Nama : Muhammad Fadhilah
NIM : 55521120025
Mata Kuliah : Manajemen Pajak
Dosen : Prof. Dr. Apollo, Ak., M.Si.
Program Studi Pasca Sarjana
Magister Akuntansi Perpajakan
Universitas Mercu Buana Jakarta
Diskursus Studi Kasus Sesuai PMK 71/PMK.03/2022
Strategi Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai
Contoh perencanaan pajak yang digunakan oleh perusahaan adalah perencanaan pajak untuk mengurangi besarnya pajak pertambahan nilai (PPN). Â Hutang pajak atau lebih bayar PPN yang tidak dapat dikreditkan merupakan standar di banyak perusahaan, termasuk perusahaan tempat penelitian ini dilakukan yaitu PT. RS Perusahaan yang bergerak di bidang real estate dan perhotelan, penjualan unit condotel dan villa, berdiri sejak tahun 2013. PT. BAP terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP Pratama Batu dan diakui sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Oleh karena itu, PT. BAP sudah memiliki kewajiban perpajakan dari transaksi jual belinya. PT. BAP memiliki beberapa bisnis, sehingga kewajiban perpajakannya semakin kompleks. Tidak hanya kelebihan pembayaran PPN tetapi juga masalah penegasan kapan PPh Pasal 4(2) harus dibayar pada saat peralihan hak atas tanah dan bangunan. PT. BAP berkeyakinan bahwa Pajak Penghasilan Pasal 4(2) terutang dan ditagih pada saat Notaris menerbitkan Akta Jual Beli (AJB) setelah pelunasan pembelian Villa. Menurut perpajakan ketentuan Pasal 4 ayat (2), pajak penghasilan harus dibayarkan kepada negara pada setiap jangka waktu pembayaran vila sehingga PT. BAP tidak perlu menunggu untuk membayar PPh Pasal 4 ayat (2) pada saat pembeli telah melunasi pembayaran villa. Pada tanggal 25 Maret 2017, saat kebijakan Amnesti Pajak diterapkan, PT. BAP dinyatakan membayar pokok PPN dan PPh 4 (2) sebesar Rp1.791.769.684 (Satu Miliar Tujuh Ratus Sembilan Puluh Satu Juta Tujuh Ratus Enam Puluh Delapan Rupiah). Namun, kelebihan pembayaran PPN sebesar Rp 4.941.451.431 harus dihapuskan (tidak dapat digunakan untuk mengkompensasi rugi pajak). Pada tahun 2016 dan 2017, mereka harus membayar PPN dan PPh 4 (2) sebesar Rp733.929.408 (Tujuh Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Empat ratus delapan Rupiah). BAP tersebut diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Kota Batu mengenai kelebihan kompensasi PPN setelah masa pengampunan pajak berakhir yaitu pada tanggal 31 Maret 2017, dan diperoleh keputusan bahwa tambahan pajak masukan PPN PT. BAP tidak boleh dikreditkan karena dianggap tidak berhubungan dengan bidang usaha perusahaan, sehingga PT. Ini telah menarik banyak penelitian akademis dan teoritis dalam perencanaan pajak. Berikut ini adalah beberapa studi perencanaan pajak yang dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti dalam studi oleh (Pujiwidodo, 2017), mengenai analisis penerapan perencanaan pajak untuk meminimalkan PPN terutang pada CV. Mikita Cookies bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis dampak penerapan perencanaan pajak untuk meminimalkan PPN terutang pada CV. Mikita Cookies berhasil menurunkan pajak menjadi Rp81.018.911. Sementara itu, (Marentek dan Budiarso 2016) penelitian menilai penerapan perencanaan pajak untuk meminimalkan PPN pada PT. Transworld Solution Jakarta Selatan bertujuan untuk memahami implementasi perencanaan pajak untuk meminimalkan PPN pada PT. Solusi Transworld, Selatan Jakarta. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Transworld Solution telah menerapkan beberapa strategi perencanaan pajak yang baik di sektor PPN. Hal ini terlihat dari kredit pajak masukan perusahaan atas pajak keluaran yang diperoleh selama masa pajak yang sama. Perusahaan masih memiliki Surat Pemberitahuan (SSP) dan menyampaikan satu waktu (SPT), tetapi juga menunda pembayaran pajak. Perusahaan belum menerima pembayaran atas penerbitan pajak yang diterbitkan oleh perusahaan. Perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp. dari total pajak keluaran yang harus dibayar pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan perencanaan pajak untuk meminimalkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Pasal 4(2) yang disetorkan pada PT. BAP 2013--2017. Penelitian ini dilakukan di Indonesia khususnya di Pemerintah Kota Metropolitan Batu, karena Indonesia telah menerapkan perencanaan pajak bagi setiap wajib pajak. Namun, pelaksanaan perencanaan pajak tidak berhasil karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan pendekatan paradigma kualitatif positif yang memfokuskan penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif positif sebagai ilmu, yang dilakukan berdasarkan prosedur dan aturan yang ketat yang bermaksud menjelaskan fakta, hubungan sebab akibat, memprediksi, menekankan poin, dan menemukan hukum. Itu berlaku agar manusia dapat memprediksi dan mengendalikan peristiwa. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data model interaksi di atas. Pertama, pengumpulan data dilakukan di PT. BAP dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Kedua, dengan meringkas, menyeleksi, dan mengkonsentrasikan data pada hal-hal yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dan rekaman menjadi berkurang. Ketiga, penyajian data dalam tabel, bagan, dll. Keempat, kesimpulan: langkah terakhir dalam menganalisis data kualitatif pada model interaksi adalah menyimpulkan dan memvalidasinya. Berdasarkan data yang telah direduksi dan disajikan, peneliti menarik kesimpulan yang didukung oleh bukti-bukti yang kuat selama tahap pengumpulan data. Pelayanan Perhotelan tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan. Pajak bisnis hotel terutama dikenakan pada sumber pendapatan bisnis hotel dari tiga sumber pajak potensial. Tiga potensi pajak yang dipungut adalah pajak daerah, pajak penghasilan pasal 4 (2), dan pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, selain ketiga sumber perpajakan tersebut, beberapa sumber pajak dikenakan kegiatan operasional sebagai pendapatan non-utama, seperti seperti Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, 22, 23, dan 26 dan
Pajak Penghasilan Badan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa aspek perpajakan yang telah diterapkan oleh PT. PPN dari usaha hotel dapat berasal dari jasa yang diberikan kepada tamu non hotel, misalnya jasa laundry, jasa pusat kebugaran, spa, dan jasa lainnya bagi pengunjung selain tamu hotel. PPN yang dikenakan adalah 10% dari dasar pengenaan pajak. BAP, seperti Pajak Daerah (PB1), dibebankan untuk pendapatan hotel dari kamar, pendapatan restoran dari alakat, berbagai kegiatan, dan kegiatan pertemuan yang diadakan oleh pemerintah, yang Berbagai tahapan usaha, mulai dari tahap penyiapan lahan hingga produk siap dijual ke konsumen. Setiap tahapan akan menimbulkan aspek pajak yang berbeda. Tahap persiapan merupakan tahap awal dari bisnis properti. Fase ini mencakup penelitian pendahuluan dan studi pasar dan potensi komersial. Disampaikan oleh Bapak D pemilik perusahaan, memilih lokasi usaha di atas bukit dari hasil wawancara di lapangan karena lokasi tanah milik sendiri dan cukup strategis untuk dibangun hotel dan villa. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan perencanaan konstruksi dan perencanaan anggaran. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pengembang sendiri atau dengan menggunakan jasa konsultan. Wawancara dengan pemilik, Ibu E, pemilik lainnya, mengungkapkan bahwa pembangunan awal hotel dan villa membutuhkan dana yang tidak sedikit karena terletak di atas bukit. dipotong langsung PPh 23 untuk penggunaan jasa oleh pemerintah. Namun fasilitas pendapatan sewa seperti fitnes dan polling belum dikenakan pajak yaitu PPh pasal 4 (2) karena kurangnya pemahaman perpajakan tentang aspek apa saja yang dikenakan pajak atas pelayanan bagi bukan tamu. PPh pasal 4 (2) berlaku atas penghasilan penyedia jasa konstruksi dan dipungut berdasarkan kualifikasi usaha penyedia jasa konstruksi. Ketiga, PPN dikenakan atas 10% dari nilai jasa yang diterima oleh penyelenggara jasa gedung. Dalam tahap pengadaan tanah dapat diperoleh dengan cara membeli langsung dari pemilik tanah, melalui perantara (perantara), atau bekerjasama dengan pemilik tanah. Pajak pada tahap ini berupa pajak penghasilan final sebesar 2,5% dari harga jual atau harga transaksi. Umumnya pembeli dan penjual sepakat untuk menggunakan harga NJOP hanya pada SPPT PBB, bukan penjualan sebenarnya. PPh dibayar dengan tarif pajak 5% dari harga jual/harga transaksi setelah dikurangi NPOPTKP oleh peraturan daerah masing-masing. Pada umumnya pembeli dan penjual harus menggunakan harga NJOP pada SPPT PBB, bukan harga jual atau harga transaksi. Untuk PPh pasal 21 dan 23, jika penjualan dibantu oleh perantara, dari penghasilan yang diperoleh perantara; jika penjualnya adalah PKP yang melakukan usaha penjualan tanah.
Perencanaan Pajak dengan Menghindari Pelanggaran Pajak
Dalam perencanaan pajak ini PT. BAP berusaha untuk tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku dan tidak dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Agar tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku, PT. BAP melakukan beberapa hal, seperti menerapkan peraturan yang berlaku dan disiplin dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, termasuk perhitungan pajak yang benar dan pembayaran dan pelaporan pajak yang tepat waktu. Perencanaan pajak PPh pasal 4 (2) pembayaran hak atas tanah, bangunan, dan tanah dan bangunan dilakukan dengan meningkatkan angsuran dari pengguna Villa dan Condotel. PT. BAP akan menerbitkan faktur pajak keluaran dan menghasilkan id faktur dengan kode pajak 411128 dan menyetor jenis 402 dalam batas waktu yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan. Dari wawancara di atas dapat dipastikan telah dilakukan dengan benar dengan memperhatikan pengawasan untuk menghindari sanksi administratif dan pidana pada tahap perencanaan ini. Namun beberapa kendala ditemui karena kurangnya pengetahuan tentang kapan PPh pasal 4 (2) terutang harus disetorkan ke negara.
Perencanaan Pajak Dengan Keterlambatan Pengkreditan Pajak Masukan
PT. BAP terlebih dahulu menyesuaikan total penjualan saat melakukan perencanaan pajak ini; hal ini dilakukan untuk menentukan jumlah faktur pajak masukan yang kemudian akan ditambahkan pada faktur pajak keluaran yang diperoleh dari omzet penjualan. Jika total penjualannya signifikan, maka otomatis faktur pajak keluaran menjadi lebih luas, sehingga diperlukan kredit yang besar dari faktur pajak masukan untuk mengurangi PPN yang terutang semaksimal mungkin. Jika penjualan dalam suatu periode tertentu kecil, maka besarnya Faktur Pajak Masukan akan disesuaikan dengan besarnya Faktur Pajak Keluaran; jika ada Faktur Pajak Masukan yang tidak termasuk dalam periode tersebut, maka akan dikreditkan pada periode berikutnya, seperti Januari dan Februari. Faktur pajak bulanan dikreditkan pada bulan Maret, yang cocok untuk perusahaan karena ini adalah tujuan perusahaan untuk perencanaan pajak.
Perencanaan Pajak Melalui Pembelian BKP Dengan PPNÂ
PT. BAP, seorang PKP, melakukan pembelian untuk pembangunan villa, condotel, dan hotel operasional dari pemasok yang telah dikukuhkan sebagai PKP saja dan melakukan pembelian dari pemasok non-PKP. Dalam perencanaan pajak ini PT. BAP lebih banyak melakukan pembelian BKP dari pemasok PKP. Dalam perencanaan pajak ini PT. BAP lebih banyak melakukan pembelian BKP dari pemasok PKP. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mengatur lebih lanjut mekanisme kredit pajak masukan. Pasal ini mengatur bahwa pajak masukan dikurangkan secara bersama-sama dalam masa pajak yang sama. Hal lain yang harus dipertimbangkan oleh PT BAP adalah pajak masukan yang akan dihapus dan harus memenuhi syarat formil dan material karena beberapa pajak masukan tidak dapat dikurangkan, termasuk faktur pajak yang tidak lengkap berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 16B UU PPN. Dari hasil penelitian di lapangan, PT. BAP, Pengusaha Kena Pajak (PKP), beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menghitung dan melaporkan PPN untuk perencanaan pajak. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah peraturan perpajakan mengenai tarif dan waktu pembayaran serta pelaporan PPN. Pembelian untuk pembangunan gedung villa dan hotel beserta fasilitasnya sebesar Rp 69.200.083.165 dengan PPN INPUT sebesar Rp 6.920.008.316. PT. BAP menerima angsuran sebesar Rp7.217.351.646 (tujuh miliar dua ratus tujuh belas juta tiga ratus lima puluh satu ribu enam ratus empat puluh enam rupiah) untuk kondotel dan vila yang dikenakan PPN Keluaran sebesar Rp721.735.164 (tujuh miliar dua puluh satu juta tujuh ratus tiga puluh lima ribu seratus enam puluh empat rupiah) dan PPh Pasal 4 (2) sebesar Rp360.867 PPN Masukan sebesar Rp1.632.661.465 (Sat miliar enam ratus enam puluh lima ribu empat ratus enam puluh lima rupiah) berlaku untuk pembelian vila dan hotel. Berdasarkan penjualan condotel dan villa pada tahun 2013--2017 hanya mencapai Rp. 35.124.548.890, yang dikenakan PPN keluaran 10% sebesar Rp 3.512.454.889 dan PPh pasal 4 ayat 2 sebesar Rp 1.756.227.445, sedangkan pembelian mencapai 70% dari penjualan sebesar Rp 85.526.697.822, yang dikenakan PPN masukan 10% sebesar Rp 8.552.669.782 . Jadi, pada tahun 2013--2017, PT. BAP seharusnya memiliki kelebihan sebesar Rp3.340.314.823, yang dapat diperhitungkan untuk dikompensasikan atau dapat dikembalikan kembali kepada PT. ROTI SKOTLANDIA. Sisanya Rp 1.699.900.070 tidak dapat dikompensasikan karena tidak terkait dengan bisnis Villa dan Condotel dan layanan perhotelan, yang merupakan jenis layanan tertentu yang tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Karena kelalaian dari pihak PT. masa amnesti karena (1) kurangnya pemahaman tentang pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh Pasal 4 Ayat 2 Perencanaan Pajak, (2) kurangnya kesadaran untuk membayar PPN dan PPh Pasal 4 Ayat 2 (yang rendah).
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perencanaan pajak dalam menawarkan pembayaran atas Nilai Tambah (PPN) dan PPh Pasal 4 Ayat (2) pembayaran di PT. BAP tahun 2013--2017 adalah perencanaan pajak dengan menghindari pelanggaran pajak, perencanaan pajak dengan penundaan pengkreditan pajak masukan, dan perencanaan pajak melalui pembelian BPK dengan PPN. Pelaksanaan perencanaan pajak ini tidak berhasil dan tidak efisien sehingga menimbulkan kerugian bagi PT. BAP sebesar Rp3.340.314.823. Hal ini
dikarenakan para pengambil keputusan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya kurang memahami atau mengetahui tentang aspek perpajakan PPN dan PPh Pasal 4 Ayat (2) tentang hak atas tanah, bangunan, dan bumi serta bangunan, sehingga menimbulkan kesadaran untuk membayar. pajak. Oleh karena itu, jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan perpajakan yang memadai, mereka tidak memiliki kesadaran pajak, yang akan menyebabkan wajib pajak tidak menerapkan pajak, sehingga perencanaan pajak tidak efektif. Jika tingkat pemahaman wajib pajak tinggi, maka kepatuhan dalam membayar pajak juga tinggi; sebaliknya jika tingkat pemahaman wajib pajak rendah, maka kepatuhan dalam membayar pajak juga rendah.
Berdasarkan temuan dan kesimpulan penelitian sebelumnya, saran yang diajukan sebagai berikutBagi Wajib Pajak: Wajib Pajak perlu mengikuti pelatihan dan sosialisasi berkelanjutan mengenai peraturan dan perubahannya tentang PPN dan PPh Pasal 4 (2). Wajib Pajak harus dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar dan melaporkan pajak tepat pada waktunya sebagai cerminan warga negara yang baik. Mereka harus mematuhi peraturan yang berlaku demi kepentingan umum.
Terima Kasih!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H