Mohon tunggu...
muhammad fahroly
muhammad fahroly Mohon Tunggu... Dosen - BKKBN Provinsi Kalsel

Berbagi tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gen Z "Jangan Menunda Nikah" Benarkah?

19 Mei 2023   00:40 Diperbarui: 19 Mei 2023   01:09 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pasangan Generasi Z (Freepik/cookie_studio)

Diambil dari petikan wawancara Wakil Presiden Indonesia Bapak KH. Ma'ruf Amin pada selasa 16 mei 2023 di JCC Senayan bahwa "Generasi Z, untuk tidak menunda-nunda pernikahan". 

Terkesan terburu-buru memang, namun kita harus tahu alasan beliau berkata demikian. Berdasarkan lanjutan wawancara yang penulis simak bahwa alasan beliau menyampaikan hal yang demikian adalah agar angka pertumbuhan penduduk usia produktif di Indonesia tidak semakin mengecil.  

Sesuai dengan pernyataan tersebut Bappenas merilis angka Total Pertumbuhan Rata-rata penduduk Indonesia (TFR) diprediksi akan terus menurun 1,9 juta di tahun 2045.  

Tentu angka tersebut menurut mereka adalah hambatan pertumbuhan ekonomi yang sejatinya pertumbuhan penduduk di Indonesia hanya 0,67 persen per tahun. Itu artinya pertumbuhan berjalan lambat. 

Selain alasan pertumbuhan usia produktif yang lambat. Pemerintah melalui Bappenas memprediksi apabila hal ini tidak diantisipasi dengan segera maka akan berdampak banjirnya usia lansia di Indonesia yang tingkat produktifitasnya tidak dapat diharapkan lagi.

Baik, kita stop sampai di sini saja. Mari kita telaah bersama berdasarkan analisa penulis secara pribadi.

Pertama, apa itu generasi Z yang kita kenal? Generasi Z adalah generasi yang diperkirakan akan tumbuh menjadi penduduk yang produktif ketika mamasuki usia dewasa pada tahun 2045 mendatang. Mereka terlahir rentang tahun 1997 s/d 2012 yang diperkirakan pada tahun 2045 memasuki 48 tahun s/d 33 tahun.  

Tidak bisa dikategorikan muda juga pada dasarnya, namun mereka yang terlahir sebagai generasi Z adalah anak-anak yang akan melalui perkembangan teknologi canggih yang mendukung perkembangan dunia seperti 4.0.

Kedua, apakah benar 2045 merupakan tahun keramat yang menjadi momok menakutkan bagi Indonesia?  emmmmm. menurut saya relatif memang.  Anggap saja pada setiap kehidupan manusia itu, hanya ada satu kali kesempatan perbaikan kehidupan yang jika terlewat maka akan menjadi sebuah kerugian bagi kita. 

Seumpama pada anak usia 0 sampai dengan 2 tahun adalah usia di mana mereka melewati fase golden age untuk menentukan ke depan apakah isu stunting dapat menghantui pertumbuhan mereka ataukah tidak.   

Karena pada usia anak sejak dalam kandungan Ibu hingg terlahir usia 2 tahun adalah masa di mana orang tua dapat memaksimalkan tumbuh kembang mereka ke depan dengan pola asuh yang baik dan asupan makanan yang bergizi tinggi.  

Bagaimana jika masa itu terlewatkan? Apakah berbahaya?  Tentu jawabannya relatif.  pertumbuhan anak tersebut terganggu karena alasan stunting atau tidak, belum bisa dipastikan kalau pada usia emas tersebut orang tua melewatkan kesempatan tersebut.  

Selama, ada letak kesadaran dan mau berusaha memperbaiki ketertinggalan terebut maka pasti ada celah dalam perbaikan pertumbuhan anak terutama dalam hal intelegensianya.  

Lantas apa hubungannya dengan 2045? Pemerintah melalui BKKBN dan Bappenas akan memprediksi bahwa pada tahun 2045 adalah tahun di mana usia produktif akan mengalami kenaikan dan diharapkan penduduk Indonesia dapat tumbuh berkualitas, sehingga pertumbuhan ekonomi dan iptek kita dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya.  

Oleh karena itu, kenapa 2045 menjadi tahun yang sakral bagi Indonesia demi menyambut Bonus Demografi yang menjadi tonggak pembangunan ke depan. Jika saja kesempatan itu tidak digunakan sebaik mungkin, boleh jadi Indonesia hanya sebagai bangsa yang mencetak sejarah namun, tidak menikmati hasil sejarah tersebut dalam bentuk kesejahteraan.

Ketiga, TFR (Total Fertility Rate) atau Angka Rata-rata Pertumubuhan Penduduk turun akan bedampak lambatnya perjalanan ekonomi Indonesia? Tentunya tidak. Untuk urusan ini, saya pribadi berbeda pendapat dengan Bappenas.  

Sebagai orang yang bekerja sebagai Penyuluh KB yang tugas utamanya adalah memberikan edukasi Bangga Kencana maupun mengendalikan kelahiran penduduk ke arah yang seimbang, maka dengan adanya TFR yang semakin rendah akan berdampak baik terhadap kelangsungan hidup keluarga.  

TFR rendah bukan berarti Indonesia mengalimi krisis reproduksi akibat orang tidak mau berhubungan seks atau berkeluarga. Indonesia berbeda dengan jepang. Indonesia punya budaya luhur yang baik dibanding negara lain. Di mana dalam keluarga hidup Nilai Norma Positif yaitu melestarikan keturunan.   

Tentu, melestarikan keturunan bukan berarti semaunya saja untuk hamil dan melahirkan. Ada arahan-arahan yang harus diperhatikan dalam merencanakan kehidupan keluarga. (Baca Buku tentang Kependudukan dan Keluarga Berencana).  

Simpulannya TFR rendah, mencerminkan keberhasilan BKKBN dalam mengendalikan jarak kelahiran penduduk agara lebih sejahtera. Kalau keluarga Indonesia sejahtera, maka niscaya akan melahirkan generasi emas berkualitas, siap menghadapi tantangan perkembangan global dari berbagai aspek.

Keempat, apa benar menikah di usia muda bahkan terkesan terburu-buru menghasilkan hal yang baiK? Jawabannya pasti tidak ya. Dalam agama Islam menikah adalah Sunnah.  

Namun, letak kesunnahan itu bukan berarti harus menikah tanpa perencanaan yang tepat.  BKKBN memberikan gambaran sederhana bahwa ketika remaja telah memasuki usia kematangan reproduksi maka angka yang tepat adalah 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria.  

Adakah manfaat lain?  Tentu ada ya sobat.  Di usia yang disebutkan tadi selain kematangan reproduksi yang menjadi rekomendasi pada ahli kesehatan dan kandungan, menikah di usia terencana akan mendapat beberapat kebaikan di antaranya; kesiapan ekonomi, kesiapan mental berkeluarga, kesiapan pengalaman, kesiapan skill, kesiapan rohani dan yang pasti adalah dengan terencana segala sesuatunya akan menjadi mudah untuk dijalani.   

Kalau saja angka pernikahan usia muda banyak terjadi di wilayah kita, maka kecil kemungkinan 2045 Indonesia akan melewatkan kesempatan emas bonus demografi dalam menyambut kemajuan teknologi dikarenakan fokus pemerintah terpecah kepada pengentasan kemiskinan, pendidikan yang tidak merata akibat kemiskinan, banyak penduduk yang menjadi beban negara dll.

Kelima, atau terakhir.  Masa ia lansia kita katakan sebagai penduduk tidak produktif? Sebagai petugas BKKBN kami punya jiwa membangun dan optimis bahwa lansia adalah media emas bagi generasi Z dalam hal pengalaman.   

Secara fisik memang mereka tidak produktif lagi. Namun, secara semangat hidup dan pengalaman tentunya mereka bisa menjadi guru terbaik bagi generasi muda dalam mempersiapkan kehidupan berkeluarga.  

Jadikan lansia kita hidup dengan semangat dan berpikiran positif, sehingga tidak ada lagi kata mereka sebagai beban keluarga atau pemerintah.  Melalui 7 dimensi lansia saya yakin ketika kepedulian keluarga meningkat kepada lansia tersebut pertama mengajak mereka senantiasa beribadah, olah raga, makan makanan sehat, berkarya, berpikir positif, bergaul normal di lingkungan masyarakat dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka maka tidak ada jarak antara kata produktif dengan tidak produktif.

Di akhir tulisan yang tidak begitu populer ini saya mengajak bersama, khususnya bagi keluarga. Pertama, katakan tunda untuk menikah di usia muda. Kedua, mulailah hidup dengan terencana. Ketiga, gunakan kesempatan yang diberikan Tuhan melalui upaya niat meningkatkan taraf hidup ke arah yang sejahtera dan berkualitas dan Keempat rubahlah mindset berpikir pesimis menjadi optimis untuk perubahan.

*Rahmaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun