Mohon tunggu...
Muhammad Firdaus Susanto
Muhammad Firdaus Susanto Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Peternakan

kalo gabut kadang-kadang nulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

4 Arahan Presiden: Mampu Atasi Polemik Perunggasan Nasional?

27 September 2021   00:37 Diperbarui: 27 September 2021   00:40 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : detik.com (Biro Pers Sekretariat Presiden: Lukas) 

Duduk Perkara Polemik Perunggasan Nasional

Gejolak polemik perunggasan selalu menjadi momok menakutkan bagi peternak rakyat mandiri (UMKM) sejak diterbitkannya Undang-Undang 18 Tahun 2009 j.o Undang-Undang 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Regulasi tersebut melegitimasi penguasaan penuh sektor perunggasan oleh pemilik modal besar (Perusahaan Integrasi).  

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan:

“Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait.”

Adanya frasa “….atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait” dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut, telah menciptakan monopoli usaha peternakan karena seseorang atau korporasi besar dapat melakukan usaha peternakan dari hulu sampai hilir dari mulai pembibitan, day old chick, budi daya, pengadaan pakan, peralatan peternakan, pemasaran dan lain-lain secara integrasi, yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 33 ayat (1). Sehingga dengan demikian mereka dapat mengendalikan harga, stok daging/ayam, bibit/DOC dan lain- lain, sehingga peternak rakyat mandiri (UMKM) tidak dapat bersaing dengan korporasi-korporasi (Perusahaan Integrasi) besar tersebut.

Selanjutnya, Pasal 30 Undang-Undang 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berbunyi :

  1. “Budi daya hanya dapat diselenggarakan oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum Indonesia”.
  2. “Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait”.

Telah menjadi pintu masuk bagi para pemilik modal besar dalam hal ini para investor asing untuk ikut berbudidaya dan mendorong terjadinya praktek monopoli, oligopoli dan kartel, yang kemudian mematikan usaha peternak rakyat mandiri (UMKM). Karena masuknya investor asing yang melakukan usaha budidaya peternakan unggas dan hasil produksi budidaya peternakan unggas tersebut, hampir sepenuhnya menjual ke pasar dalam negeri, termasuk pada pasar tradisional dan mengambil alih pangsa pasar yang dahulu dikuasai oleh para peternak rakyat, kondisi yang demikian itu telah mematikan usaha peternak rakyat mandiri (UMKM).

Pasal 30 juga tidak sejalan dengan harapan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat sebanyak-banyaknya untuk menyelenggarakan budi daya ternak sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) yang menyebutkan, “Pemerintah dan daerah mengupayakan agar sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budi daya ternak.”

Bagaimana masyarakat dapat berkembang dan maju dalam budi daya ternak sementara mereka dihadapkan pada struktur pasar oligopolistik yang diciptakan melalui persaingan tidak sehat para pemodal asing yang notabene mempunyai resources yang kuat termasuk dalam pendanaan dan penguasaan, hal tersebut sangat sulit diwujudkan dan faktanya para peternak rakyat mandiri (UMKM) banyak yang gulung tikar.

Presiden Undang Perwakilan Peternak ke Istana

Sumber Foto : detik.com (Biro Pers Sekretariat Presiden: Lukas) 
Sumber Foto : detik.com (Biro Pers Sekretariat Presiden: Lukas) 

Rabu, 15 September 2021 pukul 13.00 WIB Presiden Jokowi mengundang perwakilan peternak, asosiasi peternak unggas, dan pengusaha pakan ternak ke Istana Kepresidenan Jakarta. Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh pak Suroto peternak yang sempat menyita perhatian publik lantaran aksinya membentangkan poster berisi permohonan bantuan presiden agar membantu peternak beli jagung dengan harga wajar saat kunjungan kerja Presiden Jokowi di Blitar pada 7 September 2021. Hasil Pertemuan Presiden dengan peternak di Istana menghasilkan 4 (empat) Instruksi/arahan Presiden kepada 4 (empat) lembaga pemerintahan yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Sosial, dan Kepolisian RI. Instruksi/arahan Presiden antara lain, yaitu :

  1. Presiden meminta Kapolri untuk investigasi jagung nasional
  2. Presiden meminta menteri pertanian dan menteri perdagangan mengubah pola usaha budidaya antara peternak rakyat dan perusahaan integrasi
  3. Presiden meminta menteri sosial untuk memasukan daging ayam dan telur jadi bantuan pangan non tunai (BNPT)
  4. Presiden meminta menteri pertanian membuat cadangan jagung 500.000 ton

Progress Setelah Pertemuan Presiden dan Peternak di Istana

Selasa, 21 September 2021 dua asosiasi besar perunggasan PINSAR dan GOPAN menyelenggarakan pertemuan dengan peternak seJawa yang bertempat di IICC Botani Square Bogor. Pertemuan tersebut diadakan dengan agenda menyikapi arahan Presiden Jokowi saat pertemuan peternak dan Presiden di Istana 15 September lalu. Dalam pertemuan tersebut peternak menyampaikan bahwa 6 hari setelah pertemuan dengan Presiden harga jagung tak kunjung menurun hingga batas wajar, sedangkan harga telur dan Ayam hidup (Livebird) tetap anjlok. Hingga tulisan ini kami buat, menurut informasi dari peternak rakyat mandiri (UMKM) harga jagung untuk pakan ternak berkisar Rp.6300/kg diatas harga acuan permendag 07/2020 yaitu Rp.4500/kg, harga telur anjlok Rp.13500/kg dibawah harga acuan Rp.21000/kg, harga Ayam hidup (Livebird) anjlok Rp.17000 dibawah harga acuan Rp.21000/kg.

Disisi lain 5 (Lima) hari setelah presiden memberikan arahan, pada tanggal 20 September 2021 terbit Surat Perintah Kapolri dengan nomor surat Sprin/2243/IX/OTL.1.1.1/2021 tentang penugasan Dirtipideksus Bareskrim Polri dalam Satgas Pangan. Pada 21 September 2021 terbit surat undangan rapat koordinasi dari Kabareskrim Polri Dirtipideksus dengan nomor surat B/7518/IX/OTL.2.1/2021/Bareskrim yang ditujukan kepada pejabat setingkat dirjen di kementan, kemendag, kemenko, dan kemenperin serta ketua asosiasi dan pimpinan perusahaan pembibitan (breeding) dan feedmil. Rapat koordinasi tersebut di jadwalkan pada hari Kamis, 23 September 2021 untuk investigasi terkait meningkatnya harga pakan ternak dan anjloknya harga ayam hidup dan telur ditingkat peternak rakyat mandiri (UMKM).

Tetapi hingga tulisan ini dimuat progres kementerian pertanian dan kementerian perdagangan yang bersinggungan langsung dengan polemik struktural perunggasan nasional terkait arahan presiden belum terlihat sama sekali.

Apakah 4 Arahan Presiden Mampu Menyelesaikan Sengkarut Polemik Perunggasan Nasional?

Pertama tentunya perlu kita apresiasi bahwa presiden mau mendengarkan suara peternak rakyat mandiri dan sigap memberikan 4 arahan kepada 4 lembaga pemerintahan ditingkat nasional untuk segera menyelesaikan sengkarut polemik perunggasan nasional. Namun, perlu kita kritisi pula bahwa 4 arahan presiden jika dilaksanakan dengan sebenar-benarnya pun hanya akan menjadi penyelesaian seperti memadamkan kebakaran saja, artinya hanya sesaat dan tidak sustainable. Sebab akar permasalahannya ada pada Pasal 2 ayat (1) UU 18 Tahun 2009 tentang PKH yang melegitimasi integrasi vertikal dan Pasal 30 ayat (1) dan (2) yang memperbolehkan Penanaman Modal Asing (PMA) memasuki bisnis perunggasan, dimana dalam prakteknya mereka telah melakukan penguasaan pasar perunggasan secara besar-besaran dan bahkan melakukan praktek monopoli, kartel dan liberalisme perdagangan yang sangat merugikan peternak rakyat mandiri.

Bahwa kemudian presiden sudah memberikan arahan untuk menteri pertanian dan menteri perdagangan mengubah pola usaha budidaya antara peternak rakyat dan perusahaan integrasi, arahan tersebut belum signifikan melalui perumusan regulasi setingkat perundang-undangan. Jadi permasalahan polemik perunggasan ini akan terus terjadi jika akar permasalahannya tidak di pangkas.

Presiden harus segera menerbitkan perpres perlindungan peternak rakyat mandiri (UMKM) dan menginstruksikan untuk dilakukan revisi Undang-Undang 18 Tahun 2009 j.o Undang-Undang 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan mengembalikan hak budidaya kepada peternak rakyat dengan merevisi pasal 2 ayat (1) dan pasal 30 serta menginstruksikan adanya segmentasi pasar antara peternak rakyat mandiri dengan perusahaan integrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun