Mohon tunggu...
Muhammad Rizqi Fathurohman
Muhammad Rizqi Fathurohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fathur, akrab disapa sebagai Riski atau Fathur ini menyukai dunia teknologi, dan juga desain grafis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sulitnya Meningkatkan Indeks Tingkat Ketahanan Pangan di Indonesia, Kurangnya Partisipasi Masyarakat atau Implementasi yang Buruk?

7 Oktober 2024   22:25 Diperbarui: 8 Oktober 2024   03:55 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dan Meyers (Unsplash.com)

Pangan-panganan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap umat manusia agar mereka tetap dapat menjalani kehidupan sehari-hari, tanpa hadirnya panganan maka sangat tidak mungkin peradaban manusia dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama. 

Istilah "pangan" merujuk kepada sebuah objek yang dapat dikonsumsi oleh manusia, baik makanan dan minuman yang berasal dari sumber daya hayati seperti peternakan, perkebunan, dan hutan, namun tidak terbatas pada produk olahan saja, tetapi juga termasuk seperti bahan baku yang akan diolah menjadi makanan atau minuman siap konsumsi.

Di balik aspek pentingnya pemenuhan pangan bagi umat manusia, tetap perlu kita sadari bahwasannya segala jenis panganan itu persediannya terbatas, sehingga faktor pemenuhannya bergantung pada bagaimana kebijakan serta implementasi itu diterapkan dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi kelangkaan pangan. 

Maka dari itu, penting bagi setiap warga negara untuk dapat mengetahui dan memahami aspek ketahanan pangan bagi keberlangsungan sirkulasi pangan di negaranya.

Berbicara mengenai ketahanan pangan, hal ini mengacu kepada tindakan-tindakan yang diharapkan dapat menciptakan sebuah kondisi di mana kebutuhan akan pangan di sebuah negara itu dapat terpenuhi dengan baik, sehingga baik jumlah, mutu, serta ragam jenisnya dapat dijangkau oleh setiap lapisan masyarakat tanpa dihalangi oleh aspek-aspek tertentu. 

Dengan begitu, negara dapat mencapai titik swasembada di mana kebutuhan akan pangan bagi warga negaranya dapat terpenuhi secara mandiri, dengan kata lain dapat menekan angka impor bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.

Melalui pemberian edukasi mengenai pentingnya untuk peduli serta meningkatkan ketahanan pangan pada setiap warga negara, tentu dapat berdampak baik bagi keberlangsungan sirkulasi pangan serta pemerataan gizi agar kedepannya persentase angka stunting dapat ditekan lebih kecil lagi.

 Sebab, dengan mengimplementasikan ketahanan pangan ke kehidupan sehari-hari dapat membuka peluang untuk memperluas panganan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya adalah panganan pokok seperti nasi.

Dengan begitu faktor-faktor seperti kelangkaan beras yang diakibatkan baik oleh faktor alamiah seperti pengaruh iklim yang mengakibatkan gagal panen, ataupun faktor tidak alami seperti permainan para tengkulak di pasar yang menyebabkan meroketnya harga beras dapat diatasi dengan mengonsumsi panganan pokok alternatif seperti umbi-umbian, ataupun biji-bijian. Hasilnya, sirkulasi pangan tetap stabil karena masyarakat tidak terfokus pada satu komoditas saja, namun tersedia banyak opsi di pasar untuk dijadikan sebagai pemenuhan kebutuhan akan panganan pokok.

Dilansir dari laman berita CNBC Indonesia (16/05/2023), Global Food Security Index (GFSI) telah memberikan point terhadap kualitas ketahanan pangan di Indonesia dari tahun ke tahun berdasarkan empat indikator berikut, yakni indikator keterjangakauan harga pangan (affordability), ketersediaan dari pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (quality and safety), serta ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience).

Pada tahun 2022, indeks ketahanan pangan Indonesia mencapai skor 60.2, menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya yang bernilai 59.2 saja. Namun, jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, skor ini masih lebih rendah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, seperti pada tahun 2018 yang mencapai 62.4, tahun 2019 dengan skor 60.4, dan tahun 2020 yang bernilai 61.4. Tren penurunan ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan Indonesia belum stabil dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks.

Sebagai negara yang dikenal sebagai negara agraris, di mana sektor pertanian seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian, Indonesia kini menghadapi kenyataan yang berbeda. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri kian meningkat, yang pada akhirnya terus memperburuk kapasitas sektor pertanian dalam mendukung ekonomi nasional. 

Hal ini juga tentu berdampak pada pendapatan petani yang masih relatif rendah, sehingga memengaruhi motivasi dan kesejahteraan mereka dalam berkontribusi pada ketahanan pangan, serta menghambat minat calon petani muda sebagai penerus generasi petani Indonesia.

Tantangan dalam meningkatkan ketahanan pangan bagi negara agraris sekalipun seperti Indonesia dapat dipengaruhi oleh banyak faktor kompleks, misalnya seperti kurangnya partisipasi dari masyarakat itu akibat minimnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengakibatkan ketidaktahuan mereka terhadap dampak dari masalah pangan itu sendiri. Selain itu faktor keterbatasan kapasitas serta teknologi yang ada juga dapat menghambat masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan ketahanan pangan. 

Maka dari itu, masalah keterpurukan ketahanan pangan bukanlah masalah bagi pemerintah saja, tetapi masalah bagi setiap warga negara, sehingga seharusnya semua lapisan masyarakat turut berpartisipasi dalam membina ketahanan pangan di daerahnya untuk lebih baik lagi.

Selain kurangnya partisipasi masyarakat dalam membina masalah ketahanan pangan, faktor lain yang menjadi penghambat peningkatan ketahanan pangan di Indonesia adalah implementasi proyek yang buruk, perencanaan yang tidak sesuai dengan kondisi daerah sekitar dapat menyebabkan hasil panen yang tidak maksimal, atau mungkin gagal. Salah satu contoh yang pernah terjadi di tahun-tahun ini adalah proyek food estate milik Prabowo, pembukaan lahan pertanian di atas lahan bekas gambut menjadi tantangan tersendiri bagi pertumbuhan komoditinya.

Meski tampak menantang untuk dapat meningkatkan indeks ketahanan pangan di Indonesia, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diraih. Ada banyak langkah strategis yang bisa diambil untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman generasi muda tentang pentingnya sektor pangan bagi ketahanan nasional. 

Misalnya pada sektor pendidikan, melalui pembaruan kurikulum pendidikan kita dapat membekali siswa dengan pengetahuan dasar tentang pangan, pertanian, serta tantangan dan solusi dalam mencapai ketahanan pangan di masa depan. Dengan demikian, generasi saat ini akan lebih peduli dan berkontribusi lebih besar dalam sektor ketahanan pangan.

Selain itu, pembaruan kurikulum pendidikan dengan cara menambahkan ilmu-ilmu mengenai ketahanan pangan akan membantu siswa memahami peran penting sektor pertanian dalam keberlanjutan negara, serta mengapresiasi profesi petani yang sering kali dipandang sebelah mata. 

Dengan mempelajari isu ketahanan pangan di sekolah, siswa tidak hanya akan terlibat dalam inovasi teknologi pertanian, tetapi juga memahami praktik pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Kurikulum yang mencakup ketahanan pangan juga dapat memberikan wawasan mengenai pentingnya gizi dan pola makan sehat, sekaligus mengajarkan hubungan erat antara pertanian dan lingkungan hidup. Lebih jauh lagi, integrasi ketahanan pangan dalam pelajaran kewirausahaan dapat membuka peluang bagi generasi muda untuk terjun ke dunia agropreneurship. Hal ini dapat mendorong mereka untuk berkontribusi dalam meningkatkan produksi pangan dan menciptakan lapangan kerja di sektor pertanian. 

Dengan pendidikan yang berkesinambungan, Indonesia dapat membentuk generasi yang lebih peduli, inovatif, dan siap menghadapi tantangan krisis pangan global di masa depan.

Untuk mengatasi keterbatasan lahan, terutama di perkotaan, kita dapat menerapkan metode urban farming dengan memanfaatkan ruang-ruang sempit sebagai lahan pertanian. Contohnya, menggunakan pot untuk sayuran dan buah-buahan, atau menerapkan sistem hidroponik dan akuaponik yang tidak memerlukan lahan luas. Selain itu, kita juga bisa membudidayakan microgreens, yaitu tanaman muda yang dapat dipanen dalam waktu singkat, seperti pakcoy, tauge, dan lain sebagainya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun