Mohon tunggu...
Muhammad Ghulam
Muhammad Ghulam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Islam FEB Unpad

Jelajahilah ruang kata-kata dan temukan keajaiban di dalamnya

Selanjutnya

Tutup

Money

New Normal: Pemulihan Ekonomi di Waktu yang Salah

27 Mei 2020   13:46 Diperbarui: 30 Mei 2020   21:27 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Statistik Penyebaran Virus Corona (pexels.com)

Sudah hampir tiga bulan lamanya virus corona melanda negara kita, Indonesia. Sudah tercatat ribuan nyawa melayang karenanya. Dan sudah tak terhitung jumlah dampak yang ditimbulkan olehnya di dalam berbagai aspek kehidupan.

Jika dianalogikan virus corona tak ubahnya seperti karakter antagonis absolut dalam sebuah cerita atau film, karena ia terus saja melakukan perbuatan jahat tanpa mengenal belas kasih, tanpa pandang bulu.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memutus rantai penyebaran virus corona, seperti seruan kampanye #dirumahaja atau anjuran physichal distancing, yaitu dengan melakukan aktivitas seperti bekerja (bagi yang mampu), belajar, dan beribadah cukup di rumah saja. Keluar rumah hanya untuk keperluan yang mendesak saja. Serta agar membatasi kontak fisik sosial terhadap orang lain.

Selanjutnya ada upaya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), penerapan protokol keamanan diberlakukan bagi yang hendak keluar-masuk daerah. Makanya kemarin sempat diberitakan mengenai pelarangan mudik sebelum lebaran.

Berbagai tempat strategis yang memungkinkan berkumpulnya banyak orang juga ditutup sementara, seperti pusat perbelanjaan, perusahaan, tempat ibadah, restoran, tempat wisata, dll. Bagi beberapa tempat yang masih buka, tetap harus menerapkan protokol keamanan yang ketat.

Namun realitanya, beberapa upaya preventif tersebut dinilai masih kurang efektif dalam pelaksanaannya. Angka penyebaran virus masih saja terus melonjak tinggi.

Diduga penyebabnya adalah sikap pemerintah yang kurang tegas dalam menerapkan aturan dan beberapa masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku. Sehingga koordinasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi tidak selaras atau sinkron.

Dari situlah muncul tagar #indonesiaterserah, yaitu sebuah bentuk kekecewaan yang dipelopori oleh para tenaga medis kepada oknum yang tidak menaati aturan pencegahan virus. Namun kecewa bukan berarti mesti berputus asa, ikhtiar pencegahan virus harus tetap dilakukan.

Lalu di saat kondisi yang belum membaik ini, muncul sebuah wacana pembentukan kebijakan kontroversial yang diusung pemerintah dalam menghadapi virus corona, yaitu sebuah konsep "New Normal".

New normal berarti kita akan melakukan aktivitas seperti normal kembali, dengan catatan kita harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Jadi, kita dituntut untuk "berdamai" dan hidup berdampingan dengan virus corona, dengan catatan kembali lagi, harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Mengingat pernyataan direktur WHO yang mengatakan virus corona diperkirakan masih akan berlangsung lama, maka konsep new normal terpaksa dijadikan sebuah opsi.

Motif ekonomi diduga menjadi motif inti dari pengadaan konsep new normal di Indonesia. Dengan new normal, pemerintah bisa kembali memulihkan kondisi perekonomian dan  menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia. Dan juga resiko akan collapse-nya perekonomian dapat diminimalisir.

Konsep new normal direncanakan akan dimulai di bulan Juni mendatang. Konsep ini akan dilakukan secara bertahap demi adanya evaluasi di dalam setiap langkah pengambilan keputusan yang ada.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu pembukaan kembali kegiatan perusahaan yang bergerak di bidang industri dan jasa. Perusahaan diperbolehkan kembali beraktivitas asalkan tetap mematuhi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 yang bisa dibaca di sini. 

Langkah selanjutnya pemerintah akan membuka kembali aktivitas sejumlah pusat perbelanjaan. Jadi, prioritas utama pemerintah adalah dari sektor ekonomi terlebih dahulu. Maka dengan pembukaan sektor ekonomi tersebut, diharapkan proses perputaran uang akan kembali normal dan perekonomian akan kembali pulih. 

Dan langkah selanjutnya barulah pemerintah mulai membuka kegiatan sosial di bidang pendidikan, agama, kebudayaan, dan kegiatan lainnya. Dan semua kegiatan itu tetap saja harus mematuhi protokol kesehatan yang ada.

Namun balik lagi kepada kondisi yang ada, apakah elok pemerintah memberlakukan konsep new normal di tengah angka penyebaran virus yang masih tinggi?

WHO menetapkan beberapa ketentuan bagi pemerintah di suatu negara yang mau menjalankan new normal. Adapun ketentuannya sebagai berikut:

  • Negara yang akan menerapkan konsep new normal harus mempunyai bukti bahwa transmisi virus corona mampu dikendalikan,
  • Negara harus punya kapasitas sistem kesehatan masyarakat yang mumpuni, termasuk mempunyai rumah sakit untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien COVID-19,
  • Risiko penularan wabah harus diminimalisir terutama di wilayah dengan kerentanan tinggi. Termasuk di panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian,
  • Langkah-langkah pencegahan di tempat kerja harus ditetapkan, seperti physical distancing, fasilitas mencuci tangan, etiket batuk dan bersin, dan protokol pencegahan lainnya,
  • Risiko penularan impor dari wilayah lain harus dipantau dan diperhatikan dengan ketat,
  • Masyarakat harus dilibatkan untuk memberi masukan, berpendapat, dalam proses masa transisi the new normal.

Dari ketentuan-ketentuan berstandar internasional tersebut, kita bisa menilai bahwasanya Indonesia belum siap menjalankan konsep new normal. Realitanya, transmisi virus corona di Indonesia belum mampu dikendalikan dan juga fasilitas kesehatan yang ada kurang memadai.

Konsep new normal juga bisa menimbulkan risiko yang tinggi dalam aspek kesehatan dan kemanusiaan, yaitu dikhawatirkan terjadinya peningkatan jumlah korban yang terpapar virus, akibat terjadinya mobilisasi masyarakat kembali dari pemberlakuan konsep new normal. Karena jika benar diberlakukan new normal nantinya, walaupun tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada, risiko terpapar virus ketika di lapangan tidak ada yang dapat menduga.

Bisa dibilang, pemerintah juga terkesan terburu-buru dalam merencanakan konsep new normal dan mengambil waktu yang salah jika memberlakukan konsep new normal di masa sekarang hanya demi memulihkan perekonomian. Apakah dengan ini pemerintah lebih mementingkan hal materialistik dan mengesampingkan aspek humanisme yang ada?

Lalu muncul pertanyaan membingungkan lain seperti, kenapa konsep new normal ini baru akan diberlakukan sekarang-sekarang? kenapa tidak dari kemarin-kemarin? lalu, apa gunanya dengan kita berdiam diri di rumah dan menaati peraturan PSBB?

Tapi bagaimana pun juga new normal ini masih sebuah wacana. Jadi, sebelum benar-benar diberlakukan, pemerintah harus membuat perencanaan yang matang dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Dan apabila sudah dijalankan, dalam pelaksanaan konsep new normal ini pemerintah harus terus melakukan evaluasi di setiap langkah yang diambil guna terciptanya konsep new normal yang efektif. 

Akhir kata, saya menulis tulisan ini bukan berarti tidak setuju dengan kebijakan new normal yang diambil pemerintah guna memulihkan kondisi perekonomian yang ada. 

New normal sah-sah saja, pemulihan ekonomi juga utama. Asalkan harus dilakukan di waktu yang tepat, dilakukan saat kondisi penyebaran virus yang sudah mulai membaik. Wallahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun