Mohon tunggu...
Muhammad Fariz Akbar
Muhammad Fariz Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2022

Saya suka mengandaikan teman saya adalah Jean-Paul Sartre

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Teks Lebih Baik Daripada Penulisnya, Tinjauan Singkat Hermeneutik Schleiermacher

17 November 2023   21:02 Diperbarui: 17 November 2023   21:11 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hemeneutik Schleiermacher

Melepaskan hermeneutik dari bidang-bidang khusus seperti hukum, teologi, dan sastra menjadi alasan utama mengapa Friedrich Schleiermacher dianggap sebagai bapak hermeneutik modern. Hal itu mendasari pemikirannya dan membawa kita semua kepada gagasan yang dikenal sebagai Hermeneutika Universal.

Schleiermacher merupakan seorang pendiri teologi Protestan modern. Ia hidup di zaman Romantik. Romantisme sendiri adalah gerakan yang kritis terhadap Masa Pencerahan di abad ke-18. Sementara Masa Pencerahan, di mana filosof seperti Immanuel Kant mulai menyempitkan agama pada moralitas dan Hegel membatasi agama hanya pada rasionalitas. Oleh karena itu, para pemikir Romantik mencoba untuk menemukan berbagai kebijaksanaan kuno yang ada dalam tradisi, agama, dan mitos, untuk akhirnya menemukan maknanya untuk masa kini. Sekaligus perasaan-perasaan, sebagai kekuatan manusia yang sangat penting.

Permasalahan utama yang berusaha diangkat oleh Schleiermacher adalah situasi kesalahpahaman, yang oleh Schleiermacher diatasi dengan "Kunstslehre des Verstehens". Diterjemahkan oleh F. Budi Hardiman sebagai "Seni Memahami". Untuk memahami mengapa Schleiermacher mengatakan hermeneutik adalah sebuah seni, kita dapat mengandaikan dua hal. Pertama, kesalahpahaman menjadi dasar hermenutik Schleiermacher sehingga untuk dapat memahami dan memperoleh pemahaman, diperlukan upaya yang lebih, bukan secara spontan. Kedua, kata "seni" dimaknai sebagai kepiawaian, keterampilan, keahlian, ataupun kompetensi, dan itu semua biasanya dimiliki oleh para seniman untuk menghasilkan "fine art". Mungkin dapat juga dijelaskan seperti sastrawan dengan karya kanonnya.

Dalam membaca teks, kita pasti akan menemukan kesenjangan ruang dan waktu antara teks, penulis, dan pembaca. Schleiermacher menemukan bahwa masyarakat modern, dengan kemajemukan hidupnya, menganggap kesalahpahaman sebagai hal yang sudah barang tentu. Jawaban Schleiermacher atas pertanyaan mengapa kesalahpahaman itu hadir adalah karena adanya prasangka (Vorurteil). Prasangka sendiri merupakan kejadian di mana kita hanya mementingkan perspektif kita sendiri sehingga keliru dalam memahami maksud pembicara atau penulis.

Hermeneutik Schleiermacher berpusat untuk mengatasi kesenjangan antara apa yang dikatakan dan apa yang dipikirkan. Hal ini bersifat reseptif. Dalam berbicara dan menulis, yang mana di sana terjadi gerakan dari dalam pikiran ke luar, yakni ke dalam ungkapannya. Sementara, dalam memahami, terjadi gerak sebaliknya, yaitu gerak dari luar. Membawa ungkapan yang ada di dalam bahasa menuju ke dalam pikiran. Selanjutnya, yang dicari adalah pemahaman yang hadir di balik ungkapan. Kegiatan inilah yang disebut dengan "interpretasi". Schleiermacher menulis, "Hermeneutik merupakan sebuah bagian dari seni berpikir, dan karena itu bersifat filosofis."

Interpretasi Gramatis, Interpretasi Psikologis dan Lingkaran Hermeneutis

Schleiermacher berangkat untuk mencetuskan hermeneutika universal dari para pendahulunya. Tokoh pertama adalah Friedrich Ast. Seorang filolog yang berpendapat bahwa tugas filologi adalah menangkap "roh" dalam kebudayaan Yunani dan Romawi kuno. Tentunya, untuk melakukan aksi yang sulit itu, penafsir memerlukan kemampuan gramatikal yang baik. Sebagai alat bantu menarik makna spiritual teks. Tokoh kedua adalah Friedrich August Wolf. Baginya, menafsirkan adalah memasuki dunia mental penulis. Untuk itu, diperlukan "keringanan jiwa" yang "lekas menyelaraskan diri dengan pikiran-pikiran asing."

Dari sini kita mengerti bahwa hermeneutika merupakan proses pembalikan dari sebuah penulisan teks. Dari luar menuju ke dalam. Selanjutnya, Schleiermacher membedakan antara dua hal yaitu "interpretasi gramatis" dan "interpretasi psikologis". Interpretasi gramatis adalah usaha untuk memahami teks berlandaskan bahasa, struktur kalimat, dan juga hubungan antara teks dengan karya lainnya yang berjenis sama. Interpretasi gramatis menempatkan dirinya dalam kerangka obyektif. Lantas interpretasi psikologis menempatkan dirinya dalam kerangka subyektif, yaitu dunia mental penulisnya. Richard E. Palmer menambahkan, yang dicari di sini adalah "individualitas dan kejeniusan yang khas dari pengarang."

Dunia mental penulis ini berpengaruh terhadap rekonstruksi pengalaman mental pengarang, untuk seolah-olah mengalami kembali pengalaman penulis teks. Yang perlu diperhatikan adalah, interpretasi psikologis bukan bertujuan menangkap penyebab perasaan penulis karena targetnya adalah bukan emosi melainkan pikiran. Ini dapat disederhanakan menjadi pertanyaan apa yang dipikirkan oleh penulis, bukan apa yang dirasakannya.

Dalam kondisi ini, penafsir berada di dalam kondisi obyektif dan subyektif. Tampak seperti dualitas bahasa dan pemakainya. Schleiermacher memiliki pendirian atas hal ini. Ia menganggap bahwa interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis memiliki tugas yang setara. Bahasa dapat dipahami melalui pemakainya. Pemakai bahasa juga dapat dipahami melalui bahasa yang dipakainya. Kita memahami pribadi penulis melalui teks yang ditulisnya, dan teks itu sendiri dipahami melalui pribadinya. Keberlangsungan antara interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis inilah yang kemudian dikenal dengan istilah lingkaran hermeneutis (hermeneutischer Zirkel). Setiap bagian dapat dipahami hanya dari keseluruhan yang mencakupnya, dan sebaliknya.

Contoh mudah dalam pengaplikasiannya adalah, untuk memahami kata kita harus lebih dahulu memahami kalimat. Sama halnya untuk memahami kalimat kita juga harus terlebih dahulu memahami kata. Kedua hal ini begitu mudah dipahami. Dalam proses menangkap makna, Schleiermacher percaya ada kekuatan yang ada di dalam akal kita sebagai penafsir untuk melakukan kegiatan tersebut secara bersamaan, yang ia sebut sebagai divinatorisches Verstehen. Ini menunjukkan bahwa interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis merupakan hubungan dialektis yang dikenal sebagai lingkaran hermeneutis.

Memahami Teks Lebih Baik Daripada Penulisnya

Pada awalnya, tugas utama hermeneutik bagi Schleiermacher adalah menghadirkan kembali seutuhnya maksud penulis dan para pembaca awalnya. Bertolak dari cara baca yang disebut literalisme. Memusatkan diri pada makna harfiah kalimat-kalimat yang tertulis dalam kitab suci. Untuk melampaui literalisme seperti ini, kedua interpretasi ditawarkan beserta lingkaran hermeneutisnya oleh Schleiermacher. Hal ini dilandasi oleh kesenjangan waktu. Akhirnya, interpretasi, menurut Schleiermacher berarti: "Memahami teks pertama-tama dan juga kemudian bahkan lebih baik daripada pengarang teks itu".

Kesenjangan penggunaan bahasa antara penulis dan juga pembaca teks memaksa pembaca untuk melihat dari area bahasa yang sama bagi si pengarang dan pendengar langsungnya. Secara otomatis, hal ini melibatkan banyak hal, seperti perubahan arti bahasa yang sama. Tentunya, di dalam kurun waktu tersebut, pengguna bahasa mulai melakukan kontak dengan orang asing sehingga makna dari kata tertentu akan berubah. Dengan menempatkan penggunaan bahasa ke konteks yang lebih luas, membandingkan pemaikaiannya dengan kata lain, serta membedakan arti literal dan figuratif. Meski menurut Schleiermacher, kita tidak dapat menjelaskan secara utuh bahasa yang dipakai di masa lalu. Namun setidaknya, kita masuk ke dalam konteks yang lebih luas untuk mendapatkan apa yang dimaksud oleh penulis dan dalam rangka itu, kita akan memperoleh banyak data yang tidak diketahui oleh si penulis sendiri.

Memahami individualitas penulis yang merupakan bagian dari interpretasi psikologis yang mana pembaca harus keluar dari teks untuk menemukan konteks penciptaannya. Baik secara umum, layaknya ide pokok yang dipikirkan oleh penulis sehingga ia tergerak maupun pikiran-pikiran sekunder yang terlibat di dalam hal itu. Hal ini dikenal sebagai "empati" psikologis. Kegiatan yang tidak hanya memahami makna literal tetapi juga memasuki dunia mental penulis, seolah-olah pembaca mengambilalih posisi sebagai penulis.

Seluruh interpretasi tersebut pada akhirnya dipresentasikan oleh sang penafsir untuk kembali direhabilitasi menjadi makna aslinya. Kemudian, bersamaan dengan seluruh konteks yang dimiliki oleh pembaca ketika melakukan tafsir, ia tidak hanya memiliki apa yang dimaksudkan oleh penulis, namun hal-hal lain yang sebenarnya tidak diketahui maupun tidak disadari oleh penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun