Mohon tunggu...
Muhammad Fauzi
Muhammad Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pengangguran
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan sesekali kalian mengeluh tentang kehidupan, bersyukurlah kalian kepada sang pencipta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bijaklah dalam Berutang! Meski Terlihat Produktif namun Spekulatif

9 Agustus 2022   01:19 Diperbarui: 9 Agustus 2022   01:22 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak semua hutang itu bersifat negatif. Ada satu jenis hutang yang justru mempunyai potensi untuk memberikan dampak positif terhadap kondisi finansial kita, yaitu hutang produktif. Terkadang ada beberapa orang yang mengira melakukan hutang produktif, namun nyatanya justru mereka terjebak pada hutang spekulatif. Apa sih perbedaan antara hutang spekulatif dan hutang produktif? 

Dari sisi tujuannya, hutang produktif dan hutang spekulatif memiliki target yang hampir sama, yakni untuk meningkatkan kondisi finansial kita. Biasanya dua tipe hutang ini kita gunakan untuk kegiatan investasi atau pengembangan bisnis. Perbedaan utama antara hutang spekulatif dan hutang produktif terletak pada kemampuan kita untuk membayar hutang tersebut, serta potensi kita untuk meningkatkan pencapaian finansial kita. 

Hutang spekulatif adalah satu jenis hutang   yang ketika kita mengambilnya secara finansial, pondasi kita belum benar-benar kuat. Kita tidak benar-benar mempunyai jaminan untuk membayar hutang tersebut. Dengan kata lain, kemampuan kita untuk melunasi hutang tersebut sangatlah rendah. 

Sementara hutang produktif adalah satu hutang yang sudah sangat diperhitungkan, dari sisi finansial kita mempunyai kekuatan yang sangat kokoh. Sehingga potensi kita untuk membayar hutang tersebut sampai lunas sangatlah besar.

Ketika kita membahas hutang produktif, sering kali menganggap bahwa hutang untuk modal sebuah bisnis ataupun untuk membuka bisnis dari nol adalah tipe hutang yang bersifat produktif. Secara pribadi saya justru berpendapat lain, karena saya menganggap bahwa hutang untuk membuka sebuah bisnis atau untuk modal awal sebuah usaha merupakan tipe hutang yang bersifat spekulatif. Kalian boleh saja sepakat dengan pendapat saya ataupun tidak. Karena saya mempunyai beberapa alasan mengapa menganggap hutang untuk membangun bisnis dari nol adalah sebuah hutang yang bersifat spekulatif. 

Alasan Pertama, ketika kita telah berhutang maka kita otomatis telah memiliki kewajiban. Pada saat kita membuka bisnis mulai dari nol, kita belum benar-benar memahami seperti apa prospek bisnis tersebut. Apakah kita mampu mendapatkan keuntungan? Apakah pendapatan bisnis kita dapat digunakan untuk membayar cicilan utang tersebut atau tidak? 

Pada kondisi ini ketika kita berhutang untuk membuka bisnis atau untuk modal awal sebuah usaha, kita otomatis telah mempunyai kewajiban. Namun kita tidak secara otomatis mempunyai keuntungan dan pendapatan dari bisnis yang baru saja kita mulai. Pada titik inilah letak spekulasinya. 

Alasan kedua yang mendasari saya dalam menganggap hutang untuk membangun sebuah bisnis dari nol adalah sebuah hutang spekulatif, karena kita tidak benar-benar mempunyai kemampuan untuk membayar. Pada saat kita menggantungkan pembayaran cicilan   hutang dari hasil bisnis yang baru kita bangun, hal itu seperti sedang melakukan sebuah perjudian. 

Seandainya bisnis kita lancar, maka kita mampu membayarnya. Namun sebaliknya, jika bisnis kita rugi, maka kita akan mengalami dua kerugian sekaligus. Kerugian pertama yaitu uang yang kita gunakan untuk membangun bisnis tersebut telah habis, dan kerugian kedua yaitu kita masih mempunyai tanggungan untuk membayar cicilan hutang. Maka pada titik inilah kita akan semakin mengalami kesulitan.

Ketika hutang untuk membangun sebuah bisnis dari nol adalah sebuah hutang yang bersifat spekulatif. Lantas hutang seperti apa yang bersifat produktif?

Saya ingin menyatakan, bahwa hutang yang bersifat produktif yakni ketika kita   berhutang untuk melakukan skill-up sebuah bisnis. Ataupun untuk meningkatkan bisnis kita dan untuk menaikkan level usaha kita menjadi lebih baik. 

Titik tekan utamanya adalah ada sebuah bisnis yang telah berjalan, kita telah mengetahui seperti apa seluk-beluknya dan bagaimana manajemennya. Serta seperti apa penghasilan yang telah kita terima selama ini. Dari sini juga kita telah memahami biaya-biaya apa saja yang selama ini kita tanggung untuk menjalankan bisnis tersebut. Dengan memperhatikan itu semua ketika kita berhutang, maka kita telah mempunyai perhitungan yang cukup logis tentang kemampuan kita untuk membayar hutang tersebut. 

Perbedaan utama antara berhutang untuk modal awal sebuah bisnis dengan berhutang untuk meningkatkan kapasitas bisnis, terletak pada pengalaman kita dalam mengelola bisnis. Ketika hutang untuk membuka sebuah bisnis, kita belum benar-benar tahu seperti apa perjalanannya karena bisnis tersebut belum memiliki penghasilan. Ketika terjadi sesuatu pada bisnis yang baru kita bangun, maka kita akan kesulitan untuk membayar cicilan hutang. 

Namun berbeda ketika kita berhutang untuk meningkatkan kapasitas bisnis, kita telah memiliki penghasilan dari bisnis yang sedang berjalan. Kemudian kita mempunyai potensi untuk membayarnya berdasarkan penghasilan yang kita terima selama ini. Pada titik inilah hutang untuk meningkatkan kapasitas bisnis itu adalah hutang produktif. 

Memang benar tidak ada yang tahu pasti tentang masa depan, hutang yang bertujuan untuk meningkatkan atau skill up bisnis juga mempunyai resiko. Namun setidaknya resiko ini jauh lebih kecil jika kita bandingkan dengan hutang untuk memulai bisnis dari awal. 

Jika hutang untuk membangun sebuah bisnis dari nol adalah hutang yang bersifat spekulatif, maka dari mana saya bisa mendapatkan modal untuk membangun sebuah bisnis dari nol?  

Saya sarankan gunakanlah uang pribadi kamu, usahakan terlebih dahulu untuk menabung dan mengumpulkan uang dari hasil pekerjaan kita. Kemudian kita menggunakan uang tabungan tersebut sebagai modal awal untuk membangun sebuah bisnis. Walaupun nantinya ada masalah dengan bisnis yang baru kita bangun, maka uang tersebut adalah uang pribadi kita bukan uang pihak ketiga dan bukan uang pinjaman. Sehingga kita hanya mengalami kerugian secara pribadi, namun kita tidak mempunyai kewajiban untuk membayar cicilan hutang kepada siapapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun