Mohon tunggu...
Muhammad FikriHafizh
Muhammad FikriHafizh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kolaborasi Pentahelix Dalam Mewujudkan Generasi Anti Perundungan

30 Juni 2023   22:05 Diperbarui: 30 Juni 2023   22:07 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di dunia yang semakin berkembang dengan pesatnya di era modern ini, masih ada yang melakukan perilaku perundungan atau disebut dengan bullying.

Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun di dunia maya.

Perundungan di Indonesia menurut data KPAI sejak tahun 2011-2019 mencatat ada 574 anak laki-laki yang menjadi korban bullying, 425 anak perempuan jadi korban bullying di sekolah, Sedangkan sepanjang tahun 2021 setidaknya ada 17 kasus perundungan yang terjadi di berbagai jenjang di satuan Pendidikan. Perundungan juga memberikan dampak pada korbannya, seperti kepercayaan diri yang merosot, trauma, menderita ketakutan sosial dan masih banyak lagi dampak yang diderita oleh korbannya. 

Oleh karena itu sudah seharusnya kita mewujudkan generasi anti perundungan dengan melakukan Kolaborasi Pentahelix. Kolaborasi pentahelix adalah Model kolaboratif yang melibatkan 5 (lima) unsur, yang termasuk dalam Elemen Pentahelix antara lain Pemerintah, Komunitas, Lembaga Usaha, Akademisi, dan Media. 5 unsur yang termasuk dalam elemen pentahelix tersebut tentunya memiliki perannya masing-masing antara lain,

Pemerintah memiliki tiga peran dalam konsep Pentahelix, pemerintah berperan sebagai regulator dan kontroler yang memiliki peraturan dan juga tanggung jawab dalam hal ini, pemerintah juga berperan sebagai koordinator.

Komunitas berperan sebagai akselerator bertindak sebagai penghubung antar pemangku kepentingan untuk membantu masyarakat dalam keseluruhan proses kolaborasi pentahelix tersebut.

Lembaga usaha atau pelaku usaha berperan sebagai enabler yang membantu mencapai tujuan dalam melakukan kolaborasi pentahelix.

Akademisi berperan sebagai konseptor yang melakukan penelitian, membantu pengelolaan identifikasi potensi, dan peluang pengembangan. Akademisi juga bertanggung jawab terhadap peningkatan kapasitas pengetahuan, karena akademisi merupakan sumber pengetahuan yang mencakup kumpulan konsep yang relevan dengan kondisi yang ada.

Media berperan sebagai ekspander dalam mendukung publikasi dan layanan yang dihasilkan masyarakat. Media juga berperan penting dalam membangun brand image dari perubahan sosial yang sedang dibangun dalam masyarakat, sehingga akses informasi mudah untuk didapatkan. Dengan adanya kemudahan akses informasi tersebut akan mengundang dan menambah kolaborator baru untuk bersama menciptakan perubahan sosial yang akan berdampak pada masyarakat.

Prinsip pentahelix sejalan dengan nilai gotong royong yang dijunjung Indonesia sejak dahulu kala. Ringkasnya, konsep pentahelix adalah salah satu cara dalam mengatasi masalah dan mengembangkan program dengan melibatkan lintas sektor untuk saling berbagi peran. Yang menjadi titik fokus pentahelix adalah kolaborasi antara pemerintah bersama dengan para pemangku kepentingan hingga masyarakat. 

Kolaborasi pentahelix dapat dilakukan dengan berbagai macam upaya. Antara lain:

Mengadakan edukasi sejak dini tentang bahaya dan dampak perundungan.

Memberikan sosialisasi tentang bahaya perundungan di sekolah dan lingkungan bermain untuk para siswa, guru, dan staf.

Bekerjasama dengan satuan pendidikan untuk bersama-sama mengembangkan budaya anti perundungan.

Menanggapi tindakan bullying dengan serius, dengan melaporkan tindakan perundungan pada pihak yang berwenang.

Membangun pedoman serta peraturan yang tegas dan jelas terhadap perundungan.

Penerapan konsep kerjasama pentahelix sebagai dasar kolaborasi dapat kita maksimalkan untuk membangun perubahan di masyarakat. Tentunya untuk mewujudkan hal ini, kita perlu melibatkan banyak pihak untuk saling berbagi peran. Semua itu bisa kita wujudkan mulai dari diri kita sendiri sebagai akademisi atau mungkin peran yang lain. 

Kesimpulannya adalah untuk mewujudkan generasi anti perundungan diperlukan kesadaran dari hati nurani masing-masing serta bekerjasama untuk berupaya mencegah terjadinya perundungan baik dilingkungan sekolah, masyarakat maupun keluarga. Apapun peran kita, tujuannya tetap satu, yaitu hadir sebagai solusi untuk bersama-sama membangun perubahan sosial yang berkelanjutan sesuai dengan masyarakat butuhkan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun