Bahkan, harga per unit reksa dana saham dan campuran bisa turun sampai puluhan persen mengikuti penurunan harga saham atau instrumen investasi lain yang ada di portofolio reksa dana yang bersangkutan.Â
Perlu diingat juga mengenai highrisk-high return. Di sisi lain reksa dana saham dan campuran juga bisa memberikan return yang tinggi.Â
Contohnya saja dengan melihat pergerakan reksa dana saham di tahun 2020 lalu. Seperti yang kita ketahui jika IHSG mengalami penurunan yang cukup tajam di sepanjang tahun 2020.Â
Dikarenakan sebagian besar portofolio investasi reksa dana saham itu berupa saham. Maka, reksa dana saham juga akan mengalami penurunan nab per unit yang tajam.
Bisa dibilang semua reksa dana saham yang dijual di berbagai redemption itu mengalami penurunan, terhitung sejak awal tahun 2020. Dari reksa dana saham  saja ada yang mengalami penurunan sebesar 65% dalam satu tahun terakhir.
Kebayang gak sih jika kamu membeli produk reksa dana saham sebesar Rp.10 juta di tahun 2020 lalu. Uang kamu di reksa dana nantinya hanya tersisa Rp.3,5 juta saja.Â
Penyebab bisa turun sedalam itu karena manajer investasi mengalokasikan dana kelolaannya ke saham-saham yang memiliki fluktuasi harga yang tinggi.Â
Bisa dibilang sangat berisiko dari informasi kepemilikan saham yang ada. Bahkan, tidak ada satupun saham blue chip atau saham yang memiliki pondasi bisnis yang kuat pada portofolio reksa dana tersebut.
Kebayang kan jika portofolio reksa dana tersebut itu diisi dengan saham perusahaan yang fondasi bisnisnya kurang baik.Â
Di sini saya bukan menakuti kamu supaya tidak membeli reksa dana. Justru saya berharap, kita bisa sama-sama belajar dari contoh tersebut.Â
Namanya investasi, kita tidak hanya sekedar membeli reksa dana dan menutup mata menunggu profit saja. Melainkan kita harus tetap mencari tahu secara detail portofolio investasi reksa dana yang kita beli dan menyesuaikannya dengan profil risiko kita.Â