Mohon tunggu...
Muhammad Haikal Faturrahman
Muhammad Haikal Faturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Penggemar Buku, Penggila Sepak Bola

Menulis, Membaca, Berdiskusi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Islam dan Sosialisme Religius: Sintesis Nilai Spiritual dan Keadilan Sosial

19 Januari 2025   22:07 Diperbarui: 19 Januari 2025   22:28 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Haikal Faturrahman 

Oleh: Muhammad Haikal Faturrahman, Ketua Umum HmI Komisariat FISIP UNMUL 

Di tengah percaturan global antara kapitalisme dan sosialisme, Islam menawarkan jalan tengah yang unik, menggabungkan aspek kebebasan individu dengan tanggung jawab sosial. Kapitalisme dan sosialisme, meskipun berasal dari akar materialisme yang sama, berkembang menjadi dua kutub yang saling bertentangan. Kapitalisme mengagungkan kebebasan individu dan kepemilikan pribadi, sementara sosialisme menekankan keadilan sosial melalui pengaturan kolektif. Namun, di balik pertarungan ideologis ini, keduanya gagal menjawab kebutuhan manusia secara holistik.

Kegagalan Sosialisme dan Anomali Kapitalisme

Setelah lebih dari setengah abad perang dingin, sosialisme menunjukkan kegagalannya. Prediksi Karl Marx tentang kehancuran kapitalisme akibat revolusi proletariat tidak pernah terbukti. Bahkan di bawah rezim seperti Lenin, Stalin, dan Mao Zedong, keadilan sosial yang dijanjikan tak kunjung tiba, sementara kebebasan individu dikorbankan. Di sisi lain, kapitalisme, meskipun menang secara material, menghadirkan anomali besar berupa ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan yang struktural.

Hegemoni kapitalisme membawa kemakmuran material bagi sebagian kecil populasi dunia, namun menciptakan jurang ketimpangan yang semakin lebar. Kapitalisme memandang kesenjangan sebagai disparitas kecil dan kerusakan lingkungan hanya sebagai efek samping dari pertumbuhan ekonomi. Dalam sistem ini, akumulasi modal tanpa batas menjadi tujuan utama, bahkan melalui cara-cara spekulatif yang merugikan banyak pihak.

Islam: Jalan Tengah yang Revolusioner

Islam, sebagai sebuah sistem nilai, menghormati kebebasan individu dan kepemilikan pribadi, seperti yang terlihat dalam kapitalisme. Namun, prinsip ini didasarkan pada tanggung jawab sosial yang kuat, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an: "supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu" (Q.S. Al-Hasyr: 7). Dalam Islam, harta yang dimiliki seseorang juga mengandung hak orang lain, menegaskan pentingnya distribusi yang adil.

Dalam konteks sosialisme, keberpihakan Islam terhadap kaum tertindas sangat jelas. Al-Qur'an menyatakan: "Kami bermaksud memberikan karunia kepada kaum tertindas, Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris di muka bumi" (Q.S. Al-Qashash: 5). Ayat ini menegaskan misi Islam untuk merombak struktur ketidakadilan dalam masyarakat. Namun, transformasi ini bukan untuk menegakkan kediktatoran baru, melainkan untuk menciptakan struktur baru yang lebih adil dan egaliter.

Sintesis Islam dan Sosialisme Religius

Islam mengajarkan prinsip-prinsip yang sejalan dengan sosialisme, tetapi dengan pendekatan yang berbeda. Sosialisme Barat sering kali didasarkan pada konflik kelas dan perang modal, sementara Islam mengedepankan persaudaraan dan kerja sama antar kelas. Zakat dan sedekah menjadi instrumen utama untuk menciptakan keadilan sosial tanpa dominasi satu kelas atas yang lain.

Jika sosialisme menekankan pada kontrol negara atas sumber daya, Islam memandang distribusi kekayaan sebagai tanggung jawab individu yang diarahkan oleh nilai-nilai spiritual. Dalam Islam, transformasi sosial terjadi melalui internalisasi nilai-nilai kemanusiaan dan ketaatan kepada Allah. Hal ini menjadikan Islam sebagai sistem yang tidak hanya revolusioner tetapi juga damai dan berkeadilan.

Islam Sebagai Kritik terhadap Kapitalisme dan Sosialisme

Kapitalisme dan sosialisme, meskipun memiliki keunggulan masing-masing, gagal memenuhi kebutuhan manusia secara menyeluruh. Kapitalisme mengabaikan dimensi spiritual dan memperparah ketimpangan sosial, sementara sosialisme sering kali melanggar kebebasan individu demi mencapai keadilan kolektif. Islam, dengan nilai-nilai universalnya, menawarkan kritik yang tajam terhadap keduanya.

Islam menolak akumulasi modal yang hanya beredar di kalangan elit, sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al-Hasyr: 7. Pada saat yang sama, Islam juga menentang dominasi negara yang terlalu kuat, seperti yang sering terjadi dalam sistem sosialisme. Prinsip-prinsip Islam menekankan keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial, menjadikannya alternatif yang relevan dalam konteks dunia modern.


Implementasi Sosialisme Religius dalam Islam

Islam memberikan panduan praktis untuk mewujudkan keadilan sosial melalui instrumen seperti zakat, infak, dan sedekah. Instrumen-instrumen ini tidak hanya bersifat material tetapi juga spiritual, mengingatkan manusia akan tanggung jawabnya terhadap sesama dan Allah. Selain itu, konsep musyawarah dalam Islam mencerminkan semangat egalitarianisme dan inklusivitas yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi.

Sebagai contoh, dalam masyarakat modern, Islam mendorong pengelolaan sumber daya yang adil dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan. Prinsip ini sangat relevan dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketimpangan ekonomi.

Islam: Harapan Baru dalam Tata Dunia

Ketika kapitalisme dan sosialisme menunjukkan kelemahannya, Islam muncul sebagai harapan baru yang menawarkan solusi holistik untuk masalah-masalah dunia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan material, Islam memberikan pandangan dunia yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi tetapi juga kesejahteraan sosial.

Islam, sebagai sistem yang revolusioner, tidak hanya menyerukan perubahan struktural tetapi juga transformasi individu. Dalam Islam, perubahan sosial dimulai dari perubahan hati dan pikiran individu, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. Ar-Ra'd: 11: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri."

Dalam konteks ini, Islam dapat menjadi inspirasi bagi gerakan sosial dan politik yang berupaya menciptakan dunia yang lebih adil dan manusiawi. Dengan menempatkan nilai-nilai spiritual di pusat kehidupan, Islam menawarkan jalan keluar dari krisis yang dihadapi oleh kapitalisme dan sosialisme.

Islam: Katalisator Perubahan Sosial

Islam dan sosialisme religius merupakan sintesis yang mengintegrasikan nilai-nilai keadilan sosial dengan spiritualitas. Dalam Islam, keadilan sosial bukan hanya cita-cita tetapi juga kewajiban yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menolak dominasi kelas dan menekankan kerja sama antar kelas, Islam memberikan alternatif yang relevan dan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan dunia modern.

Ketika dunia mencari solusi untuk mengatasi ketimpangan sosial dan kerusakan lingkungan, Islam menawarkan harapan baru yang tidak hanya berbasis pada keuntungan material tetapi juga kesejahteraan spiritual. Dengan demikian, Islam dapat menjadi katalisator bagi perubahan sosial yang lebih adil, inklusif, dan manusiawi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun