Apa Itu Model Dialektika Hanacaraka?
Model Dialektika Hanacaraka merupakan pendekatan filosofis yang berasal dari budaya Jawa, yang menekankan pada keselarasan, keharmonisan, dan kolaborasi dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam konteks auditing perpajakan. Berbeda dengan pendekatan yang lebih konfrontatif, seperti yang sering dijumpai dalam model dialektika Hegelian, Hanacaraka mengutamakan dialog, kerjasama, dan pencapaian kesepakatan antara semua pihak yang terlibat, baik itu pihak pajak, wajib pajak, maupun masyarakat.
Dialektika Hanacaraka adalah pendekatan yang lebih filosofis dan bersifat proaktif, berfokus pada keselarasan dan keharmonisan dalam pengambilan keputusan. Model ini mengutamakan komunikasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan dalam auditing perpajakan, sehingga menghasilkan solusi yang saling menguntungkan.
Model ini sangat relevan dalam konteks perpajakan karena menciptakan ruang untuk membangun hubungan yang lebih baik antara pemerintah dan wajib pajak, yang sering kali dianggap sebagai "musuh" dalam sistem perpajakan. Dengan pendekatan ini, Diharapkan bahwa komunikasi yang baik dapat mencegah konflik dan mendorong kepatuhan yang lebih besar terhadap peraturan perpajakan.
Model dialektika Hanacaraka dalam audit perpajakan menyoroti pentingnya komunikasi, kerjasama, dan saling menghormati antara fiskus dan wajib pajak. Dengan penerapan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan dapat menciptakan sistem perpajakan yang lebih efektif dan adil. Pendekatan ini membawa perspektif budaya lokal yang kaya ke dalam praktik modern yang relevan dengan upaya meningkatkan kepatuhan pajak dan transparansi.
1. Hanacaraka
- Hana Caraka (yang berarti "ada komunikasi") adalah konsep awal dalam model ini. Dalam konteks audit perpajakan, Hana Caraka menekankan pentingnya komunikasi efektif antara pihak-pihak yang terlibat, terutama antara petugas pajak (fiskus) dan wajib pajak.
- Pentingnya Dialog: Dialog terbuka diperlukan untuk memahami perspektif masing-masing pihak. Hal ini penting untuk mengurangi kesalahan persepsi, yang sering menjadi sumber konflik dalam konteks perpajakan. Misalnya, wajib pajak mungkin merasa bahwa pajak yang mereka bayar terlalu tinggi, sementara fiskus perlu mengedukasi wajib pajak tentang alasan di balik struktur pajak tersebut.
- Pembangunan Relasi: Komunikasi yang dilakukan secara teratur dan transparan dapat membangun kepercayaan antara fiskus dan wajib pajak. Kepercayaan ini sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan mengurangi tingkat penghindaran pajak.
- Keterlibatan Publik: Dengan mendorong komunikasi tidak hanya antara fiskus dan wajib pajak, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam diskusi kebijakan perpajakan, akan tercipta sistem yang lebih demokratis dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
2. Data Sawala
- Data Sawala merujuk pada proses pengumpulan dan pembahasan data secara kolektif untuk mencapai kesepakatan dan keputusan yang lebih baik. Di dalam konteks perpajakan, hal ini dapat diterapkan dengan cara:
- Pengumpulan Data: Mengumpulkan data yang relevan dan berkualitas dari berbagai sumber, termasuk laporan keuangan, hasil survei, dan informasi dari wajib pajak. Penting untuk memastikan bahwa data ini akurat dan dapat dipercaya.
- Analisis Bersama: Melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam analisis data untuk memahami tren dan masalah yang ada. Misalnya, pertemuan antara fiskus, akuntan, dan perwakilan wajib pajak untuk membahas dinamika kepatuhan pajak.
- Pengambilan Keputusan: Setelah melalui proses analisis, langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan bersama. Hal ini akan menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan diterima oleh semua pihak.
- Peningkatan Proses: Proses ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan sistem perpajakan yang ada, dengan mendengarkan umpan balik dari wajib pajak mengenai proses pengumpulan dan pelaporan pajak.
3. Padha Jayanya
- Padha Jayanya berarti "sama-sama berdaya" atau "sama-sama memiliki kekuatan." Dalam konteks auditing perpajakan, Padha Jayanya menekankan pentingnya saling menghormati dan mendukung antara fiskus dan wajib pajak, sehingga tercipta lingkungan yang saling menguntungkan.
- Keterlibatan Aktif: Semua pihak diharapkan berperan aktif dalam proses audit dan kepatuhan pajak. Ini mencakup diskusi yang melibatkan semua pemangku kepentingan, di mana setiap suara diakui dan dihargai.
- Pembangunan Kapasitas: Padha Jayanya mendorong dalam pembangunan kapasitas antara pihak fiskus dan wajib pajak. Fiskus perlu memberikan pendidikan dan pelatihan kepada wajib pajak agar mereka memahami kewajiban mereka, sementara wajib pajak perlu proaktif dalam memenuhi kewajiban pajak mereka.
- Respon Terhadap Isu: Ketika isu muncul, penting untuk diatasi bersama. Jika sebuah kasus ketidakpatuhan pajak muncul, tidak hanya kewajiban fiskus untuk bertindak, tetapi juga harus ada pemahaman dari wajib pajak akan konsekuensi serta saling mendukung untuk menyelesaikan masalah tersebut.