Mohon tunggu...
Muh Fadhil Taufiqur Rahman
Muh Fadhil Taufiqur Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Pertanian-Perkebunan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Batu Kenong Kodedek, Warisan Megalitikum yang Mengagumkan di Bondowoso

5 Desember 2024   06:39 Diperbarui: 5 Desember 2024   06:40 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu Kenong, Dusun Kodedek, Desa Gunungsari, Kecamatan Maesan, Kabupaten Bondowoso.

Batu-batu kenong yang unik menjadi saksi bisu dari ritual-ritual spiritual yang pernah dilakukan di tempat ini. Batu kenong, istilah yang diberikan oleh masyarakat setempat, memiliki bentuk unik yakni silindris dengan tonjolan di bagian atasnya. Di situs Gunungsari, batu-batu ini ditemukan dalam kelompok-kelompok (Digital, 2023). 

Konon, situs Kodedek menjadi tujuan para pertapa untuk melakukan semedi dan mendekatkan diri pada kekuatan gaib. Situs Kodedek menyimpan misteri yang tak terpecahkan. Selain menjadi saksi bisu peradaban masa lalu, tempat ini juga diyakini memiliki kekuatan magis. 

Warga sekitar percaya bahwa situs ini mampu menenangkan alam. Sudiyanto mengungkapkan, saat desa dilanda bencana angin kencang, doa bersama di sekitar situs ini diyakini mampu menghentikan angin tersebut. Fenomena unik lainnya adalah suara gamelan mistis yang kerap terdengar pada malam Jumat manis, sebuah kejadian yang menambah aura mistis situs ini. 

Dinas Pariwisata Bondowoso, memperkirakan usia situs Kodedek mencapai ribuan tahun. Situs ini, yang dipercaya sebagai tempat pemujaan pada zaman dahulu, kini menjadi salah satu fokus perhatian dalam upaya pelestarian warisan budaya di Bondowoso. Kelengkapan situs ini memungkinkan pengunjung untuk memahami lebih dalam tentang kehidupan masyarakat megalitikum. 

Sememtara itu, di Pakauman, Bondowoso, selalu ditemukan dalam formasi kelompok. Jumlah batu kenong dalam setiap kelompok bervariasi, mulai dari kelompok kecil yang hanya terdiri dari 3 batu hingga kelompok besar yang mencapai 20 batu. Secara keseluruhan, terdapat 26 kelompok batu kenong yang tersebar di situs ini. 

Pada tahun 1938, Willems melakukan penggalian pada salah satu kelompok batu kenong di Pakauman. Hasil penggalian tersebut menemukan beberapa artefak, seperti pecahan gerabah, periuk, manik-manik kaca, gelang besi, dan lima buah pemukul yang terbuat dari kulit kayu. Meskipun telah dilakukan penelitian, fungsi dari kelompok batu kenong di Pakauman hingga kini masih menjadi misteri (Suryanto, 2022).

Dengan membandingkan kedua peninggalan ini, kemungkinan besar 26 kelompok batu kenong yang ditemukan di Pakauman juga merupakan fondasi rumah dari masa lampau. Dahulu, batu kenong dimanfaatkan sebagai umpak, yaitu bagian dasar atau pondasi bangunan. Bagian atas rumah kemungkinan besar terbuat dari material organik seperti kayu, bambu, dan dedaunan atau rumput sebagai atap. 

Karena bahan-bahan tersebut mudah lapuk, tidak ada sisa-sisanya yang ditemukan saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun