Mohon tunggu...
Muhammad Fatih
Muhammad Fatih Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa D3 Broadcasting Radio dan Televisi

Saya adalah seorang Mahasiswa prodi D3 Broadcasting Radio & televisi di kampus STIKOM AKINDO YOGYAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Politik

Psikologi Politik dalam Pemilu 2024

17 Mei 2023   00:52 Diperbarui: 17 Mei 2023   00:57 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan umum (Pemilu) bertujuan untuk memlih wakil rakyat yang nantinya akan menduduki lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat, membentuk suatu pemerintahan, melanjutkan perjuangan kemerdekaan, dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tahun 2024 akan menjadi tahun politik bangsa Indonesia karena akan diselenggarakannya pemilihan umum (Pemilu). Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatakan bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menjelang Pemilihan Umum 2024 (Pemilu), pastinya banyak bakal wajah-wajah baru yang akan mencalonkan diri menjadi anggota DPR, DPRD, Presiden maupun Wakil Presiden, namun untuk mendapatkan suara dari masyarakat tentunya harus memahami beberapa hal, salah satunya yaitu Psikologi Politik. 

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr. Muhammad Daud mengungkapkan, Ilmu Psikologi Politik dapat digunakan untuk mendapatkan suara dari masyarakat sebagai pemilik hak suara. "Kalau aktor politik ini memahami psikologi, tidak terlalu sulit mereka mendapatkan simpati, pengaruh dan dukungan dari masyarakat pemilih, tanpa menjanji sekalipun tidak perlu," ungkapnya saat mengikuti program podcast di Kantor Rakyat Sulsel, Jumat (4/11/2022).

Psikologi politik adalah bidang akademik interdisipliner, yang didedikasikan untuk memahami politik,politisi dan perilaku politik dari perspektif psikologis, dan proses psikologis menggunakan perspektif sosial-politik. 

Hubungan antara politik dan psikologi dianggap dua arah, dengan psikologi digunakan sebagai lensa untuk memahami politik dan politik digunakan sebagai lensa untuk memahami psikologi. Sebagai bidang interdisipliner, psikologi politik meminjam dari berbagai disiplin ilmu, termasuk: antropologi, ekonomi, sejarah, hubungan internasional, jurnalistik, media, filsafat, ilmu politik, psikologi, dan sosiologi.

Psikologi politik bertujuan untuk memahami hubungan saling ketergantungan antara individu dan konteks yang dipengaruhi oleh keyakinan, motivasi, persepsi, kognisi, pemrosesan informasi, strategi pembelajaran, sosialisasi dan pembentukan sikap. Teori dan pendekatan psikologi politik telah diterapkan dalam banyak konteks seperti peran kepemimpinan, pembuatan kebijakan dalam dan luar negeri, perilaku dalam kekerasan etnis, perang dan genosida, dinamika dan konflik kelompok, perilaku rasis, sikap dan motivasi memilih, pemungutan suara dan peran media, nasionalisme, dan ekstremisme politik.

Pada dasarnya psikolog politik mempelajari dasar-dasar, dinamika, dan hasil dari perilaku politik menggunakan penjelasan kognitif dan sosial. Pada tahun 2006, para ilmuwan melaporkan hubungan antara kepribadian dan pandangan politik sebagai berikut "Anak-anak prasekolah yang 20 tahun kemudian relatif liberal dicirikan sebagai  pengembangan hubungan dekat, mandiri, energik, agak mendominasi, relatif di bawah kendali, dan tangguh. Anak-anak prasekolah kemudian relatif konservatif pada usia 23 tahun digambarkan sebagai: merasa mudah menjadi korban, mudah tersinggung, ragu-ragu, takut, kaku, terhambat, dan relatif terlalu dikendalikan dan rentan.

Beberapa akademisi terkemuka di bidang ini termasuk Dr. Chadly Daniel Stern, yang saat ini bekerja di Departemen Psikologi di University of Illinois, Urbana Champaign. Penelitiannya berpusat pada menjawab pertanyaan kognitif sosial tentang bagaimana sistem keyakinan politik seseorang membentuk cara mereka memandang dunia dan interaksi mereka sehari-hari.

Psikologi politik menggunakan dua perspektif secara terintegrasi untuk menggambarkan perilaku aktor politik. Personality and Politics (1969) yang ditulis Fred Greenstein menjelaskan bahwa (1) tindakan yang ditampilkan seseorang merupakan hasil dari dua hal utama, yaitu karakteristik pribadi dan lingkungan tempat orang itu berada; (2) semakin kabur dan tak terstruktur lingkungan, semakin besar karakteristik pribadi pemimpin memengaruhi tindakannya.

Dalam survei yang dilakukan LP3ES pada 8 sampai 15 April terhadap 1.200 responden di 34 provinsi, Prabowo Subianto dikalahkan oleh Anies Baswedan yang berada di urutan pertama dalam hasil survei tentang lima tokoh paling banyak akan dipilih pada Pilpres 2024. Sedangkan, dari survei yang dilakukan Litbang Kompas sejak 13-26 April 2021 terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak, Joko Widodo berada diperingkat atas, disusul oleh Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Untuk memahami dan memprediksi perilaku dari sudut pandang psikologis, Icek Ajzen (1988) mengajukan teori perilaku rasional, yaitu bahwa cara terbaik untuk memprediksi adalah dengan mencari hasrat perilaku. Keinginan mencerminkan rencana untuk bertindak sesuai dengan sikap. Dengan begitu, perkara yang penting ialah faktor pemicu atau sebab yang mempengaruhi hasrat seseorang untuk bertingkah laku. 

Semua prediktor atau penentu perilaku politik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong perilaku politik (Sastroatmodjo, 1995). Faktor tersebut meliputi lingkungan sosial politik langsung (keluarga, sekolah, lingkungan). Lingkungan sosial politik tidak langsung (sistem politik, ekonomi dan budaya); struktur kepribadian; faktor sosial politik langsung (situasi politik dan suasana kelompok).

Meskipun sebagian besar penampilan media politisi diatur dan dipandu oleh serangkaian teknik hubungan masyarakat yang dipikirkan dengan baik, politisi, bersama dengan visi mereka sendiri tentang apa yang terbaik untuk rakyat, berbeda dalam hal perilaku dan pendekatan terhadap masalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun