AWAL MULA KERAJAAN MATARAM ISLAM:
Kerajaan Mataram Islam adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang berdiri di Jawa Tengah pada akhir abad ke-16. Kerajaan ini menjadi penerus dari Kerajaan Demak dan Kesultanan Pajang. Berdirinya Mataram Islam bermula dari perjalanan politik, konflik, dan kebangkitan seorang tokoh bernama Sutawijaya, yang kemudian dikenal dengan sebutan Panembahan Senopati, pendiri Mataram Islam. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai awal mula berdirinya Kerajaan Mataram Islam.
Latar Belakang dan Hubungan dengan Kesultanan Pajang
Sebelum Mataram Islam berdiri, Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama dan terkuat di Jawa. Kesultanan ini mengalami kejayaan di bawah Sultan Trenggana, namun setelah kematiannya pada tahun 1546, kerajaan tersebut mengalami konflik internal yang akhirnya menyebabkan keruntuhan Demak. Setelah keruntuhan Demak, kekuasaan di Jawa Tengah beralih ke Kesultanan Pajang, yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya atau lebih dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir.
Jaka Tingkir memerintah Pajang dengan bijaksana, dan pada masa pemerintahannya, kekuasaan Pajang mencakup sebagian besar wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Salah satu orang kepercayaan Sultan Hadiwijaya adalah Ki Ageng Pamanahan, seorang bangsawan dari Mataram yang kemudian diberi wilayah di daerah Mataram sebagai bentuk hadiah karena jasanya membantu Pajang dalam perang melawan musuh-musuhnya. Tanah Mataram ini terletak di sekitar Kotagede, yang sekarang berada di wilayah Yogyakarta. Ki Ageng Pamanahan pun memindahkan keluarganya ke Mataram dan mulai membuka serta mengelola wilayah tersebut.
Sutawijaya: Pendiri Mataram Islam
Sutawijaya adalah putra Ki Ageng Pamanahan yang kemudian menjadi tokoh utama dalam berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Ia tumbuh sebagai seorang pemimpin muda yang ambisius dan berani. Sutawijaya memiliki hubungan dekat dengan Sultan Hadiwijaya karena ia juga merupakan anak angkat dari Sultan tersebut. Di bawah bimbingan Sultan Hadiwijaya, Sutawijaya tumbuh sebagai seorang prajurit dan pemimpin yang tangguh, serta memiliki kemampuan militer yang mumpuni.
Namun, setelah kematian Ki Ageng Pamanahan pada tahun 1575, Sutawijaya mulai berambisi untuk mendirikan kerajaan sendiri. Sultan Hadiwijaya awalnya mendukung Sutawijaya, tetapi kemudian merasa bahwa Sutawijaya terlalu ambisius dan mungkin akan menjadi ancaman bagi Pajang. Ketegangan mulai muncul antara Pajang dan Mataram. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat, konflik pun pecah antara pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap Pajang.
KEMAJUAN
Kerajaan Mataram Islam mencapai masa kejayaannya terutama pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613--1645), seorang pemimpin besar yang berhasil memperluas pengaruh Mataram hingga ke sebagian besar Pulau Jawa dan mengembangkan kebudayaan Jawa dengan sentuhan Islam. Kemajuan Mataram Islam ditandai dengan berbagai keberhasilan dalam bidang politik, ekonomi, militer, budaya, dan agama, yang menjadikannya salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara pada masanya.
KEMAJUAN YANG DICAPAI KERAJAAN MATARAM ISLAM:
1. Ekspansi Wilayah yang Luas
Pada masa Sultan Agung, Mataram Islam berhasil memperluas wilayah kekuasaannya ke berbagai daerah di Pulau Jawa, menjadikannya kerajaan yang sangat berpengaruh. Sultan Agung memiliki ambisi untuk menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram. Ia melakukan ekspansi militer ke berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sultan Agung berhasil menaklukkan beberapa kerajaan dan kota-kota besar di Jawa Timur seperti Surabaya, Pasuruan, Tuban, dan Blambangan. Di Jawa Barat, ia juga berupaya menguasai Banten dan Cirebon, meskipun menghadapi tantangan dari VOC yang bersekutu dengan Banten. Selain itu, kekuatan Mataram juga berhasil menguasai daerah-daerah pedalaman di Jawa, sehingga kekuasaan kerajaan ini meluas ke berbagai penjuru Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ekspansi wilayah ini memperkuat posisi Mataram sebagai kerajaan terbesar di Jawa pada masa itu.
2. Pengembangan Militer yang Kuat
Kerajaan Mataram Islam memiliki kekuatan militer yang kuat dan terorganisir dengan baik, terutama pada masa Sultan Agung. Mataram mengembangkan sistem militer yang terdiri dari prajurit-prajurit tangguh, dilengkapi dengan senjata dan strategi perang yang canggih untuk masanya. Sultan Agung memperhatikan dengan serius pembangunan angkatan perang, terutama angkatan darat, untuk mempertahankan wilayahnya dari serangan dan untuk melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah lain.
Mataram juga memiliki armada laut yang cukup kuat meskipun tidak sebesar VOC. Angkatan laut ini digunakan untuk mengamankan jalur-jalur perdagangan dan melindungi pantai dari serangan musuh. Dengan kekuatan militer yang tangguh, Sultan Agung melakukan serangkaian serangan terhadap kekuatan-kekuatan yang dianggap sebagai ancaman, termasuk VOC di Batavia. Meskipun upaya Sultan Agung untuk merebut Batavia tidak berhasil, serangan tersebut menunjukkan ambisi dan tekadnya untuk melawan kekuatan kolonial.
3. Perekonomian yang Maju
Kerajaan Mataram Islam memiliki perekonomian yang berkembang pesat, didukung oleh pertanian dan perdagangan. Mataram memiliki wilayah yang subur, terutama di daerah pedalaman Jawa yang kaya akan lahan pertanian. Sultan Agung memperkuat sektor pertanian, khususnya dalam produksi padi, yang menjadi sumber utama kebutuhan pokok masyarakat. Sistem irigasi yang baik diterapkan untuk memastikan ketersediaan air bagi sawah-sawah yang ada di wilayah kerajaan.
Selain pertanian, perdagangan juga berkembang dengan pesat di Mataram. Meskipun letaknya tidak di pesisir, Mataram memanfaatkan kota-kota pelabuhan yang telah ditaklukkan, seperti Tuban dan Surabaya, untuk mengembangkan perdagangan dengan daerah lain. Pelabuhan-pelabuhan tersebut menjadi pusat pertemuan para pedagang dari berbagai daerah dan negara, seperti Aceh, Makassar, Maluku, dan bahkan pedagang asing dari India, Arab, dan Tiongkok. Melalui jalur perdagangan ini, Mataram juga mendapatkan komoditas penting seperti rempah-rempah dan barang-barang yang memiliki nilai jual tinggi di pasar internasional.
4. Kejayaan Budaya dan Seni
Masa pemerintahan Sultan Agung menjadi salah satu periode yang kaya dalam perkembangan budaya dan seni di Mataram Islam. Sultan Agung dikenal sebagai seorang raja yang sangat memperhatikan seni, sastra, dan budaya, serta berupaya menyelaraskan tradisi budaya Jawa dengan ajaran Islam. Hal ini tercermin dalam berbagai karya seni, arsitektur, dan tradisi yang berkembang pada masa itu.
Beberapa pencapaian budaya yang signifikan antara lain:
Arsitektur: Mataram Islam mengembangkan gaya arsitektur yang khas, menggabungkan unsur-unsur Hindu-Buddha dengan unsur Islam. Salah satu contoh arsitektur peninggalan Mataram adalah Masjid Agung Kotagede dan kompleks pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri yang memiliki gaya arsitektur Jawa-Islam.
Sastra: Sultan Agung juga mengembangkan sastra Jawa klasik dengan memasukkan unsur-unsur keagamaan Islam dalam karya sastra tradisional. Salah satu karyanya adalah Serat Sastra Gending, yang berisi ajaran moral dan spiritual yang berdasarkan nilai-nilai Islam tetapi dikemas dalam bentuk sastra Jawa.
Gamelan dan Seni Tari: Seni musik dan tari berkembang pesat di Mataram. Gamelan, alat musik tradisional Jawa, diperluas dan disempurnakan menjadi ansambel musik yang digunakan dalam upacara kerajaan dan hiburan. Tari-tarian seperti bedhaya dan serimpi juga berkembang, dan keduanya diatur menjadi bagian dari tradisi keraton yang sakral dan penuh makna.
5. Penyebaran dan Penguatan Agama Islam
Kerajaan Mataram Islam memiliki peran besar dalam penyebaran dan penguatan agama Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah pedalaman. Sultan Agung berupaya menyelaraskan kebudayaan Jawa dengan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai Islam semakin diterima oleh masyarakat Jawa yang sebelumnya menganut kepercayaan Hindu-Buddha.
Sultan Agung dikenal sebagai pemimpin yang memiliki pandangan keagamaan yang kuat, dan ia menerapkan syariat Islam sebagai bagian dari kehidupan kerajaan dan masyarakat. Salah satu bukti komitmen Sultan Agung terhadap Islam adalah keputusannya untuk mengganti penanggalan Hindu dengan kalender Jawa-Islam yang menggabungkan sistem penanggalan Hijriah (Islam) dan penanggalan Saka (Hindu). Hal ini merupakan upaya Sultan Agung untuk menanamkan identitas keislaman di kalangan masyarakat Jawa, sekaligus menghormati tradisi lama yang sudah ada.
Selain itu, Sultan Agung juga mendukung dakwah dan pendidikan agama Islam melalui pondok pesantren dan para ulama yang menyebarkan ajaran Islam di berbagai pelosok Jawa. Dengan cara ini, Islam berkembang pesat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan kehidupan masyarakat Jawa pada masa itu.
6. Sistem Pemerintahan yang Terstruktur
Sultan Agung mengembangkan sistem pemerintahan yang terstruktur dan terpusat, dengan kekuasaan yang berada di tangan raja dan pejabat-pejabat tinggi yang dipercaya. Sultan Agung juga mengatur sistem pembagian wilayah dan administrasi kerajaan, di mana wilayah-wilayah kerajaan dikelola oleh bupati atau pejabat daerah yang setia kepada raja.
Mataram Islam menerapkan sistem birokrasi yang cukup rapi dan tertib. Selain itu, Sultan Agung juga menempatkan pejabat-pejabat yang berkompeten dan setia untuk mengelola wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan, memastikan bahwa wilayah-wilayah tersebut tetap setia kepada Mataram dan mampu memberikan kontribusi pajak serta tenaga kerja bagi kerajaan.
Untuk memperkuat kontrol atas wilayahnya, Sultan Agung juga mengembangkan jaringan spionase dan intelijen yang memastikan bahwa raja selalu mendapatkan informasi terbaru mengenai situasi di setiap wilayah. Dengan cara ini, Sultan Agung mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan di wilayah kerajaan yang luas, sehingga memungkinkan Mataram Islam untuk terus berkembang.