabia terdiri atas 3 tingkatan:
- Al-Mahakim al-Musta’jilah/Mahakim Juziyah. Peradilan yang bersifat segera. Lembaga ini bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang mendesak, baik dalam bidang pidana maupun perdata. Bidang pidana menyangkut kejahatan yang menimbulkan luka, sedangkan dalam bidang perdata menyangkut masalah keuangan yang nilainya tidak lebih dari 300 riyal. Secara kelembagaan, kedudukan peradilan ini berpusat di kota Makkah, Madinah, dan Jeddah. Perangkat penegak hukum pada pengadilan ini adalah hakim tunggal.
- Al-Mahakim Asy-syar’iyyah: peradilan syar’iyyah. Peradilan ini berwenang menangani hukuman potong tangan dan hukuman mati. Selain itu juga berwenang menyelesaikan perkara Al Ahwal Al Syakhshiyah, yang mencakup nikah, talak, rujuk, wasiat, dan al-mal yang nilainya 300 riyal.
- Hay’ah al-Muraqabah al-Qadha’iyyah: yaitu Badan Pengawas Peradilan atau disebut dengan Peradilan Syariat Agung (Al-Mahkamah As Syar’iyyah Al Kubra). Susunan lembaga ini terdiri atas pimpinan, pembantu, dan tiga orang hakim anggota, yang keseluruhannya diangkat oleh raja.
Tugas dan wewenang Hay’ah al-Muraqabah al-Qadha’iyyah adalah Mengadili perkara-perkara banding, Mengendalikan administrasi dan mengawasi peradilan, Menerbitkan fatwa yang dimintakan kepadanya, Mengawasi lembaga pendidikan & kurikulum Pendidikan, dan Supervisi terhadap Lembaga-lembaga amar ma’ruf nahi munkar.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H