Contoh mudah dalam pengaplikasiannya adalah, untuk memahami kata kita harus lebih dahulu memahami kalimat. Sama halnya untuk memahami kalimat kita juga harus terlebih dahulu memahami kata. Kedua hal ini begitu mudah dipahami. Dalam proses menangkap makna, Schleiermacher percaya ada kekuatan yang ada di dalam akal kita sebagai penafsir untuk melakukan kegiatan tersebut secara bersamaan, yang ia sebut sebagai divinatorisches Verstehen. Ini menunjukkan bahwa interpretasi gramatis dan interpretasi psikologis merupakan hubungan dialektis yang dikenal sebagai lingkaran hermeneutis.
Memahami Teks Lebih Baik Daripada Penulisnya
Pada awalnya, tugas utama hermeneutik bagi Schleiermacher adalah menghadirkan kembali seutuhnya maksud penulis dan para pembaca awalnya. Bertolak dari cara baca yang disebut literalisme. Memusatkan diri pada makna harfiah kalimat-kalimat yang tertulis dalam kitab suci. Untuk melampaui literalisme seperti ini, kedua interpretasi ditawarkan beserta lingkaran hermeneutisnya oleh Schleiermacher. Hal ini dilandasi oleh kesenjangan waktu. Akhirnya, interpretasi, menurut Schleiermacher berarti: "Memahami teks pertama-tama dan juga kemudian bahkan lebih baik daripada pengarang teks itu".
Kesenjangan penggunaan bahasa antara penulis dan juga pembaca teks memaksa pembaca untuk melihat dari area bahasa yang sama bagi si pengarang dan pendengar langsungnya. Secara otomatis, hal ini melibatkan banyak hal, seperti perubahan arti bahasa yang sama. Tentunya, di dalam kurun waktu tersebut, pengguna bahasa mulai melakukan kontak dengan orang asing sehingga makna dari kata tertentu akan berubah. Dengan menempatkan penggunaan bahasa ke konteks yang lebih luas, membandingkan pemaikaiannya dengan kata lain, serta membedakan arti literal dan figuratif. Meski menurut Schleiermacher, kita tidak dapat menjelaskan secara utuh bahasa yang dipakai di masa lalu. Namun setidaknya, kita masuk ke dalam konteks yang lebih luas untuk mendapatkan apa yang dimaksud oleh penulis dan dalam rangka itu, kita akan memperoleh banyak data yang tidak diketahui oleh si penulis sendiri.
Memahami individualitas penulis yang merupakan bagian dari interpretasi psikologis yang mana pembaca harus keluar dari teks untuk menemukan konteks penciptaannya. Baik secara umum, layaknya ide pokok yang dipikirkan oleh penulis sehingga ia tergerak maupun pikiran-pikiran sekunder yang terlibat di dalam hal itu. Hal ini dikenal sebagai "empati" psikologis. Kegiatan yang tidak hanya memahami makna literal tetapi juga memasuki dunia mental penulis, seolah-olah pembaca mengambilalih posisi sebagai penulis.
Seluruh interpretasi tersebut pada akhirnya dipresentasikan oleh sang penafsir untuk kembali direhabilitasi menjadi makna aslinya. Kemudian, bersamaan dengan seluruh konteks yang dimiliki oleh pembaca ketika melakukan tafsir, ia tidak hanya memiliki apa yang dimaksudkan oleh penulis, namun hal-hal lain yang sebenarnya tidak diketahui maupun tidak disadari oleh penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H