Mohon tunggu...
MUHAMMAD FITRIYANOR
MUHAMMAD FITRIYANOR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Memberikan motivasi dan solusi untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Permasalahan Inti di Jantung Muhammadiyah

31 Desember 2024   15:16 Diperbarui: 31 Desember 2024   15:16 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi DAD PK IMM SABRAN

Permasalahan Inti di Jantung Muhammadiyah 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, dalam kesempatan ini Penulis akan mengulik sebuah keresahan yang terjadi di dalam jantung Muhammadiyah yang mana hal ini di bahas dalam Kegiatan DAD IMM SHABRAN dan ketika diskusi yang diadakan oleh IMM SHABRAN di Komisariat IMM Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran.

Jadi permasalahan ini memang sudah menjadi permasalahan yang sudah lama terjadi di Muhammadiyah dan tidak kunjung pernah terselesaikan. Diantara permasalahhan tersebut ialah ;

Hal ini sudah menjadi isu yang selalu mudah viral di media sosial. Keluhan sebagian orang yang mengaku warga persyarikatan yang dituliskan di berbagai platform dengan mudah diakses dan tersebar sehingga menjadi isu umum. Isu kekurangan "kader ulama" ini kemudian disimpulkan bahwa kader muda Muhammadiyah harus mampu menguasai kitab-kitab turas berbahasa Arab, bahkan sebagian secara implisit diarahkan pada afiliasi ideologi tertentu.

Tidak hanya itu, Muhammadiyah dianggap "berdosa" karena seolah tidak peduli sama sekali pada isu ini. Banyaknya guru besar dan pakar dianggap tidak mampu menjawab krisis "kader ulama" ini.

Isu ini sudah berkembang selama bertahun-tahun, diangkat di berbagai platform media sosial dan diviralkan pada beberapa momentum tertentu, dampaknya banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dibentuk dan didirikan sebagai respon atas isu ini.

Sehingga muncul berbagai varian lembaga pendidikan yang diklaim sebagai solusi atas masalah ini, mulai dari yang secara eksplisit membawa identitas persyarikatan, hingga yang didirikan oleh tokoh atau pengurus Muhammadiyah lokal, tanpa membawa identitas persyarikatan, untuk meminimalisir intervensi pada program yang dijalankan di lembaga tersebut. Varian ini akan terus berkembang seiring banyaknya warga persyarikatan yang berniat menjawab isu tersebut dengan beragam kecenderungannya, ada yang tradisional, konservatif, modern dan semisalnya.

Ditambah lagi, ada tuntutan bahwa kader Muhammadiyah tidak boleh dibatasi dalam belajar Islam, terkhusus berinteraksi dengan berbagai ideologi Islam, bahkan yang transnasional sekalipun. Pembatasan kader dalam belajar Islam dianggap sebagai kesalahan fatal Muhammadiyah yang berakibat pada kurangnya "kader ulama".

Dalam memperhatikan realita di lapangan, seperti yang terjadi di banyak tempat, terlebih di cabang ranting di daerah, Muhammadiyah lebih cenderung kekurangan muballigh daripada kekurangan ulama.

Kekurangan muballigh bisa diatasi dengan melakukan kaderisasi lingkup terdekat seperti keluarga dan ranting, begitu halnya sekolah atau masjid-musholla dengan mengenalkan wawasan kemuhammadiyahan, membuat pelatihan pidato, pelatihan imam dan khatib, latihan membaca Al-Qur'an, pelatihan menulis serta peningkatan minat baca literasi Islam dan semisalnya, tidak perlu harus dituntut untuk mampu mengakses kitab-kitab berbahasa Arab, apalagi diarahkan pada ideologi tertentu. Lebih baik lagi jika terstruktur dan sistematis dalam jangka waktu tertentu. Ini lebih sesuai dengan keluhan yang mudah ditemukan di banyak tempat.

Adapun "kekurangan ulama", selama ini lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sudah ada seperti pesantren perlu meningkatkan kualitasnya, begitupun efektifitas program pendidikan yang sudah dijalankan. Evaluasi secara jujur yang didasari dengan kemauan untuk berkembang dengan lebih baik adalah satu hal penting yang perlu dilakukan secara berkala.

Sehingga dalam kurikulum yang telah disiapkan, wawasan kemuhammadiyahan, wawasan keislaman dan pendidikan bahasa Arab diberikan sekaligus dan tidak terpisah. Sehingga tidak perlu kader Muhammadiyah harus mencoba-coba menjadi kader lain dulu agar disebut ulama, apalagi sampai para kader muda ini pergi merantau, lalu kembali sebagai orang lain yang justru giat mengkritik Muhammadiyah tanpa menyajikan saran sebagai solusi.

Rasa kurang puas, tuntutan perfeksionis dengan standar organisasi dan kelompok lain, minimnya wawasan bermuhammadiyah, serta kepentingan tertentu adalah faktor intrinsik yang mendorong berbagai macam kritik yang rutin dimunculkan setiap tahun, dengan bantuan sosial media dan reputasi sekelompok orang tersebut, dan bukan realita lapangan.

Muhammadiyah tidak akan kekurangan kader muballigh, kader ulama, atau penerjemah bahasa Arab selama kader-kadernya sendiri mampu memahami Muhammadiyah itu sendiri, mengikuti dinamikanya dan berkomitmen dengan persyarikatan. Tentu saja dengan tidak mudah terpengaruh dengan komentar hingga standar keulamaan kelompok atau organisasi lain.

Untuk mengatasi kekurangan kader dan ulama di Muhammadiyah, beberapa langkah singkat yang dapat diambil adalah:

  1. Pendidikan dan Pelatihan: Meningkatkan program pendidikan dan pelatihan untuk kader melalui sekolah Muhammadiyah, pesantren, dan pelatihan kepemimpinan. Mengintegrasikan kurikulum keagamaan dan keterampilan kepemimpinan untuk membentuk ulama dan kader yang mumpuni.
  2. Rekrutmen dan Pengembangan Potensi: Melakukan rekrutmen kader dari berbagai kalangan, termasuk generasi muda, untuk melibatkan mereka dalam kegiatan organisasi. Memfasilitasi pengembangan potensi mereka melalui pelatihan berbasis pengembangan diri dan pengetahuan agama.
  3. Kolaborasi dengan Lembaga Pendidikan: Mengoptimalkan kerjasama dengan perguruan tinggi, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya untuk mencetak ulama dan kader yang kompeten dalam berbagai bidang.
  4. Pemanfaatan Teknologi: Memanfaatkan teknologi informasi untuk memperluas jangkauan pendidikan dan pelatihan kader serta ulama melalui platform online dan webinar.
  5. Pemberdayaan Kader di Setiap Daerah: Menyusun program pemberdayaan kader di tingkat cabang dan ranting dengan memberikan akses kepada mereka untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dakwah dan sosial.

 In Syaa Allah dengan kita menerapkan hal-hal yang telah di sampaikan diatas, kita nantnya akan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi diatas yang mana kesalahan ini harus kita akhiri dan kita perbaiki guna terwujud tujuan Muhammadiyah yang kita cintai ini.

Mungkin hanya ini yang dapat penulis sampaikan, mohon maaf apabikla terdapat banyak kesalahan didalanya. Mudah- mudahan tulisan ini bermanfaat untuk kita semua. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun