Mohon tunggu...
Muhammad Fadhilah
Muhammad Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Muhammad Fadhilah NIM : 55521120025 Mata Kuliah : Perpajakan Internasional dan Pemeriksaan Pajak Dosen : Prof. Dr. Apollo, Ak., M.Si. Program Studi Pascasarjana Magister Akuntansi Perpajakan Universitas Mercu Buana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 08 _ Studi Kasus Sesuai PMK 71/PMK.03/2022

25 Oktober 2022   14:16 Diperbarui: 25 Oktober 2022   14:28 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PT. BAP, seorang PKP, melakukan pembelian untuk pembangunan villa, condotel, dan hotel operasional dari pemasok yang telah dikukuhkan sebagai PKP saja dan melakukan pembelian dari pemasok non-PKP. Dalam perencanaan pajak ini PT. BAP lebih banyak melakukan pembelian BKP dari pemasok PKP. Dalam perencanaan pajak ini PT. BAP lebih banyak melakukan pembelian BKP dari pemasok PKP. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mengatur lebih lanjut mekanisme kredit pajak masukan. Pasal ini mengatur bahwa pajak masukan dikurangkan secara bersama-sama dalam masa pajak yang sama. Hal lain yang harus dipertimbangkan oleh PT BAP adalah pajak masukan yang akan dihapus dan harus memenuhi syarat formil dan material karena beberapa pajak masukan tidak dapat dikurangkan, termasuk faktur pajak yang tidak lengkap berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 16B UU PPN. Dari hasil penelitian di lapangan, PT. BAP, Pengusaha Kena Pajak (PKP), beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menghitung dan melaporkan PPN untuk perencanaan pajak. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah peraturan perpajakan mengenai tarif dan waktu pembayaran serta pelaporan PPN. Pembelian untuk pembangunan gedung villa dan hotel beserta fasilitasnya sebesar Rp 69.200.083.165 dengan PPN INPUT sebesar Rp 6.920.008.316. PT. BAP menerima angsuran sebesar Rp7.217.351.646 (tujuh miliar dua ratus tujuh belas juta tiga ratus lima puluh satu ribu enam ratus empat puluh enam rupiah) untuk kondotel dan vila yang dikenakan PPN Keluaran sebesar Rp721.735.164 (tujuh miliar dua puluh satu juta tujuh ratus tiga puluh lima ribu seratus enam puluh empat rupiah) dan PPh Pasal 4 (2) sebesar Rp360.867 PPN Masukan sebesar Rp1.632.661.465 (Sat miliar enam ratus enam puluh lima ribu empat ratus enam puluh lima rupiah) berlaku untuk pembelian vila dan hotel. Berdasarkan penjualan condotel dan villa pada tahun 2013--2017 hanya mencapai Rp. 35.124.548.890, yang dikenakan PPN keluaran 10% sebesar Rp 3.512.454.889 dan PPh pasal 4 ayat 2 sebesar Rp 1.756.227.445, sedangkan pembelian mencapai 70% dari penjualan sebesar Rp 85.526.697.822, yang dikenakan PPN masukan 10% sebesar Rp 8.552.669.782 . Jadi, pada tahun 2013--2017, PT. BAP seharusnya memiliki kelebihan sebesar Rp3.340.314.823, yang dapat diperhitungkan untuk dikompensasikan atau dapat dikembalikan kembali kepada PT. ROTI SKOTLANDIA. Sisanya Rp 1.699.900.070 tidak dapat dikompensasikan karena tidak terkait dengan bisnis Villa dan Condotel dan layanan perhotelan, yang merupakan jenis layanan tertentu yang tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Karena kelalaian dari pihak PT. masa amnesti karena (1) kurangnya pemahaman tentang pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh Pasal 4 Ayat 2 Perencanaan Pajak, (2) kurangnya kesadaran untuk membayar PPN dan PPh Pasal 4 Ayat 2 (yang rendah).

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perencanaan pajak dalam menawarkan pembayaran atas Nilai Tambah (PPN) dan PPh Pasal 4 Ayat (2) pembayaran di PT. BAP tahun 2013--2017 adalah perencanaan pajak dengan menghindari pelanggaran pajak, perencanaan pajak dengan penundaan pengkreditan pajak masukan, dan perencanaan pajak melalui pembelian BPK dengan PPN. Pelaksanaan perencanaan pajak ini tidak berhasil dan tidak efisien sehingga menimbulkan kerugian bagi PT. BAP sebesar Rp3.340.314.823. Hal ini

dikarenakan para pengambil keputusan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya kurang memahami atau mengetahui tentang aspek perpajakan PPN dan PPh Pasal 4 Ayat (2) tentang hak atas tanah, bangunan, dan bumi serta bangunan, sehingga menimbulkan kesadaran untuk membayar. pajak. Oleh karena itu, jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan perpajakan yang memadai, mereka tidak memiliki kesadaran pajak, yang akan menyebabkan wajib pajak tidak menerapkan pajak, sehingga perencanaan pajak tidak efektif. Jika tingkat pemahaman wajib pajak tinggi, maka kepatuhan dalam membayar pajak juga tinggi; sebaliknya jika tingkat pemahaman wajib pajak rendah, maka kepatuhan dalam membayar pajak juga rendah.

Berdasarkan temuan dan kesimpulan penelitian sebelumnya, saran yang diajukan sebagai berikutBagi Wajib Pajak: Wajib Pajak perlu mengikuti pelatihan dan sosialisasi berkelanjutan mengenai peraturan dan perubahannya tentang PPN dan PPh Pasal 4 (2). Wajib Pajak harus dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar dan melaporkan pajak tepat pada waktunya sebagai cerminan warga negara yang baik. Mereka harus mematuhi peraturan yang berlaku demi kepentingan umum.

Terima Kasih!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun