Duduk Perkara Polemik Perunggasan Nasional
Gejolak polemik perunggasan selalu menjadi momok menakutkan bagi peternak rakyat mandiri (UMKM) sejak diterbitkannya Undang-Undang 18 Tahun 2009 j.o Undang-Undang 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Regulasi tersebut melegitimasi penguasaan penuh sektor perunggasan oleh pemilik modal besar (Perusahaan Integrasi).
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan:
“Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait.”
Adanya frasa “….atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait” dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut, telah menciptakan monopoli usaha peternakan karena seseorang atau korporasi besar dapat melakukan usaha peternakan dari hulu sampai hilir dari mulai pembibitan, day old chick, budi daya, pengadaan pakan, peralatan peternakan, pemasaran dan lain-lain secara integrasi, yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 33 ayat (1). Sehingga dengan demikian mereka dapat mengendalikan harga, stok daging/ayam, bibit/DOC dan lain- lain, sehingga peternak rakyat mandiri (UMKM) tidak dapat bersaing dengan korporasi-korporasi (Perusahaan Integrasi) besar tersebut.
Selanjutnya, Pasal 30 Undang-Undang 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berbunyi :
- “Budi daya hanya dapat diselenggarakan oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum Indonesia”.
- “Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait”.
Telah menjadi pintu masuk bagi para pemilik modal besar dalam hal ini para investor asing untuk ikut berbudidaya dan mendorong terjadinya praktek monopoli, oligopoli dan kartel, yang kemudian mematikan usaha peternak rakyat mandiri (UMKM). Karena masuknya investor asing yang melakukan usaha budidaya peternakan unggas dan hasil produksi budidaya peternakan unggas tersebut, hampir sepenuhnya menjual ke pasar dalam negeri, termasuk pada pasar tradisional dan mengambil alih pangsa pasar yang dahulu dikuasai oleh para peternak rakyat, kondisi yang demikian itu telah mematikan usaha peternak rakyat mandiri (UMKM).
Pasal 30 juga tidak sejalan dengan harapan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat sebanyak-banyaknya untuk menyelenggarakan budi daya ternak sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) yang menyebutkan, “Pemerintah dan daerah mengupayakan agar sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budi daya ternak.”
Bagaimana masyarakat dapat berkembang dan maju dalam budi daya ternak sementara mereka dihadapkan pada struktur pasar oligopolistik yang diciptakan melalui persaingan tidak sehat para pemodal asing yang notabene mempunyai resources yang kuat termasuk dalam pendanaan dan penguasaan, hal tersebut sangat sulit diwujudkan dan faktanya para peternak rakyat mandiri (UMKM) banyak yang gulung tikar.
Presiden Undang Perwakilan Peternak ke Istana