Mohon tunggu...
Muhammad Fauzi
Muhammad Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pengangguran
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan sesekali kalian mengeluh tentang kehidupan, bersyukurlah kalian kepada sang pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Lahan Pertanian Indonesia Sangat Luas dan Subur, Namun Petani Belum Sejahtera

15 Agustus 2022   22:21 Diperbarui: 15 Agustus 2022   22:26 1906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lahan pertanian (sumber doc kementan by kompas)

2.) Produksi Dalam Negeri Tidak Efisien

Mungkin kita sempat mikir begini, kalau kebutuhannya tinggi dan produksinya rendah, maka nilai komoditasnya jadi lebih mahal. Dengan komoditas yang mahal ini, seharusnya para petani bisa dapat untung banyak. Namun kenyataanya, rata-rata profit margin tanaman pangan di Indonesia sangatlah kecil. Hal ini dikarenakan produksi petani kita tidak efisien dan kalah murah jika dibandingkan dengan produk impor yang kualitasnya sama. Padahal produk impor itu harus ada biaya pengiriman dan ada biaya penyimpanan juga, seharusnya harganya lebih mahal? 

Disinilah akar masalah klasik petani Indonesia, yaitu sistem distribusi dan pemasaran produk pertanian yang tidak efisien banget. Bayangkan saja, antara petani sampai ke konsumen akhir itu bisa ada lima sampai enam perantara yang menetapkan harga di setiap levelnya. Mulai dari penadah, penggiling, pedagang grosir, serta masih lanjut lagi ke pasar induk dan pengecer, hingga ke konsumen akhir. Pantas saja dari petani menjual dengan harga yang murah banget, tapi kita sebagai konsumen akhir membelinya dengan harga yang mahal banget. 

3.) Keterbatasan Akses Permodalan 

Bagi kita yang tinggal di kota, mungkin sangat mudah untuk mendapatkan akses perbankan seperti pinjaman kredit atau pinjaman modal usaha dengan jaminan tertentu ke pihak bank. Namun, para petani sangat sedikit banget yang mempunyai akses ke bank. Disisi lain, masih sedikit banget bank yang berani menyalurkan kredit ke para petani. Karena pihak bank juga masih khawatir dengan tingkat potensi kegagalan panen yang ujung-ujungnya malah membuat kredit macet, sehingga terjadi resiko gagal bayar. 

Memang faktanya memprediksi produksi pertanian itu tidak bisa semudah memprediksi produksi manufaktur pabrik. Ada banyak faktor dari kondisi alam seperti banjir dan kekeringan, sampai hama dan wereng yang selalu jadi momok pertanian kita. Selain itu, pihak bank juga biasanya membutuhkan aset yang bisa dijadikan jaminan apabila terjadi gagal bayar, yang mana biasanya jaminan aset tersebut berupa sertifikat tanah. Inilah yang menjadi momok bagi para petani, pada kenyataannya masih banyak banget petani kita yang tidak memiliki sertifikat tanah. Sehingga mereka tidak mempunyai apa-apa untuk dijadikan jaminan ke bank. 

Berdasarkan data konsorsium pembaruan Agraria 2016, ada 28 juta petani yang statusnya tidak mempunyai tanah. Kalaupun ada penyaluran kredit, 80% dari kredit hanya terpusat ke perkebunan skala besar saja. Padahal 75% petani kita adalah petani kecil yang kepemilikan lahannya kurang dari setengah hektar. 

Sebenarnya ada juga Kredit Usaha Rakyat yang menawarkan pinjaman ke petani kecil dengan bunga rendah dan tanpa agunan. Namun proses administrasi dan seleksinya ketat banget, karena tentunya bank juga tetep ingin cari aman. Yang mana pinjaman juga harus melalui off-taker atau pihak yang berperan sebagai penjamin jikalau nanti petani ini gagal bayar. Sedangkan petani sendiri tidak familiar sama mekanisme ini dan sedikit yang tahu kalau pinjaman KUR harus lewat off-taker. 

Solusi Pertanian di Indonesia

Jadinya kita bisa tahu bagaimana kompleksnya masalah umumnya dialami para petani. Mulai dari permodalan, penjualan, akses pasar, bahkan faktor alam juga ikut menambah beban para petani. Dengan adanya potensi besar tapi sistemnya masih gak efisien, sebenarnya ada banyak ruang untuk bisa ditingkatkan. Sayangnya tidak banyak generasi muda di Indonesia yang memilih menekuni bidang pertanian. Berdasarkan catatan pemerintah, 71% petani Indonesia itu berusia lebih dari 40 tahun. Bahkan setiap tahunnya semakin sedikit tenaga kerja yang terjun ke sektor pertanian. 

Berikut ini beberapa solusi yang harus dilakukan dalam mengembangkan sektor pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun