Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter di Indonesia, memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam mencapai tujuan ini, Bank Indonesia menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter, termasuk Operasi Pasar Terbuka (OPTO), penetapan tingkat diskonto, dan pengaturan kredit.
Di Indonesia, terdapat dua sistem perbankan: konvensional dan syariah. Perbedaan prinsip antara kedua sistem ini, khususnya terkait dengan sistem bunga (pre-determined rates), berimplikasi pada desain kebijakan moneter yang perlu mengakomodir keduanya dalam kerangka yang utuh.
Kebijakan Moneter dalam Sistem Konvensional
Sistem konvensional menggunakan instrumen moneter seperti:
- Operasi Pasar Terbuka (OPTO): Bank Indonesia membeli atau menjual Surat Berharga Negara (SBN) di pasar terbuka untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan suku bunga.
- Penetapan Tingkat Diskonto: Bank Indonesia menetapkan tingkat suku bunga pinjaman kepada bank lain, yang kemudian diteruskan kepada nasabah.
- Pengaturan Kredit: Bank Indonesia mengatur jumlah kredit yang dapat diberikan oleh bank kepada nasabahnya.
Instrumen-instrumen ini terbukti efektif dalam mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai rupiah.
Kebijakann untuk menyimpan dana di Bank Indonesia dalam bentuk Sukuk.
Instrumen-instrumen ini masih dala
 Moneter dalam Sistem Syariah
Sistem syariah menggunakan instrumen moneter yang bebas riba, seperti:
- Operasi Moneter Syariah (OMS): Bank Indonesia membeli atau menjual Sukuk (surat berharga syariah) di pasar terbuka untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan suku bunga.
- Fasilitas Repo Syariah: Bank Indonesia menyediakan pinjaman kepada bank syariah dengan jaminan Sukuk.
- Giro Wajib Minimum (GWM) Syariah: Bank syariah diwajibka
m tahap pengembangan dan belum terbukti seefektif instrumen konvensional dalam mengendalikan inflasi.
Perbandingan Kebijakan Moneter Syariah dan Konvensional