"Mungkin kita bisa mencari di mana segelnya?" lanjut Roan
"Dan?"
"Ini terdengar tidak masuk akal, tapi mungkin saja hal itu bisa menghentikan api ini."
Paman Joadian memegang dagunya, berusaha menangkap apa yang mereka tujukan.
"Kau benar, itu tidak masuk akal. Tapi kita bisa mencobanya."
Roan dan Novia pun bisa sedikit menarik nafas lega. Mereka langsung membagi ruangan perpustakaan yang tersisa untuk mereka cari masing-masing.
Selagi mereka tidak bisa menyentuh apapun. Mereka hanya bisa melirik dengan teliti ke setiap celah-celah di perpustakaan yang luas ini. Roan mencari segel itu di bagian belakang perpustakaan, tempat yang biasanya penuh buku-buku bekas. Ia berpikir petugas perpustakaan menaruhnya di sekitar tempat ini.Â
Sedangkan Novia memeriksa di setiap sudut meja pengunjung yang tersebar. Berharap mungkin saja ada seorang yang melihat, lalu menaruhnya di meja. Lalu, Paman Joadian, ia bekerja paling cepat melihat ke segala sudut rak buku di bagian perpustakaan yang masih belum ternyala oleh api.
Roan merasakan keringatnya menetes lebih deras dari sebelumnya, ia seperti lilin yang meleleh. Ia semakin mencair lagi ketika tahu ia tidak menemukan benda itu sama sekali di bagian perpustakaan yang ia amat-amati dari tadi. Ia tahu seharusnya perpustakaan memiliki ruangan khusus peralatan, tapi ruangan itu sudah dilahap oleh si jago merah yang kini mengepungnya. Gawat!
Matanya terganggu oleh benda yang menyinarinya dari bawah rak. Detak jantungnya terdengar lebih keras di telinganya daripada kobaran api yang membisik seperti kertas terbakar. Ia berwalanghati dan juga bertanya-tanya benda apa itu. Apa itu benda yang ia cari saat ini? Bagaimana jika bukan?
Ia terpaksa mengintip ke bawah rak buku itu. Kakinya ia tahan untuk tidak menyentuh ke sembarang tempat agar tidak menambah perkara. Mata kirinya melirik ke balik bayangan rak yang terlalu gelap.Â